Cacing Kapal, Hewan Kecil yang Ditakuti Para Pelaut



Permukaan kayu yang berlubang akibat serangan cacing kapal. (whoi.edu)

Cacing kapal laut (naval shipworm; Teredo navalis) adalah sebutan untuk sejenis hewan laut yang memperoleh nama demikian sebagai akibat dari tubuhnya yang memanjang seperti cacing & kebiasaan hewan ini untuk hidup pada kapal. Faktanya adalah, cacing kapal sebenarnya bukanlah cacing, melainkan sejenis mollusca. Apa itu mollusca?

Mollusca adalah nama dari filum dalam klasifikasi ilmiah di mana hewan-hewan yang termasuk dalam filum ini memiliki ciri-ciri berupa tubuh yang lunak & cangkang yang keras. Selain cacing kapal, hewan-hewan seperti siput, kerang, & cumi-cumi juga dikategorikan sebagai mollusca.

Jika diamati secara seksama, cacing kapal memiliki tubuh panjang yang bertekstur lunak & berwarna pucat kemerahan. Di salah satu ujung tubuhnya, terdapat bulatan keras yang aslinya merupakan cangkang cacing kapal. Sementara di bagian ujung tubuhnya yang satu, terdapat 2 anggota tubuh menyerupai tentakel yang aslinya merupakan sifon.

Fungsi dari cangkang cacing kapal adalah untuk menempel sambil menggeregoti kayu, sementara fungsi dari sifonnya adalah untuk bernapas, menghisap plankton, & membuang kotoran. Cacing kapal bisa tumbuh hingga sepanjang 58 cm, namun ukuran cacing kapal yang lazim ditemui adalah sekitar 20 cm.

Cacing kapal merupakan hewan yang sangat ditakuti oleh para pelaut di Samudera Pasifik, Atlantik, & perairan sekitar Eropa. Penyebabnya tidak lepas dari cara hidup hewan ini di mana sekali menempel pada dinding kapal, cacing kapal akan melubangi dinding kapal yang bersangkutan sehingga kapal menjadi bocor & tidak bisa lagi digunakan.

Selain dinding kapal, benda-benda buatan manusia lainnya yang terbuat dari kayu & terpapar oleh air laut semisal bendungan juga tidak luput dari ancaman hewan ini. Di era Yunani Kuno, para pelaut setempat melapisi badan kapalnya dengan campuran lilin & ter supaya kapalnya aman dari serbuan cacing kapal. Kalau di abad ke-18, armada Inggris menggunakan tembaga untuk melapisi bagian luar kapalnya.

Ilustrasi cacing kapal di dalam kayu. (Michigan Science Art / animaldiversity.org)

Hebatnya dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh cacing kapal tidak lepas dari pola hidupnya yang memang menjadikan kayu sebagai makanannya. Begitu larva cacing kapal menempel pada kayu, hewan yang bersangkutan akan melubangi kayu & membuat terowongan sebagai liang tempat tinggal sekaligus sumber makanannya. Sesudah itu, cacing kapal akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam liang kayu tersebut.

Cacing kapal bisa mencerna kayu yang keras karena tubuhnya mengandung bakteri yang menghasilkan enzim perusak kayu (selulase). Selain kayu, cacing kapal juga hidup dari memakan plankton dengan menggunakan sifonnya sebagai alat penghisap. Di alam liar, cacing kapal berperan penting dalam proses penghancuran kayu hutan bakau yang hanyut ke laut.

Cacing kapal memiliki siklus hidup & pola reproduksi yang unik. Cacing kapal yang masih muda adalah hermafrodit alias memiliki 2 organ kelamin sekaligus di dalam tubuhnya. Namun begitu sudah memasuki usia tertentu, cacing kapal akan menjadi organisme jantan sebelum kemudian berubah kelamin menjadi betina.

Perkawinan terjadi ketika cacing kapal jantan melepaskan spermanya ke laut lepas & kemudian sebagian dari spermanya tersebut dihisap oleh cacing betina yang berada di dekatnya. Sperma yang sudah dihisap selanjutnya digunakan oleh cacing betina untuk membuahi sel-sel telur yang dikandungnya. Telur yang sudah dibuahi selanjutnya akan berubah menjadi embrio & larva.

Tiga minggu sesudah terjadinya pembuahan, cacing kapal betina akan melepaskan larva yang dikandungnya ke laut lepas. Jumlah larva yang dihasilkan oleh seekor cacing betina bisa mencapai 1,5 juta ekor. Larva tersebut selanjutnya akan hidup terombang ambing mengikuti arus laut sambil memakan plankton yang ada di sekitarnya.

Cacing kapal yang menyembul dari lubang kayu. (poi-australia.com.au)

Ketika sudah memasuki usia tertentu, larva akan menempel pada kayu & memasuki tahap hidup berikutnya sebagai hewan yang hidup mengubur diri di dalam lapisan kayu. Sekitar 6 - 8 minggu sesudah mulai menempel pada kayu, cacing kapal akan memasuki periode kematangan seksual. Seekor cacing kapal bisa hidup hingga usia 3 tahun.

Tidak selamanya cacing kapal menjadi hewan yang merugikan bagi manusia. Di Thailand & Filipina, cacing kapal dimakan baik dalam kondisi mentah-mentah maupun dalam kondisi sudah dimasak & dibumbui. Penduduk Aborigin Australia juga diketahui menjadikan cacing kapal sebagai makanannya.

Di Inggris, struktur tubuh & kemampuan cacing kapal mengebor kayu menginspirasi Marc Brunel untuk membangun mesin raksasa pembuat terowongan. Mesin tersebut kemudian digunakan untuk membangun terowongan di bawah Sungai Thames, Inggris, pada abad ke-19.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



KLASIFIKASI

Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Myoida
Famili : Teredinidae
Genus : Teredo
Spesies : Teredo navalis



REFERENSI

Dash, M.. 2012. "The Epic Struggle to Tunnel Under the Thames".
(www.smithsonianmag.com/history/the-epic-struggle-to-tunnel-under-the-thames-14638810/?no-ist)

Ho, M.. 2013. "Teredo navalis".
(animaldiversity.org/accounts/Teredo_navalis/)

Poseidon Sciences. "Wood damage from Teredo worms in the marine environment".
(www.poseidonsciences.com/teredo-worm.html)

Salvini-Plawen, L. V.. 2008. "Mollusk". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Wines, M.. "Teredo Navalis – Look Like Worms, Taste Like Clams (แกงเลียงเพรียง)".
(migrationology.com/eating-shipworms-teredo-navalis/)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



1 komentar:

  1. Tadi pas memperbaiki perahu saya ada kayak hewan tsb. Lalu browser dapat info disini. Bagus. Sangat bermanfaat

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.