Revolusi Anyelir yang Mengakhiri Kekuasaan Portugal di Afrika & Timor Leste



Lautan massa yang sedang mengibarkan bendera Portugal. (Sumber)

Kalau kita pernah membaca buku sejarah Indonesia, maka nama Portugal (atau Portugis) seharusnya cukup akrab bagi kita. Yup, Portugal adalah negara dari kawasan Eropa Barat yang pernah menjajah Indonesia & Timor Timur (sekarang Timor Leste) di masa silam. Kebetulan sejak Abad Pertengahan, Portugal memang dikenal sebagai salah satu negara yang aktif melakukan penjelajahan untuk menemukan tanah baru & menjadikannya sebagai bagian dari negaranya (dikenal juga dengan sebutan "kolonialisme)".

Era kolonialisme Portugal berlangsung selama berabad-abad di mana hingga pertengahan abad ke-20, wilayah jajahan Portugal mencakup sejumlah daerah di Afrika & Asia (termasuk Timor Leste). Namun sejak timbulnya peristiwa Revolusi Anyelir, hampir seluruh wilayah tersebut lepas dari kekuasaan Portugal, tak terkecuali Timor Leste. Nah, artikel kali ini ingin membahas soal Revolusi Anyelir, sebuah peristiwa yang juga memiliki dampak cukup penting bagi sejarah Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Timor Leste.

Revolusi Anyelir (Carnation Revolution; Revulocao dos Cravos) adalah sebuah peristiwa pergantian kekuasaan yang terjadi di Portugal pada tahun 1974 di mana pada masa itu, rezim fasis (sayap kanan) Portugal yang sudah berkuasa sejak dekade 1920-an ditumbangkan oleh kelompok militer berhaluan kiri (sosialis). Nama "Revolusi Anyelir" sendiri diberikan karena beberapa waktu setelah revolusi tersebut terjadi, beberapa anggota militer yang ikut serta dalam revolusi tersebut menaruh bunga anyelir pada laras senjatanya. Revolusi Anyelir memiliki dampak besar tidak hanya bagi Portugal, tapi juga bagi kawasan sekitar wilayah-wilayah bekas jajahan Portugal.



LATAR BELAKANG

Sebelum terjadinya Revolusi Anyelir, Portugal adalah sebuah negara yang diperintah oleh pemerintahan militer berhaluan sayap kanan (fasis) yang sistem politiknya kurang lebih mirip dengan Jerman di era Nazi. Di satu sisi, pemerintahan Portugal berhasil mendongkrak angka melek huruf rakyatnya & melindungi nilai-nilai asli budayanya. Namun di sisi lain, pemerintahan Portugal juga dikritik karena sikap pemerintahnya dalam membungkam kebebasan berpolitik rakyat & lebarnya kesenjangan sosial di mana hanya sebagian kecil rakyat Portugal dari kalangan pemilik industri yang bisa menikmati kekayaan negaranya.

Di luar negeri, Portugal tidak mencondongkan diri pada blok apapun (saat itu Perang Dingin masih berlangsung) sehingga pemerintahan Portugal pun dikucilkan negara-negara lainnya, baik itu negara-negara pendukung Blok Barat maupun Blok Timur. Tak hanya itu, kebijakan Portugal untuk tetap mempertahankan wilayah-wilayah jajahannya kendati mereka ingin memerdekakan diri juga menuai kritik. Portugal sendiri menganggap wilayah-wilayah jajahan mereka di Asia & Afrika sebagai provinsi seberang lautannya di mana sebagian besar hasil bumi & sumber daya alam di wilayah seberang lautan tersebut diangkut ke Portugal.

Kendaraan pengangkut pasukan Portugal di Angola. (Sumber)

Seiring berjalannya waktu & semakin merebaknya gerakan nasionalisme di seluruh dunia, wilayah-wilayah jajahan Portugal di Afrika pun semakin gigih dalam melakukan pemberontakan agar bisa merdeka. Dalam perkembangannya, wilayah-wilayah jajahan tersebut juga mendapat bantuan dari Blok Barat (AS & sekutunya) serta Blok Timur (Uni Soviet & sekutunya).

Portugal merespon aneka pemberontakan tersebut dengan menambah anggaran militernya - suatu keputusan yang membuat ekonomi Portugal semakin memburuk. Tak hanya itu, Portugal juga menerapkan wajib militer kepada rakyatnya untuk menambah jumlah tentaranya sehingga banyak dari rakyat Portugal yang kemudian melarikan diri keluar negeri agar terhindar dari wajib militer.

