Perang Candu, Penyebab Dikuasainya Hong Kong oleh Inggris



Kapal perang Dinasti Qing semasa berlangsungnya Perang Candu. (Sumber)

Candu (opium, poppy) adalah sebutan untuk sejenis bahan narkotik yang berasal dari tanaman Papaver somniferum. Awalnya digunakan untuk keperluan pengobatan sebagai obat bius, fungsinya kemudian bergeser menjadi obat pemberi kesenangan bagi pemakainya. Karena candu memberi efek ketagihan bagi orang yang mengkonsumsinya, candu lantas menjadi asal-muasal dari kosakata "kecanduan". Dan karena candu pulalah, Cina di era monarki sempat terlibat Perang Candu dengan negara-negara Eropa.

Perang Candu (Opium War) adalah sebutan untuk konflik militer yang terjadi di wilayah timur Cina (saat itu dikuasai oleh Dinasti Qing) pada abad ke-19. Nama "candu" diberikan untuk perang ini karena perang yang bersangkutan timbul karena masalah perbedaan pendapat antara Dinasti Qing & Inggris mengenai perdagangan candu di daratan Cina.

Berdasarkan waktu kejadiannya, Perang Candu terbagi ke dalam 2 periode : periode pertama (1839 - 1842) & periode kedua (1856 - 1860). Akibat perang ini, Dinasti Qing harus kehilangan sebagian kecil wilayahnya (salah satunya Hong Kong) & reputasi Dinasti Qing sebagai negara adidaya Asia Timur memudar.



LATAR BELAKANG

Penyebab Perang Candu tidak lepas dari masih kuatnya praktik merkantilisme dalam perdagangan internasional. Dalam merkantilisme, suatu negara idealnya memiliki neraca ekspor & impor yang seimbang agar jumlah kepingan emas & perak - alat pembayaran yang lazim dipakai pada masa itu - yang ada di negara terkait jumlahnya selalu cukup.

Sejak negara-negara Eropa melakukan hubungan dagang langsung dengan wilayah Cina, jumlah impor mereka selalu lebih tinggi daripada ekspor akibat tingginya permintaan komoditas Cina seperti sutra & porselin di Eropa. Sementara para pedagang Eropa tidak memiliki komoditas dengan tingkat permintaan tinggi di Cina.

Orang-orang Cina yang sedang menikmati candu. (Sumber)

Semua itu seketika berubah ketika semakin banyak rakyat Cina yang tertarik untuk mengkonsumsi candu sebagai penghilang stress & pemberi kenikmatan. Karena Dinasti Qing selaku penguasa Cina melarang penggunaan & peredaran candu, maka para pedagang Eropa (utamanya Inggris, melalui kongsi dagang East Indian Company / EIC) kemudian menggunakan jalur ilegal supaya bisa menyelundupkan candu ke dalam wilayah Dinasti Qing.

Sebagai gambaran singkat, jika pada tahun 1767 jumlah candu yang diekspor ke Cina hanya sekitar 1.000 peti per tahunnya, pada tahun 1838 jumlahnya sudah menggelembung menjadi sekitar 40.000 peti per tahun.

Semakin banyaknya candu yang mengalir ke dalam Cina tak pelak membuat Dinasti Qing merasa geram. Selain karena menganggap penggunaan candu berdampak pada menurunnya kondisi fisik & mental penggunanya, kegiatan impor ilegal candu berakibat pada mengalirnya persediaan keping logam mulia di Cina keluar negeri.

Maka, pada tahun 1839 aparat Dinasti Qing menghancurkan gudang-gudang penyimpanan candu milik para pedagang Inggris di Canton / Guangzhou, Cina selatan. Dinasti Qing juga mengharuskan para pedagang Inggris menandatangani kesepakatan yang beberapa poin pentingnya adalah melarang perdagangan opium & mengharuskan para pedagang asing tunduk pada sistem hukum Cina.



PERANG CANDU PERTAMA (1839 - 1842)

Karena pemerintah Inggris tidak percaya dengan sistem hukum Cina, Inggris melarang kapal-kapal dagangnya untuk berlabuh di Cina ataupun menandatangani kesepakatan terkait. Inggris juga menempatkan sejumlah kapal perangnya di dekat Muara Canton untuk memastikan agar tidak ada kapal dagang Inggris yang melanggar.

