Perang Belukar Rhodesia yang Melahirkan Negara Zimbabwe



Tentara Rhodesia yang sedang terjun dari helikopter. (J.D.White / freewebs.com)

Pernah mendengar negara bernama Rhodesia? Belum? Kalau begitu, apakah pengunjung pernah mendengar negara yang namanya Zimbabwe? Benar, itu adalah nama dari sebuah negara di Afrika yang sekarang lebih dikenal dengan kemiskinan & inflasi ekonominya. Saking parahnya inflasi yang menimpa Zimbabwe, penduduk Zimbabwe sampai harus membawa sekeranjang uang setiap kali hendak membeli kebutuhan pokok.

Sebelum tahun 1980, negara yang kita kenal sebagai Zimbabwe dulunya menyandang nama Rhodesia. Artikel ini sendiri akan membahas tentang Perang Belukar Rhodesia, perang yang salah satu efek sampingnya adalah berubahnya nama Rhodesia menjadi Zimbabwe.

Perang Belukar / Perang Semak Rhodesia (Rhodesian Bush War) adalah nama dari perang saudara yang terjadi di Rhodesia antara tahun 1965 hingga 1979. Dalam perang ini, ada 3 pihak utama yang terlibat, yaitu militer Rhodesia, kelompok ZANU pimpinan Robert Mugabe, & kelompok ZAPU pimpinan Joshua Nkomo.

Seusai perang, Robert Mugabe terpilih sebagai perdana menteri baru Rhodesia & negara tersebut mengganti namanya menjadi "Zimbabwe". Perang ini juga dikenal dengan sebutan lain "Perang Pembebasan Zimbabwe" (Zimbabwe War of Liberation) karena di mata kelompok pemberontak, perang ini bertujuan untuk membebaskan golongan kulit hitam dari penindasan yang dilakukan oleh golongan kulit putih Rhodesia.



LATAR BELAKANG

Daerah yang dikenal sebagai Rhodesia awalnya merupakan bagian dari koloni Inggris di bagian selatan Benua Afrika dengan nama "Federation of Rhodesia & Nyasaland" (FRS). Walaupun masih berstatus sebagai daerah bawahan Inggris, FRS memiliki otonomi luas & kebebasan mengelola urusan internalnya sendiri.

Terhitung sejak tahun 1963, FRS dipecah menjadi 3 koloni baru : Rhodesia Utara, Rhodesia Selatan, & Nyasaland. Rhodesia Selatan kelak dikenal dengan nama singkat "Rhodesia" karena sesudah merdeka, daerah Rhodesia Utara langsung mengganti namanya menjadi "Zambia". Sementara Nyasaland sendiri kemudian mengganti namanya menjadi "Malawi".

Penduduk Rhodesia secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 golongan utama yang dibedakan berdasarkan warna kulitnya. Kedua golongan tersebut adalah golongan kulit hitam & golongan kulit putih yang tidak lain merupakan para imigran Eropa, khususnya Inggris.

Walaupun dari segi jumlah golongan kulit hitam merupakan golongan mayoritas di Rhodesia, pucuk pemerintahan Rhodesia selalu dipegang oleh orang-orang kulit putih sebagai akibat dari adanya praktik mirip apartheid di sektor politik Rhodesia. Praktik berbau diskriminatif yang mengistimewakan golongan kulit putih & menelantarkan golongan-golongan lainnya.

Peta lokasi Rhodesia.

Inggris
selaku penguasa Rhodesia sadar kalau sistem diskriminatif macam itu akan membawa masalah baru di kemudian hari jika sistem macam itu tetap dipertahankan. Maka, Inggris pun meminta pemerintah Rhodesia melakukan reformasi politik.

