Krisis Kongo, Denyut Kematian di Jantung Afrika



Pasukan PBB semasa berlangsungnya Krisis Kongo. (cj3b.info)

Kongo adalah nama dari salah 1 sungai terbesar di Afrika. Letaknya berada tepat di tengah-tengah Benua Afrika. Ada 2 negara di Afrika yang mengambil namanya dari sungai ini. Negara-negara tersebut adalah Republik Kongo yang beribukota di Brazzavile & Republik Demokratik (RD) Kongo yang beribukota di Kinshasa.

Jika Republik Kongo dulunya merupakan bekas jajahan Perancis, maka RD Kongo merupakan bekas koloni Belgia. Ketika Belgia memberikan kemerdekaan pada RD Kongo di tahun 1960, timbul kekacauan berskala internasional yang dikenal dengan sebutan "Krisis Kongo".

Krisis Kongo (Congo Crisis; Crise Congolaise) adalah sebutan untuk periode konflik politik & militer yang berlangsung di Kongo pada tahun 1960 hingga 1966. Konflik bermula ketika provinsi Katanga & Kasai (selatan) yang terletak di sebelah selatan Kongo memerdekakan diri secara sepihak atas dukungan dari Belgia & perusahaan tambang Eropa. Sementara di ibukota Kongo sendiri terjadi perebutan kekuasaan antara faksi pimpinan Patrice Lumumba dengan faksi pimpinan Joseph Kasavubu.

Krisis Kongo juga terkenal karena dalam konflik inilah, sekjen ke-2 PBB yang bernama Dag Hammarskjold kehilangan nyawanya. Saat Krisis Kongo masih berlangsung, Indonesia diketahui juga pernah mengirimkan pasukan ke Kongo sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB. Tepatnya pada tahun 1960 & 1962.



LATAR BELAKANG

Sejak abad ke-19, wilayah yang sekarang dikenal sebagai RD Kongo awalnya merupakan daerah koloni Belgia yang terbagi ke dalam 6 provinsi : Equateur (lokasinya terletak di Kongo barat laut), Orientale (timur laut), Kivu (timur), Katanga (selatan), Kasai (tengah), & Leopoldville (barat). Bagi Belgia, Kongo merupakan daerah koloni yang sangat menguntungkan karena tanahnya kaya akan logam mulia & penuh dengan perkebunan karet.

Sumbangsih besar Kongo terhadap kas negara Belgia sayangnya tidak diimbangi dengan perlakuan yang layak dari negara penjajahnya. Orang-orang kulit hitam Kongo dilarang menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan koloni & dipersulit upayanya jika ingin menempuh pendidikan tinggi.

Tahun 1945, Perang Dunia II berakhir & muncul gelombang kemerdekaan massal di Asia & Afrika. Belgia sendiri masih enggan membiarkan Kongo merdeka karena selain besarnya kontribusi Kongo terhadap perekonomian Belgia, Belgia merasa kalau rakyat Kongo masih belum siap & belum cukup terdidik untuk mengelola urusannya secara mandiri jika daerah yang bersangkutan benar-benar menjadi negara merdeka.

Sebagai gambaran singkat, dari 14 juta rakyat Kongo, jumlah orang pribumi Kongo yang memiliki ijazah universitas tidak sampai 20 orang. Fenomena yang ironisnya disebabkan oleh kebijakan Belgia sendiri selama mengelola daerah jajahannya.

Peta lokasi Kongo. (freeworldmaps.net)

Tahun 1950, orang-orang Kongo yang dipimpin oleh Joseph Kasavubu mendirikan organisasi bernama Association des Bakongo (ABAKO; Asosiasi Bakongo) sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan etnis Bakongo di Kongo. Sembilan tahun berselang, muncul kerusuhan di ibukota Leopoldville (sekarang Kinshasa) pasca keluarnya pengumuman kalau pemerintah Belgia melarang ABAKO menggelar rapat terbuka.

Ketika situasi di Kongo semakin tak terkendali, pemerintah Belgia lalu mengundang tokoh-tokoh Kongo untuk melakukan perundingan pada bulan Januari 1960. Hasilnya, dicapailah kesepakatan kalau Belgia akan memerdekakan Kongo setelah daerah yang bersangkutan menggelar pemilu.