Namun pada bulan November 1839, salah 1 kapal dagang Inggris yang bernama Royal Saxon enggan mematuhi seruan pemerintah & tetap berlayar ke Canton. Kapal-kapal perang Inggris lantas meresponnya dengan cara melepaskan tembakan peringatan.

Peta lokasi Canton / Guangzhou. (Sumber)

Untuk menunjukkan komitmen Dinasti Qing dalam melindungi para pedagang asing yang mau bersikap kooperatif dengan mereka, Dinasti Qing lantas mengirimkan sejumlah kapal perangnya untuk melindungi Royal Saxon. Pertempuran pun pecah antara armada laut Qing dengan Inggris.

Karena kapal-kapal Inggris dilengkapi dengan persenjataan yang lebih maju dibandingkan kapal-kapal Qing yang masih berupa kapal layar tradisional (jung), pertempuran tersebut berakhir dengan keberhasilan armada Inggris menenggelamkan sejumlah besar kapal perang Cina.

Bulan Juni 1840, armada laut Inggris yang dilengkapi dengan kapal uap tiba di Canton & mulai menembaki bangunan-bangunan yang ada di sepanjang tepi pantai. Pasukan Dinasti Qing tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka hanya dilengkapi dengan senapan & meriam model lawas yang akurasi & jarak tembaknya masih buruk. Memasuki tahun 1841, giliran benteng Bogue yang ada di Muara Canton yang berhasil dikuasai oleh pasukan Inggris.

Setelah berhasil menguasai Canton, pasukan Inggris kemudian mengangkat sauh menuju muara Sungai Yangtze, Cina tengah. Inggris sekali lagi menunjukkan superioritasnya setelah mereka berhasil menguasai muara Yangtze & menduduki kota Shanghai pada pertengahan tahun 1842. Lalu pada bulan Juli 1842, giliran kota Chinkiang yang ada di tepi Sungai Yangtze yang berhasil dikuasai oleh pasukan Inggris. Merasa tidak berdaya & tidak sanggup lagi melanjutkan perang, Dinasti Qing terpaksa mengibarkan bendera putih & memulai perundingan damai dengan perwakilan Inggris.



PERIODE JEDA ANTAR PERANG (1842 - 1856)

Tanggal 29 Agustus 1842, perwakilan Qing & Inggris menandatangani kesepakatan damai di Nanking, Cina timur. Berdasarkan traktat tersebut, Inggris & EIC akan menarik mundur pasukannya dari Cina. Sebagai gantinya, Qing harus membuka 5 pelabuhan baru untuk para pedagang Inggris, menjadikan Inggris sebagai prioritas dalam hubungan dagang, melepaskan seluruh tawanan perang Inggris, serta membayar biaya ganti rugi perang yang jumlahnya mencapai 21 juta keping perak.

Dinasti Qing juga harus menyerahkan Pulau Hong Kong ke Inggris. Perjanjian ini lantas dikenal pula dengan istilah "traktat yang tidak adil" (unequal treaty) karena poin-poin dalam kesepakatannya lebih banyak yang menguntungkan pihak Inggris. 

Kapal perang Inggris. (Sumber)

Kekalahan dalam Perang Candu Pertama sekaligus menunjukkan kalau Dinasti Qing aslinya hanyalah negara besar dengan angkatan perang yang lemah. Hal tersebut lantas dimanfaatkan oleh negara-negara lainnya untuk meminta perjanjian serupa dengan Dinasti Qing.

Amerika Serikat contohnya, mereka berhasil mengamankan Traktat Wanghia dengan Qing pada tahun 1844, di mana poin-poin dalam Traktat Wanghia memiliki kemiripan dengan Traktat Nanking. Adapun selain AS, negara lain yang berhasil meresmikan perjanjian berat sebelah dengan Qing di tahun yang sama adalah Perancis dalam wujud Traktat Whampoa.

Traktat Nanking ternyata masih belum memuaskan pihak Inggris. Mereka meminta pihak Qing membuka semua pelabuhan untuk pedagang asing, menghapus pajak untuk komoditas impor dari Inggris, & melegalkan perdagangan candu.