Alih-alih menuruti keinginan Inggris, Ian Smith selaku Perdana Menteri Rhodesia justru malah mendeklarasikan kemerdekaan Rhodesia secara sepihak pada tanggal 11 November 1965. Inggris lantas membalas tindakan Smith dengan cara menolak mengakui kemerdekaan Rhodesia & menjatuhkan sanksi embargo ekonomi kepada Rhodesia, namun sanksi tersebut tidak berpengaruh banyak bagi perekonomian Rhodesia.

Sementara itu di Rhodesia sendiri, wacana supaya Rhodesia mengubah sistem politiknya juga muncul dari golongan kulit hitam. Ada 2 kelompok yang dibentuk oleh orang-orang kulit hitam Rhodesia untuk merealisasikan wacana tersebut.

Kelompok pertama adalah Zimbabwe African National Union (ZANU; Serikat Nasional Afrika Zimbabwe) yang dipimpin oleh Robert Mugabe & keanggotaannya didominasi oleh etnis Shona. Sayap militer dari ZANU dikenal dengan nama Zimbabwe African National Liberation Army (ZANLA; Tentara Pembebasan Nasional Afrika Zimbabwe)

Kelompok kedua adalah Zimbabwe African People's Union (ZAPU; Serikat Rakyat Afrika Zimbabwe) yang dipimpin oleh Joshua Nkomo. Keanggotaan ZAPU didominasi oleh etnis Ndebele / Matabele, namun Nkomo selaku pemimpin ZAPU sendiri berasal dari etnis Shona.

ZAPU memiliki sayap militer bernama Zimbabwe People's Revolutionary Army (ZIPRA; Tentara Revolusioner Rakyat Zimbabwe). Munculnya ZAPU beserta ZANU sekaligus menjadi pertanda kalau periode penuh konflik & pertumpahan darah di Rhodesia akan segera tiba.


Milisi ZAPU. (retributionbook.wix.com)


BERJALANNYA PERANG

Baik ZANU maupun ZAPU sama-sama menjalankan aktivitasnya dari wilayah Zambia yang terletak di sebelah utara Rhodesia. Kekuatan ZANU & ZAPU jika dibandingkan dengan militer Rhodesia ibarat bumi & langit. Jika militer Rhodesia dilengkapi dengan persenjataan berat & kendaraaan militer seperti helikopter & kendaraan lapis baja, persenjataan ZANU & ZAPU hanya berupa senjata api & bahan peledak.

Bukan hanya itu, militer Rhodesia juga lebih terampil & disiplin ketimbang sayap militer kedua kelompok tadi. Hal yang menarik adalah biarpun Rhodesia merupakan negara yang menjalankan sistem diskriminasi berbasis warna kulit, sekitar 80% dari anggota militer & kepolisian Rhodesia justru merupakan orang-orang kulit hitam.

Adanya jurang kekuatan antara pihak-pihak yang bertikai tadi lantas membuat pasukan Rhodesia awalnya berada di atas angin. Dalam pertempuran di luar kota Sinoia (sekarang Chinoyi) pada tahun 1966 contohnya, rombongan polisi Rhodesia yang dibantu oleh angkatan udara berhasil menewaskan seluruh milisi ZANU yang berjumlah 7 orang.

Sadar kalau mereka tidak memiliki kekuatan untuk menyerang kawasan padat penduduk ataupun yang berpengamanan tinggi, milisi-milisi ZANU & ZAPU menargetkan lahan pertanian milik orang-orang kulit putih sebagai sasaran penyerangan utamanya. Untuk mengatasinya, pasukan Rhodesia yang dibantu oleh milisi-milisi petani setempat lantas melakukan patroli rutin di kawasan pelosok.

Rhodesia tidak sendirian dalam perang melawan kelompok-kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayahnya. Afrika Selatan yang saat itu juga sedang diperintah oleh rezim apartheid turut mengucurkan bantuan yang tidak sedikit kepada Rhodesia.