Kebijakan Portugal untuk mempertahankan wilayah-wilayah jajahannya dengan segala cara ternyata mendapat penolakan dari salah satu petinggi militer Portugal yang bernama Antonio Spinola. Menghadapi penolakan tersebut, Marcelo Caetano - perdana menteri Portugal saat itu - lantas berencana untuk memecat Spinola dari lingkaran militer Portugal. Mendengar rencana PM Caetano tersebut, sejumlah anggota militer Portugal yang bersimpati pada Jenderal Spinola lantas membentuk sebuah organisasi rahasia yang bernama Movimento das Forcas Armadas (MFA; Gerakan Angkatan Bersenjata) dengan tujuan menumbangkan rezim fasis Portugal.



BERJALANNYA REVOLUSI ANYELIR

Meletusnya Kudeta Militer & Tumbangnya Rezim Fasis Portugal

Tanggal 25 April 1974 sekitar pukul setengah 1 dini hari, beberapa anggota MFA memutar lagu "Grandola, Vila Morena" melalui siaran radio sebagai sinyal rahasia bahwa pelaksanaan kudeta militer sudah dimulai. Anggota-anggota MFA yang sudah ditempatkan pada posnya masing-masing mulai bergerak untuk menduduki fasilitas-fasilitas penting milik pemerintah Portugal seperti stasiun radio, stasiun televisi, & bandara. Beberapa jam setelah MFA berhasil menduduki stasiun radio & televisi milik pemerintah, MFA sempat beberapa kali melakukan siaran untuk mengumandangkan aktivitasnya.

Pasca kudeta, beberapa anggota militer menaruh
bunga anyelir pada moncong senapannya. (Sumber)

Revolusi Anyelir berjalan relatif cepat & tanpa hambatan, terlebih setelah beberapa kelompok militer Portugal yang awalnya loyal kepada pemerintah menyerah tanpa perlawanan atau bahkan ikut bergabung dengan MFA. Aktivitas kudeta tersebut akhirnya sampai pada tahap akhir ketika pada siang harinya, para anggota MFA mengepung markas polisi militer tempat PM Caetano bersembunyi & memaksanya menyerahkan jabatan kepada Jenderal Spinola. Tepat setelah Caetano setuju untuk menyerahkan jabatannya, Revolusi Anyelir pun berakhir hanya dalam waktu sehari dengan kemenangan kubu MFA & nyaris tanpa korban jiwa.

Beberapa jam setelah berakhirnya Revolusi Anyelir, ribuan rakyat Portugal membajiri jalanan untuk merayakan tumbangnya rezim fasis Portugal & menyalami para personil militer yang terlibat dalam kegiatan revolusi tersebut. Di salah satu pasar bunga di kota Lisbon, beberapa anggta militer ada yang menaruh bunga anyelir pada moncong senapannya. Momen tersebut terekam oleh kamera-kamera para jurnalis yang menyiarkan momen tersebut ke seluruh dunia sehingga peristiwa kudeta tersebut lantas dikenal dengan sebutan "Revolusi Anyelir".


Periode Transisi & Perebutan Kekuasaan

Pasca tumbangnya rezim fasis Portugal, rakyat Portugal sempat larut dalam euforia di mana mereka kini bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak bisa didapatkan semasa rezim fasis masih berkuasa. Sistem penyensoran & polisi rahasia ditiadakan, paham politik yang sebelumnya dilarang kini bisa dijalankan tanpa tekanan penguasa, & para pekerja kelas bawah mulai menduduki pusat-pusat mata pencahariaan skala besar. Pada periode ini pula, aktivitas pemerintahan Portugal dilanjutkan oleh suatu badan pemerintahan sementara yang bernama Junta de Salvacao Nacional (JSN; Junta Keselamatan Nasional) dengan Spinola sebagai presidennya.

Selama menjabat sebagai presiden, Spinola berusaha membuat komposisi pemerintahan sementara yang berimbang antara kelompok sayap kanan dengan kelompok sayap kiri. Namun dalam perkembangannya, kelompok sayap kiri yang rata-rata merupakan bekas anggota MFA - kelompok yang merancang & melaksanakan Revolusi Anyelir - berkembang menjadi semakin kuat & berencana menjadikan Portugal sebagai negara komunis seutuhnya. Spinola tidak menginginkan hal tersebut sehingga ia kemudian mulai mendekatkan diri dengan kelompok sayap kanan & merancang aksi kudeta untuk mengikis dominasi kelompok sayap kiri di tubuh pemerintahan.