Kelurnya kesepakatan tersebut lalu diikuti dengan menjamurnya partai-partai politik di Kongo, di mana mereka memanfaatkan sentimen etnis untuk menggalang dukungan. ABAKO contohnya, keanggotaan mereka didominasi oleh etnis Bakongo.

Selain ABAKO, ada Movement Nationale Congolese (MNC; Gerakan Nasional Kongo) yang dipimpin oleh Patrice Lumumba & mayoritas pendukungnya berasal dari provinsi Kivu & Orientale. BALUBAKAT keanggotaannya didominasi oleh etnis Baluba di perbatasan provinsi Katanga & Kasai. Ada pula CONAKAT yang didirikan oleh Moise Tshombe & berambisi menjadikan Katanga sebagai daerah dengan kemandirian luas.

Bulan Mei 1960, pemilu yang dijanjikan pemerintah Belgia akhirnya benar-benar digelar. Hasilnya, MNC berhasi keluar sebagai pemenang. Kasavubu diangkat menjadi presiden, sementara Lumumba menjadi perdana menterinya.

Sebulan kemudian, Belgia secara resmi memberikan kemerdekaan kepada Kongo. Namun, timbul masalah baru karena sebagai figur dengan kharisma & popularitas tinggi di seantero Kongo, Lumumba memiliki sentimen anti-asing yang sangat mendalam. Sementara masih ada orang-orang Belgia yang bermukim & bekerja di Kongo. Hal inilah yang menjadi awal dari periode krisis & penuh kekacauan di negara muda tersebut.


Patrice Lumumba. (AP / bbc.co.uk)


BERJALANNYA KRISIS

Pembangkangan oleh Provinsi Katanga & Kasai Selatan

Bulan Juli 1960, provinsi Katanga mendeklarasikan kemerdekaan dari Kongo secara sepihak. Keberanian Katanga untuk memerdekakan diri tidak lepas dari status Katanga sebagai daerah yang kaya akan logam mulia & adanya dukungan dari Belgia serta perusahaan tambang Union Miniere (UM) yang pemiliknya adalah orang-orang Eropa.

Untuk urusan keamanan contohnya, pasukan Belgia secara diam-diam melatih milisi-milisi Katanga & para tentara bayaran yang direkrut dari luar negeri. Sementara untuk urusan diplomasi, Tshombe giat mencitrakan dirinya sebagai figur yang bisa bersahabat dengan Barat sambil mencitrakan Lumumba sebagai sosok yang anti-asing & pro-komunis. Bulan Agustus 1960, giliran bagian selatan provinsi Kasai yang memerdekakan diri - juga dengan dukungan rahasia dari UM & Belgia.

Melihat provinsinya melepaskan diri 1 demi 1 & merasa kalau militer negaranya sendiri tidak cukup kuat untuk menggagalkan pemberontakan, Lumumba lalu meminta bantuan kepada PBB. Namun PBB menolak dengan alasan masalah Katanga & Kasai Selatan adalah masalah internal Kongo.

Frustrasi, Lumumba lalu meminta bantuan alutsista kepada Uni Soviet. Gayung bersambut setelah Uni Soviet setuju untuk mengirimkan belasan pesawat angkut Ilyushin Il-14 & sejumlah truk militer. Uni Soviet berharap bisa menjadikan Kongo sebagai sekutunya mengingat Kongo memiliki lokasi yang strategis di tengah-tengah Afrika & tanahnya juga kaya akan sumber daya alam.

Pesawat Ilyushin Il-14. (flight-manuals-online.com)

Keputusan Lumumba untuk meminta bantuan kepada Uni Soviet ternyata tidak disukai oleh sejumlah orang di pemerintahan Kongo yang khawatir kalau tindakan Lumumba tersebut akan membuat Kongo semakin dikucilkan oleh negara-negara Blok Barat. Konflik pun pecah antara Lumumba & Kasavubu beserta massa pendukung masing-masing figur.

Adalah Kasavubu yang akhirnya keluar sebagai pemenang setelah militer Kongo yang dipimpin oleh Kolonel Joseph Mobutu & bersimpati kepada Kasavubu berhasil menangkap Lumumba pada tanggal 1 Desember 1960. Ketika berita mengenai pelengseran & penangkapan Lumumba tersiar, massa pendukung Lumumba di seantero Kongo langsung turun ke jalanan untuk menuntut pembebasan Lumumba.