Untuk mencukupi kebutuhan amunisinya, Rhodesia memanfaatkan Afrika Selatan sebagai perantara sekaligus penyuplai utamanya. Lalu di tahun 1967, Afrika Selatan mengirimkan 2.000 polisinya untuk membantu menjaga perbatasan Rhodesia dengan Zambia. Namun keberadaan polisi-polisi tersebut dianggap tidak banyak membantu oleh pihak Rhodesia sebagai akibat dari minimnya ketrampilan & kedisiplinan yang mereka miliki.

Tentara Rhodesia yang sedang menyeberangi sungai.

Memasuki dekade 1970-an, para anggota ZANU & ZAPU tiba di Zambia setelah menjalani latihan di Cina & Uni Soviet. Kedua negara komunis tersebut bersedia membantu perjuangan kelompok-kelompok pemberontak Rhodesia karena mereka berharap bisa menjadikan Rhodesia sebagai negara sekutunya di kemudian hari.

Datangnya mereka sekaligus membuat ZANU & ZAPU kini memiliki strategi militer yang lebih efektif. Penduduk kulit hitam di pelosok-pelosok Rhodesia (khususnya di bagian timur laut) menjadi sasaran pendoktrinan supaya mereka bersedia memberikan bantuan logistik, milisi, & tempat bersembunyi. Tidak jarang para anggota ZANU & ZAPU menggunakan ancaman senjata & kekerasan supaya penduduk lokal mau menuruti keinginan mereka.

Tahun 1975, Mozambik yang awalnya merupakan koloni Portugal dimerdekakan dengan kelompok komunis lokal FRELIMO sebagai pemegang tampuk kekuasaannya. Pasca merdeka, Mozambik bersedia meminjamkan wilayahnya untuk digunakan oleh milisi-milisi ZANU.

Intensitas perang meningkat, namun militer Rhodesia masih sanggup menunjukkan kedigdayaannya. Pada bulan Oktober 1976 contohnya, pasukan Rhodesia melakukan serangan ke dalam wilayah Mozambik & berhasil menewaskan 1.000 anggota ZANU. 2 tahun kemudian, sebagai respon atas ditembak jatuhnya pesawat sipil Rhodesia oleh pasukan ZAPU, pasukan udara Rhodesia melakukan serangan ke wilayah Zambia.

Memasuki tahun 1979, sekitar 95% wilayah Rhodesia berada di bawah situasi darurat militer. Bantuan alutsista dari Afrika Selatan untuk Rhodesia mengalir deras. Namun di pihak yang berseberangan, ZANU & ZAPU juga menerima bantuan persenjataan dari negara-negara komunis. Kuba bahkan siap mengirimkan pasukannya ke Rhodesia via Zambia untuk membantu pasukan ZANU.

Kombinasi dari hal-hal tadi beserta adanya tekanan dari dunia internasional & semakin terkurasnya anggaran Rhodesia untuk membiayai perang menyebabkan pemerintah Rhodesia terpaksa mulai beralih ke jalur negosiasi untuk mengakhiri perang.

Mugabe & Nkomo dalam perundingan damai di London, Inggris. (Sue Onslow / wilsoncenter.org)

Bulan April 1979, Rhodesia menggelar pemilu di mana Uskup Abel Muzorewa yang berkulit hitam terpilih sebagai perdana menteri baru Rhodesia. Baik ZANU maupun ZAPU sama-sama menolak mengakui hasil pemilu karena mereka menganggap Muzorewa hanyalah sosok boneka yang disetir oleh orang-orang kulit putih Rhodesia.

Masih di tahun yang sama, Margaret Thatcher selaku perdana menteri Inggris mengundang perwakilan Rhodesia, ZANU, & ZAPU untuk melakukan perundingan damai di Inggris. Hasilnya, ZANU & ZAPU setuju untuk berhenti melanjutkan perang & bersedia mengikuti pemilu yang akan kembali digelar di Rhodesia pada tahun berikutnya. Dicapainya kesepakatan damai tersebut sekaligus menandai berakhirnya Perang Belukar Rhodesia.