Ketika Qing menangguhkan permintaan-permintaan tersebut, Inggris lalu mencari cara supaya Qing mau mengabulkan permintaan-permintaan tadi sesegera mungkin. Momen yang dinanti Inggris akhirnya tiba ketika pada tanggal 8 Oktober 1856, aparat Cina menangkap kapal "Arrow" yang berasal dari Hong Kong atas tuduhan penyelundupan & pembajakan.



PERANG CANDU KEDUA (1856 - 1860)

Ketika Dinasti Qing menolak permintaan Inggris agar para awak kapal Arrow dibebaskan, kapal-kapal perang Inggris mulai menembaki benteng-benteng & kapal-kapal Qing pada bulan Oktober hingga November 1856. Inggris juga menghubungi Rusia, AS, & Perancis dengan harapan negara-negara tadi mau membantu Inggris.

Rusia & AS menolak tawaran Inggris, namun respon sebaliknya ditunjukkan oleh Perancis karena Perancis ingin membalas tindakan Dinasti Qing yang membunuh misionaris August Chapdelaine atas tuduhan menyebarkan agama tanpa izin & bekerja sama dengan pemberontak Kristen Taiping. Perang Candu Ke-2 juga dikenal dengan nama "Perang Arrow" (Arrow War) karena perang tersebut diawali oleh insiden yang melibatkan kapal Arrow.

Lukisan mengenai pertempuran di Canton pada tahun 1857. (Sumber)

Tahun 1857, pasukan gabungan Inggris & Perancis berhasil merebut benteng-benteng di sebelah selatan Canton tanpa perlawanan. Sesudah itu, giliran kota Canton yang berhasil direbut oleh pasukan gabungan keduanya. Keberhasilan pasukan gabungan Inggris & Perancis tidak lepas dari kacaunya situasi domestik Cina saat itu di mana selain harus terlibat dalam Perang Candu Ke-2, pasukan Qing juga harus memadamkan Pemberontakan Taiping yang sudah berlangsung sejak tahun 1850.

Bulan Mei 1858, Benteng Taku yang terletak di dekat kota Tianjin, Cina timur laut, berhasil diduduki oleh pasukan gabungan Inggris & Perancis. Dinasti Qing lagi-lagi mengaku kalah & perundingan damai dilangsungkan di Tianjin tak lama kemudian.

Berdasarkan kesepakatan damai yang selesai dibuat pada bulan Juni 1858 tersebut, Inggris, Perancis, AS, & Rusia boleh membuka kedutaan asing di Beijing, kapal-kapalnya bebas berlayar di Sungai Yangtze, & bisa mengakses 11 pelabuhan baru yang sebelumnya tidak boleh disinggahi oleh kapal asing.

Bukan hanya itu, Dinasti Qing juga harus membayar ganti rugi perang yang jumlahnya mencapai 8 juta tael perak (1 tael kurang lebih sama dengan 37 gram). Atas desakan dari istrinya yang bernama Cixi & terkenal sangat anti dengan Barat, Kaisar Xianfeng menolak meresmikan Traktat Tianjin sehingga perang pun kembali meletus pada tahun 1860.

Inggris & Perancis mendaratkan pasukannya di Tianjin pada bulan Agustus sebelum kemudian bertolak menuju kediaman Kaisar di Beijing. Di tengah-tengah perjalanan, mereka sempat dicegat pasukan Qing, namun pasukan gabungan Inggris & Perancis berhasil mengalahkan pasukan Qing di mana jumlah korban tewas di pihak Qing mencapai 10 ribu jiwa. Sesampainya di Beijing pada bulan Oktober 1860, pasukan Inggris & Perancis membakar kompleks istana & menjarah benda-benda berharga di dalamnya.


Lukisan mengenai pasukan Perancis (kanan) semasa Perang Candu Kedua. (Sumber)


KONDISI PASCA PERANG

Hanya berselang beberapa hari setelah kompleks istana di Beijing dibakar, perwakilan Dinasti Qing terlibat perundingan damai dengan perwakilan negara-negara Barat di Beijing. Berdasarkan hasil perundingan tersebut, Dinasti Qing setuju untuk mematuhi Traktat Tianjin beserta poin-poin kesepakatan baru seperti melegalkan perdagangan candu, menyerahkan Semenanjung Kowloon yang terletak di seberang Hong Kong ke Inggris, & berhenti mendiskriminasi para penganut agama Kristen di Cina.