Karena Lumumba dianggap terlalu berbahaya jika dibiarkan tetap hidup di wilayah Kongo, Mobutu lalu menerbangkan Lumumba ke Katanga & membiarkan pasukan Katanga menyiksa Lumumba hingga tewas. Alih-alih sukses memadamkan pemberontakan, kematian Lumumba justru membuat amarah para pendukung Lumumba semakin menghebat.

Sisa-sisa pendukung Lumumba yang mayoritasnya terkonsentrasi di Kongo timur kini mendeklarasikan pemerintahan tandingan di kota Stanleyville dengan Antoine Gizenga sebagai pemimpinnya. Kongo pun kini terbelah menjadi 4 negara : Kongo-Leopoldville (barat), Kongo-Stanleyville (timur), Kasai Selatan (tengah), & Katanga (selatan).


Peta Kongo sesudah tewasnya Lumumba.


Menyatukan Kembali Negara yang Tercerai Berai

Di masing-masing wilayah, timbul aksi saling bunuh terhadap mereka yang berasal dari etnis rival. Untuk mencegah situasi bertambah buruk, PBB kemudian mengundang perwakilan dari masing-masing negara di Kongo untuk melakukan perundingan di Coquilhatville, provinsi Equateur.

Hasilnya, masing-masing negara - kecuali Katanga - sepakat untuk tetap menjadi bagian dari Kongo & mengakui rezim Leopoldville sebagai pemerintahan Kongo yang sah. Sebagai tindak lanjut atas hasil pertemuan tersebut, pada bulan Agustus 1961 parlemen Kongo menunjuk Cyrille Adoula yang berhaluan moderat sebagai perdana menteri Kongo yang baru.

Sementara itu di Katanga sendiri, pasukan Katanga semakin sering melakukan serangan-serangan sporadis ke markas pasukan PBB. Pasukan PBB yang dipimpin oleh Conor O'Brien lantas membalasnya dengan cara menduduki gedung-gedung komunikasi & pos-pos militer Katanga.

Tindakan O'Brien & pasukannya dianggap semakin memperkeruh konflik sehingga sekjen PBB, Dag Hammarskjold, kemudian berinisiatif terbang ke Rhodesia Utara (sekarang Zambia) untuk melakukan perundingan damai dengan perwakilan Katanga.

Apa lacur, pesawat yang ditumpangi oleh Hammarskjold ternyata malah ditembak jatuh pada tanggal 17 September. Semua penumpang dalam pesawat tersebut dilaporkan tewas.

Dag Hammarskjold. (theconversation.com)

Terkejut & masih diliputi suasana berduka, PBB terpaksa menuruti keinginan Katanga untuk membiarkan pasukan Katanga menguasai kembali pos-pos militer & gedung komunikasi yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan PBB. Kendati demikian, Katanga ternyata masih enggan berhenti & tetap melakukan serangan sporadis kepada pasukan PBB.

Kali ini PBB yang sudah dipimpin oleh Sekretaris Jenderal U Than memberikan respon yang jauh lebih keras. Ia memberikan izin kepada pasukan PBB di Katanga untuk mengakhiri serangan-serangan pasukan Katanga dengan cara apapun. Satu-satunya cara untuk mengakhiri serangan tak berkesudahan pasukan Katanga adalah dengan cara membasmi mereka dari pusatnya. Dan memang itulah tindakan yang kini dilakukan oleh pasukan PBB.

Tanggal 28 Desember 1962, pasukan PBB melakukan serangan mendadak untuk menguasai gedung-gedung komunikasi di Katanga. Sementara dari arah udara, pesawat PBB menghancurkan pesawat-pesawat pasukan Katanga yang sedang diparkir. Sebulan berlalu, Tshombe & sisa-sisa pengikutnya kini terjebak di Kolwezi.

Merasa tidak memiliki pilihan lain, Tshombe pun setuju untuk berhenti melanjutkan perlawanan & berhenti memperjuangkan kemerdekaan Katanga. Sebagai gantinya, Tshombe memperoleh pengampunan hukuman. Senjata pasukan Katanga dilucuti & para tentara bayaran dideportasi keluar Kongo. Konflik di Katanga berakhir dengan kembalinya daerah tersebut menjadi bagian dari Kongo.