Antonio Spinola. (Sumber)

Rencana kudeta yang direncanakan Spinola & kelompok sayap kanan akhirnya dilaksanakan pada bulan Maret 1975. Dalam upaya kudeta tersebut, para tentara simpatisan sayap kanan menyerang rombongan tentara pro-sayap kiri di Lisbon, ibukota Portugal. Namun, upaya kudeta tersebut berakhir dengan kegagalan setelah para pekerja simpatisan sayap kiri ikut terjun ke medan konflik & mengepung para tentara pro-sayap kanan. Usai gagalnya percobaan kudeta tersebut, Spinola melarikan diri ke Brazil & dominasi kelompok sayap kiri di badan pemerintahan semakin kuat setelah mereka menata ulang susunan pemerintahan untuk membuang orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka.

Pemerintah Portugal yang semakin didominasi oleh kelompok sayap kiri lantas mulai menjalankan aneka kebijakan yang mencerminkan paham komunisme, salah satunya adalah menasionalisasi perusahaan swasta secara besar-besaran. Sebuah kebijakan yang belakangan dianggap sembrono & tanpa perhitungan yang matang karena tak lama sesudahnya, perekonomian Portugal mengalami keterpurukan yang mendalam. Hal tersebut semakin diperparah dengan membanjirnya arus pengungsi (retornados) dari wilayah-wilayah bekas jajahan Portugal & kaburnya tenaga-tenaga ahli keluar negeri karena ingin menghindari krisis yang sedang menimpa Portugal.


Kemenangan & Kekalahan Golongan Sayap Kiri

Tanggal 25 April 1975 alias tepat setahun setelah Revolusi Anyelir pertama kali digulirkan, pemilu untuk menentukan susunan pemerintahan yang baru pasca-Revolusi akhirnya dilaksanakan. Hasilnya, golongan moderat - golongan yang orientasi politiknya cenderung lebih netral & lebih lunak - berhasil memenangkan mayoritas suara, sementara golongan sayap kiri hanya bisa meraih 13 % suara. Hasil pemilu tersebut lantas membuat MFA terbelah menjadi 2. Sebagian besar anggota MFA menerima hasil pemilu tersebut, namun sebagian kecilnya menolak & bersikeras tetap melanjutkan upaya untuk menjadikan Portugal sebagai negara komunis sepenuhnya.

Tak lama sesudah pemilu, timbul konflik di kawasan utara Portugal setelah para petani setempat menolak menyerahkan kepemilikan lahan mereka kepada kelompok sayap kiri yang ingin menyatukan lahan-lahan pertanian di seluruh penjuru Portugal. Sebagai respon atas tindakan golongan sayap kiri tersebut, golongan moderat yang baru saja memenangkan pemilu menarik diri dari badan pemerintahan Portugal. Tak hanya itu, gelombang protes menentang golongan kiri juga meledak di dalam & di luar Portugal setelah golongan kiri membredel perusahaan surat kabar milik golongan moderat.

Tentara Portugal dari golongan moderat saat menggagalkan
upaya kudeta dari golongan kiri di tahun 1975. (Sumber)

Di tengah-tengah situasi internal Portugal yang semakin kritis & semakin dekat ke arah perang sipil, badan pemerintahan Portugal membubarkan diri untuk membentuk badan pemerintahan baru yang anggotanya didominasi oleh kelompok moderat & anggota MFA yang pro demokrasi. Namun, pembentukan badan pemerintahan yang baru tersebut ditentang oleh anggota militer sayap kiri yang kemudian nekat melakukan percobaan kudeta pada bulan November 1975. Upaya kudeta tersebut gagal & kelompok moderat lantas melakukan serangan balasan untuk memberangus habis golongan sayap kiri.

Pasca konflik bersenjata singkat yang dimenangkan oleh golongan moderat tersebut, pemilu untuk menentukan susunan pemerintahan Portugal yang baru kembali digelar pada tanggal 25 April 1976 dengan golongan moderat keluar sebagai pemenang. Dengan demikian, periode krisis internal yang menimpa Portugal pasca Revolusi Anyelir pun berakhir & kondisi internal Portugal mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang perlahan tapi pasti. Kini, tanggal 25 April - tanggal terlaksananya kudeta militer Revolusi Anyelir - diperingati oleh rakyat Portugal setiap tahunnya sebagai "Hari Pembebasan Nasional".



DAMPAK BAGI WILAYAH JAJAHAN PORTUGAL

Seperti yang sudah disinggung di bagian awal artikel, kesuksesan Revolusi Anyelir diikuti dengan merdekanya wilayah-wilayah jajahan Portugal. Fenomena "merdeka massal" tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintahan baru Portugal yang berpikir bahwa mempertahankan wilayah-wilayah jajahannya - terutama wilayah jajahan yang sedang dilanda pemberontakan - hanya akan membebani perekonomian Portugal ke depannya.