KONDISI PASCA PERANG

Bulan Februari 1980, Rhodesia menggelar pemilu di mana kali ini ZANU berhasil keluar sebagai partai pemenang & Robert Mugabe terpilih sebagai perdana menteri baru Rhodesia. Pasca pemilu, barulah Inggris & negara-negara lain bersedia mengakui Rhodesia sebagai negara merdeka.

Keberhasilan ZANU memenangkan pemilu lalu diikuti dengan berubahnya identitas resmi negara. Nama "Rhodesia" diganti menjadi "Zimbabwe". Nama ibukota diubah dari yang awalnya bernama "Salisbury" menjadi "Harare".

Pemerintah baru Zimbabwe juga mengubah motif bendera nasionalnya di mana bendera Zimbabwe yang baru menggunakan kombinasi warna hijau, kuning, merah, & hitam. Warna-warna yang diambil dari warna bendera ZANU.

Bendera Zimbabwe. (heidelbergchristianschool.wordpress.com)

Keberhasilan ZANU menjadi penguasa baru Zimbabwe juga diikuti dengan timbulnya konflik antara ZANU & ZAPU. Di masa Perang Belukar, ZANU & ZAPU sebenarnya sudah terlibat konflik, namun keduanya sepakat untuk bersekutu sejak dekade 1970-an.

Begitu perang berakhir, konflik antara keduanya kembali timbul ke permukaan. Untuk membungkan perlawanan yang dilakukan ZAPU, Mugabe memerintahkan pasukan elit Zimbabwe untuk membantai orang-orang dari etnis Ndebele. Akibat pembantaian tersebut, sekitar 20.000 orang dilaporkan harus kehilangan nyawanya.

Di bidang ekonomi, Mugabe menasionalisasi lahan-lahan milik petani kulit putih supaya lahan tersebut bisa digunakan untuk kesejahteraan semua golongan. Namun masalah muncul karena nasionalisasi tersebut dilakukan dengan ancaman & menjadi ajang korupsi. Kebijakan tersebut lantas berdampak pada timbulnya emigrasi massal orang-orang kulit putih Zimbabwe keluar negeri.

Mugabe juga cenderung memprioritaskan orang-orang dekatnya sebagai penerima lahan hasil nasionalisasi. Dikombinasikan dengan bencana kekeringan pada dekade 90-an, minimnya ketrampilan orang-orang kulit hitam dalam mengelola sektor pertanian komersial, & kesalahan pemerintah Zimbabwe dalam mengelola anggaran, perekonomian Zimbabwe pun terus menukik tajam hingga akhirnya timbul inflasi parah pada dekade 2000-an.

Perang Belukar Rhodesia bukanlah perang yang banyak dikenal oleh masyarakat dunia, namun perang ini tetap meninggalkan warisan berupa inovasi teknologi militer. Sebagai contoh, karena milisi-milisi ZANU & ZAPU kerap memasang ranjau rakitan di jalan untuk meledakkan kendaraan-kendaraan militer Rhodesia yang melintas, militer Rhodesia yang dibantu oleh Afrika Selatan lantas memodifikasi kendaraan militer yang mereka miliki.

Udara yang ada di dalam ban diganti dengan air untuk meredam efek guncangan & panas akibat ledakan. Bagian kolong kendaraan ditambahi struktur berbentuk V untuk meminimalisir potensi korban tewas akibat ledakan dari bawah kendaraan.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1965 - 1979
-  Lokasi : Rhodesia, Zambia, Mozambik

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Rhodesia, Afrika Selatan
     melawan
(Grup)  -  ZANU
     melawan
(Grup)  -  ZAPU

Hasil Akhir
-  Perang berakhir tanpa pemenang
-  Digelarnya pemilu pada tahun 1980 dengan kemenangan ZANU
-  Nama Rhodesia diubah menjadi Zimbabwe
-  Pengakuan kemerdekaan Zimbabwe oleh dunia internasional