Merantai Para Singa di Belantara Timur

Masalah Katanga sudah berhasil diatasi, timbul masalah baru di Kongo timur setelah PM Adoula membuat keputusan kontroversial untuk membubarkan parlemen pada bulan September 1963. Sisa-sisa simpatisan Lumumba berinisiatif untuk kembali memberontak pada tahun 1964 dengan mengusung nama "Simba" (bahasa Swahili untuk "singa") sebagai nama kelompoknya.

Tanggal 4 Agustus, Simba berhasil menduduki kota Stanleyville tanpa kesulitan setelah pasukan Kongo yang ditempatkan di sana lari tunggang langgang tanpa memberikan perlawanan. Pasca keberhasilan menguasai Stanleyville, Simba kemudian mendeklarasikan pemerintahan tandingan dengan nama "Republik Rakyat Kongo".

Pasukan Simba. (miamiherald.com)

Merasa kalau militer negaranya sendiri tidak bisa diandalkan, Kasavubu selaku presiden Kongo lalu meminta bantuan kepada Tshombe. Tshombe setuju untuk membantu Kasavubu setelah Kasavubu bersedia mengangkat Tshombe menjadi perdana menteri Kongo yang baru. Untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkannya untuk menumpas Simba, Tshombe kemudian menghubungi rekan-rekan tentara bayarannya yang dulu pernah membantunya di Katanga.

Belakangan, AS juga memberikan bantuan pilot & pesawat kepada militer Kongo karena AS khawatir kalau Simba berencana mengubah Kongo menjadi negara komunis. Hasilnya, militer Kongo yang awalnya kepayahan kini menjadi jauh lebih kuat & sukses mengalahkan pasukan Simba di sepanjang rute yang mereka lewati.

Melihat situasi di medan konflik yang tidak lagi memihak Simba, Uni Soviet kemudian meresponnya dengan cara memberikan bantuan senjata api kepada Simba. AS lantas membalasnya dengan cara mengirimkan tambahan pesawat & pilot untuk memperkuat angkatan udara Kongo. Konflik di Kongo timur memanas. Banyak milisi Simba yang mati bergelimpangan akibat serangan udara pasukan Kongo & sekutunya. Ketika pasukan Kongo & sekutunya semakin dekat dengan Stanleyville, pasukan Simba kemudian menangkapi ratusan orang kulit putih di Stanleyville & menjadikan mereka sebagai sandera.

Karena banyak dari para sandera tersebut merupakan warga negara Belgia, Belgia kemudian menerjunkan pasukan khusus ke Staneyville via parasut pada bulan November 1964 untuk menyelamatkan para sandera. Sementara itu di tepi Stanleyville, pasukan Kongo & para tentara bayaran mulai menyerbu masuk ke kota tersebut. Desingan peluru & teriakan kesakitan terdengar di mana-mana.

Pasukan Belgia ketika melakukan operasi penyelamatan sandera.

Hanya dalam waktu singkat, Stanleyville berhasil dikuasai oleh pasukan Kongo & sekutunya. Sementara orang-orang kulit putih yang disandera oleh Simba berhasil diselamatkan & dievakuasi keluar Stanleyville via bandara. Dengan jatuhnya Stanleyville, berakhir pula riwayat Simba & negara bentukan mereka.

Bulan November 1965, menyusul timbulnya konflik di pemerintahan antara Kasavubu dengan Tshombe, Mobutu kembali melakukan kudeta militer & mendeklarasikan dirinya sebagai presiden Kongo yang baru. Naiknya Mobutu sebagai presiden didukung oleh AS yang menganggap Mobutu sebagai sekutu yang bisa diandalkan dalam perang melawan komunisme.

Pasca kudeta, Kasavubu mundur dari dunia politik & menghabiskan sisa hidupnya di kota Boma, Kongo barat. Sementara Tshombe melarikan diri ke Spanyol setelah Mobutu mendeklarasikan Tshombe sebagai buronan politik.

Sementara itu di Kongo timur, para tentara bayaran yang dulu membantu militer Kongo mengalahkan Simba kini menjadikan Stanleyville sebagai tempat untuk memperkaya diri dengan cara merampas uang dari penduduk setempat. Hal tersebut jelas tidak disukai oleh pemerintah Kongo yang kemudian meminta para tentara bayaran tadi untuk pergi dari Kongo.

Ketika para tentara bayaran tersebut memilh untuk memberontak alih-alih menuruti permintaan pemerintah Kongo, konflik pun pecah antara keduanya. Karena pasukan Kongo memiliki keunggulan dalam hal jumlah personil & kelengkapan senjata, pemberontakan tersebut berhasil ditumpas seutuhnya pada bulan November 1967.