Wilayah-wilayah jajahan Portugal yang dimerdekakan tersebut antara lain Angola, Guinea-Bissau, Mozambik, Sao Tome & Principe, Tanjung Verde, & Timor Leste. Khusus untuk Timor Leste, wilayah tersebut sempat menjadi provinsi ke-27 Indonesia sebelum kemudian benar-benar merdeka pada tahun 2002.

Peta dari Portugal & wilayah jajahannya di Afrika. (Sumber)

Saat menarik diri dari wilayah jajahannya, Portugal juga ikut serta dalam membantu pembentukan pemerintahan baru di wilayah bekas jajahannya tersebut. Hal yang patut diperhatikan adalah kendati Portugal mengklaim berusaha bersikap netral, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Portugal lebih condong mendukung kelompok-kelompok yang berhaluan kiri - kemungkinan karena pemerintahan Portugal pasca-Revolusi juga berhaluan kiri - seperti Frelimo (Mozambik), Fretilin (Timor Leste), & MPLA (Angola). Sikap Portugal ini lantas memunculkan kritikan dari pihak-pihak luar karena berpotensi menimbulkan gesekan di masa depan bila masih ada pihak yang merasa dipinggirkan.

Selain mendapat kritik seputar kecenderungan "pilih kasih" saat membantu proses pembentukan badan pemerintahan baru di wilayah-wilayah bekas jajahannya, Portugal juga dikritik karena cenderung lepas tangan setelah wilayah jajahannya tersebut benar-benar melepaskan diri & dilanda masalah baru. Ketika timbul perang sipil di Angola & Mozambik misalnya, Portugal dianggap tidak benar-benar berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Sikap cuek Portugal sendiri kemungkinan besar karena pasca Revolusi Anyelir, pemerintahan baru Portugal lebih berkonsentrasi untuk membenahi pekerjaan-pekerjaan rumah dalam negerinya.

Kebijakan Portugal untuk menarik diri sesegera mungkin dari wilayah-wilayah jajahannya membawa konsekuensi tersendiri bagi para perantauan Portugal di wilayah-wilayah jajahan tersebut. Karena merasa takut akan menjadi sasaran kemarahan dari para etnis lokal yang dilanda euforia kemerdekaan, para perantauan tersebut berbondong-bondong kembali ke Portugal dengan tergesa-gesa & hanya membawa harta benda seadanya.

Rombongan retornados. (Sumber)

Para perantauan yang kembali ini lantas dikenal dengan nama "retornados" (mereka yang kembali). Ketika jumlah para retornados ini semakin bertambah, keberadaan mereka menjadi masalah baru bagi pemerintah Portugal karena menambah angka pengganguran di negara tersebut hingga beberapa tahun berikutnya. Diperkirakan, jumlah total para retornados berkisar antara 500.000 hingga 1 juta jiwa.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

Socialist Worker - Carnation Revolution
U.S. Library of Congress - Portugal - The Revolution of 1974
U.S. Library of Congress - Portugal - Spinola and Revolution
U.S. Library of Congress - Portugal - The Transition to Civilian Rule
Wikipedia - Carnation Revolution
Wikipedia - East Timor - History
Wikipedia - History of Portugal (1974-1986)
Wikipedia - Movement of the Armed Forces
Wikipedia - Processo Revolucionario Em Curso
Wikipedia - Timeline of the Carnation Revolution

 





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



6 komentar:

  1. banyak tni masuk ke wilayah tersebut
    salah seorang tetangga lama ku juga ikut kesana

    BalasHapus
  2. Untung revolusi portugal tidak mengambil banyak korban seperti revolusi-revolusi negara -negara lain.

    BalasHapus
  3. Artikel yang mendidik. Baru tahu aku, ternyata ada revolusinya di Portugal. Dan kenapa pakai bunga anyelir ya?

    BalasHapus
  4. baguuuuuuuuuuuuussss....bagus sekali artikel ini.
    makasih banyak yah...

    BalasHapus
  5. Trimakasih bisa dijadikan referensi pembelaaran sejarah tuk masuknya timor timur ke Ri masa Orba dua jempol tuk anda

    BalasHapus
  6. Riquest buat R.E.T, tolong dibahas juga tentang perang sipil di koloni Portugal, Timor Portugis pasca revolusi anyelir di Portugal. R.E.T sebelumnya telah membahas tentang perang sipil di bekas koloni Portugal, Angola & Mozambik. Saya rasa R.E.T perlu juga membahasa sejarah Timor-Timur sejak penjajahan Portugal, di masa integrasi Timor-Timur ke Indonesia 1975-1999 hingga Timor-Timur meraih kemerdekaan.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.