Korban Jiwa

Tidak jelas



REFERENSI

 - . 2008. "Nkomo, Joshua". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Baxter, J.L.P.. 2011. "A Quick Sketch of the Zimbabwe/Rhodesia Bush War".
(peterbaxterafrica.com/index.php/2011/08/08/a-thumbnail-sketch-of-the-zimbabwerhodesia-bush-war/)

C.W. Sanger, dkk.. 2008. "Zimbabwe". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Crawford, B.. 2013. "Bradley Crawford: Mugabe's legacy".
(nationalpost.com/opinion/bradley-crawford-mugabes-legacy)

Downie, N.. "Rhodesia Guerrilla Warfare".
(rhodesianforces.org/RhodesiaStudyinmilitaryincompetence.htm)

GlobalSecurity.org. "Majority Rule in Zimbabwe".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/zimbabwe.htm)

Moorcraft, P.. 2012. "Rhodesia's War of Independence".
(www.historytoday.com/paul-moorcraft/rhodesias-war-independence)

Wikipedia. "Rhodesian Bush War".
(en.wikipedia.org/wiki/Rhodesian_Bush_War)
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



7 komentar:

  1. Bagus Artikelnya Baru dengar saya kalau Boleh bikin Artikel tentang Perang Uganda tanzania Dong

    BalasHapus
  2. Informasi yang menarik, namun dari sumber lain forum internasional mereka sendiri menyatakan bahwa sebenarnya di Rhodesia tidak menerapkan sistem apartheid se-ekstrem Afrika Selatan bahkan pihak kulit putih dan kulit hitam pun sepakat untuk melakukan perpindahan kekuasan kolonial kepada massa secara bertahap karena kondisi berjalan bersamaan dengan perang kolonial di sekitar Afrika lainnya seperti Zaire (Kongo waktu itu CMIIW).
    Nah dari pendapat republik tawon ini bagaimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, benar. Praktik diskriminasi yang digunakan Rhodesia memang tidak seekstrim Afrika Selatan, tapi ya tetap ada. Sebagai contoh, hanya sedikit orang kulit hitam Rhodesia yang diberi hak pilih, sehingga pada akhirnya yang mendominasi pemerintahan adalah orang-orang kulit putih. Lalu ada aturan bernama Land Apportionment Act yang melarang orang kulit hitam memiliki tanah di wilayah tertentu.

      Perihal perpindahan kekuasaan, Inggris sejak sesudah Perang Dunia II memang berniat memberikan kebebasan lebih untuk daerah-daerah koloninya. Termasuk jika daerah koloninya berniat memerdekakan diri. Khusus untuk Rhodesia (Selatan), problemnya adalah orang-orang kulit putih enggan melakukan reformasi politik, sementara Inggris maunya Rhodesia merdeka dengan pemerintahan yang mengakomodasi orang pribumi sebanyak mungkin. Jadilah kemudian Rhodesia memerdekakan diri tanpa seizin Inggris, yang kemudian diikuti dengan Perang Belukar ini.

      Hapus
    2. Waktu itu ada sumber yang mengatakan kalo orang kulit hitam belum bisa dikasih jatah pemerintahan karena pendidikan orang kulit hitam masih belum sebagus orang kulit putih. Mungkin aja itu bisa jadi penyebab orang kulit hitam belum diperbolehkan masuk dunia politik rhodesia

      Hapus
  3. Robert Mugade , tokoh ZANU yang berjuang melawan rezim apartheid Rhodesia semula adalah sosok patriot bagi rakyat Zimbabwe. Namun sayang, saat berkuasa, Mugade justru menjelma menjadi dikator yang otoriter dan korup. Setelah 32 tahun berkuasa, rezim Mugabe akhirnya runtuh oleh kudeta militer.

    BalasHapus
  4. Saya kutip artiel ini untuk bahan pendukung presentasi kuliah ya..

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.