KONDISI PASCA KRISIS

Pasca berakhirnya Krisis Kongo, Mobutu kini menjadi pemimpin Kongo yang tak terbantahkan. Dengan dalih melestarikan identitas & budaya asli Kongo, Mobutu melakukan penggantian nama secara massal. Nama "Kongo" diubah menjadi "Zaire" pada tahun 1971. Bendera nasional Kongo / Zaire diubah motifnya menjadi berwarna hijau dengan gambar obor di bagian tengah.

Kota-kota seperti Leopoldville, Stanleyville, & Elizabethville secara berturut-turut namanya diubah menjadi Kinshasa, Kisangani, & Lubumbashi. Mobutu juga menngganti namanya sendiri dari yang awalnya Joseph-Desire Mobutu menjadi Mobutu Sese Seko Koko Ngbendu Wa Za Banga, atau biasa dikenal secara singkat sebagai Mobutu Sese Seko.

Mobutu Sese Seko. (Jean-Marc Bouju / theguardian.com)

Di sektor politik, Mobutu meniadakan posisi perdana menteri & menjadikan Zaire layaknya negara kediktatoran. Keberadaan partai oposisi dilarang & sensor ketat atas media diterapkan. Sementara di sektor militer, Mobutu memonopoli posisi Menteri Pertahanan & komandan tertinggi angkatan bersenjata sambil menempatkan orang-orang dekatnya di posisi penting agar dirinya aman dari kudeta militer.

Mobutu juga membiarkan Zaire menjadi markas bagi kelompok-kelompok pemberontak anti-komunis, misalnya kelompok UNITA yang bermusuhan dengan rezim komunis Angola. Ketika pemerintah Angola membalasnya dengan cara mendukung kelompok pemberontak FLNC yang anti-Mobutu, barulah Zaire menghentikan dukungannya kepada UNITA.

Tahun 1991, Perang Dingin berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai patron komunisme dunia. Dengan runtuhnya Uni Soviet, AS tidak lagi memiliki alasan untuk mendukung rezim Mobutu sehingga posisinya sebagai penguasa Zaire pun mulai goyah. Dunia internasional menekan Mobutu agar mengubah gaya pemerintahan otoriternya, sementara rakyat Zaire sudah muak dengan tindakan Mobutu yang mengekang rakyatnya sendiri & menggunakan kekayaan alam Zaire untuk memperkaya diri.

Puncaknya adalah ketika pada tahun 1996, penduduk Kongo timur yang dibantu oleh Rwanda, Uganda, & Angola melakukan pemberontakan untuk menggulingkan rezim Mobutu. Pemberontakan tersebut juga dikenal dengan sebutan "Perang Kongo Pertama" & berakhir pada tahun 1997 dengan kaburnya Mobutu ke luar negeri.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1960 - 1967
-  Lokasi : Kongo

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Kongo rezim Kasavubu
       melawan
(Negara)  -  Kongo rezim Lumumba
(Grup)  -  Simba (1964)
       melawan
(Daerah)  -  Katanga, Kasai Selatan
(Negara)  -  Belgia
(Grup)  -  pasukan tentara bayaran luar negeri
       melawan
(Negara)  -  pasukan multinasional PBB (1960 - 1962)

Hasil Akhir
-  Kemenangan pihak Kongo pendukung Kasavubu
-  Kasavubu dikudeta & digantikan oleh Joseph Mobutu / Mobutu Sese Seko

Korban Jiwa
Tidak jelas



REFERENSI

 - . 2008. "Kasavubu, Joseph". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Itsaini, F.M.. 2021. "Misi Garuda: Peran Indonesia Menjaga Perdamaian Dunia Lewat Kontingen Garuda".
(news.detik.com/berita/d-5491938/misi-garuda-peran-indonesia-menjaga-perdamaian-dunia-lewat-kontingen-garuda)

Johnson, R.C.. 1997. "Heart of Darkness: the Tragedy of the Congo, 1960-67".
(worldatwar.net/chandelle/v2/v2n3/congo.html)

Lemarchand, R.. 2008. "Congo". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Meditz, S.W.. 1993. "Armed Forces Mission and Organization".
(www.country-data.com/cgi-bin/query/r-15148.html)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.