Dalam traktat yang sama, Qing juga setuju untuk membuka akses pelabuhan Tianjin ke pihak asing & menyerahkan wilayah seluas 400.000 km persegi di Cina timur ke Rusia. Hasil dari perundingan di Beijing sekaligus menjadi penutup resmi dari Perang Candu.

Perang Candu merupakan aib besar bagi Dinasti Qing karena perang ini menunjukkan betapa tidak berdayanya mereka ketika harus terlibat perang dengan negara-negara Barat yang teknologinya sudah jauh lebih maju. Untuk mengatasinya, Dinasti Qing lalu melakukan reformasi besar-besaran. Pabrik-pabrik senjata & perkapalan modern didirikan. Sistem administrasi & pendidikan militer yang terispirasi dari negara Barat diadopsi.

Walaupun awalnya terlihat menjanjikan, kombinasi dari terbatasnya anggaran negara, masih seringnya Dinasti Qing terlibat konflik dengan negara lain yang lebih maju, maraknya praktik korupsi serta nepotisme, & tidak efektifnya sistem pengambilan keputusan membuat reformasinya gagal membuahkan hasil yang diharapkan.

Foto pelabuhan Hong Kong di tahun 1890. (Sumber)

Sudah disinggung sebelumnya kalau wilayah Hong Kong berpindah tangan ke Inggris sebagai bagian dari perjanjian damai antara Qing & Inggris. Sejak menguasai Hong Kong, Inggris menjadikan Hong Kong sebagai kota pelabuhan strategis yang berujung pada semakin banyaknya orang yang menetap di Hong Kong.

Di akhir perang saudara Cina contohnya, banyak orang Cina yang bermigrasi ke Hong Kong karena tidak ingin diperintah oleh rezim komunis. Namun kekuasaan Inggris atas Hong Kong tidak berlangsung selamanya setelah pada bulan Juli 1997, Inggris setuju untuk kembali menyerahkan Hong Kong ke Cina. Sekarang, Hong Kong merupakan salah 1 daerah termakmur & terpadat di dunia.   -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1839 - 1842, 1856 - 1860
- Lokasi : Cina

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Inggris, Perancis (1856 - 1860)
(Grup)  -  EIC
     melawan
(Negara)  -  Dinasti Qing / Cina

Hasil Akhir
- Kemenangan Inggris & sekutunya
- Dinasti Qing kehilangan sebagian kecil wilayahnya di sebelah timur

Korban Jiwa
Tidak jelas (lebih dari 20.000 jiwa)



REFERENSI

About.com - Second Opium War : Overview
About.com - The First and Second Opium Wars
GlobalSecurity.com - Opium Wars
Wikipedia - First Opium War
 - . 2008. "Opium trade". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.
 - . 2008. "Unequal Treaty". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.
Leung, C. K.. 2008. "Hong Kong". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.







COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



5 komentar:

  1. Min boleh usul gak tolong donk bahas tentang pemberontakan taiping di era dinasti Qing

    BalasHapus
  2. Tq ya ut infonya...

    BalasHapus
  3. Yang benar adalah kapal candu Inggris ditangkap oleh Tiongkok karena menyelundupkan candu ke Tiongkok.
    Inggris membela kapal penyelundup candu dan menyerang Tiongkok, akibatnya Tiongkok kalah karena armadanya kalah kuat.
    Inggris membuat perjanjian yang tidak seimbang dengan mewajibkan Tiongkok menyerahkan Hongkong dan membayar biaya perang Inggris dengan perak dalam jumlah yang sangat besar.
    https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Candu_Pertama
    https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Candu_Kedua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya berarti yang anda maksud itu insiden penyitaan kapal Arrow, yang kemudian jadi pemicu Perang Candu Kedua.

      Hapus
  4. kalo di manga cina katanya jago banget, ko disini kacrut banget

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.