Helenio Herrera, Sang Penyempurna Taktik Sepak Bola Grendel



Helenio Herrera yang sedang memainkan bola. (about.com)

Bagi para penggemar sepak bola Eropa, nama "Catenaccio" pastinya bukanlah nama yang asing. Ya, itu adalah sebutan untuk taktik sepak bola defensif yang identik dengan tim-tim Italia. Menariknya, walaupun identik dengan Italia, ternyata penemu Catenaccio bukanlah orang Italia, melainkan orang Argentina yang bernama Helenio Herrera.

Berkat taktik tersebut, Herrera berhasil menjadikan Inter Milan menjadi salah satu tim terkuat di Eropa pada masanya sehingga taktiknya mulai diadopsi oleh tim-tim lain, utamanya yang berbasis di Italia. Selain Catenaccio, Herrera pulalah yang memperkenalkan konsep mengkarantina pemain sebelum pertandingan (ritiro).

Herrera lahir di Buenos Aires, Argentina, pada tanggal 10 April 1910. Ayahnya adalah tukang kayu yang bersimpati pada ideologi anarkisme, sementara ibunya adalah seorang buta huruf yang berprofesi sebagai petugas kebersihan.

Namun karena terlambat mendaftarkan kelahiran anaknya, keluarga Herrera kemudian memalsukan tahun kelahiran Herrera menjadi 1916 supaya mereka tidak perlu membayar denda. Tahun 1920, keluarga Herrera bermigrasi ke Maroko karena dukungan ayahnya terhadap paham anarkisme membuat dia menjadi target aparat setempat.

Selain harus beradaptasi dengan lingkungan baru, Herrera kecil juga dirundung masalah lain berupa terserang penyakit difteri yang ditandai dengan munculnya bisul pada saluran tenggorokan. Ketika Herrera kecil akhirnya sembuh dari penyakit tersebut, ia kemudian mulai bermain sepak bola & menempati posisi bek.

Klub profesional pertama Herrera adalah klub sepak bola lokal RC Casablanca. Semusim kemudian, ia pindah ke Perancis & bergabung dengan klub CASG Paris dengan harapan bisa lebih mudah menarik perhatian pemandu bakat Eropa & memperbesar peluangnya bergabung ke klub yang lebih mapan.

Peta lokasi Maroko, negara tempat Herrera memulai karir sepak bola profesionalnya. (bbc.co.uk)

Harapan sayangnya tinggal harapan. Walaupun sempat 2 kali dipanggil timnas Perancis, Herrera menghabiskan sisa karir sepak bola profesionalnya sebagai pemain di klub-klub semenjana Perancis hingga tahun 1945.

Usai pensiun, ia kemudian menjajaki karir sebagai pelatih, di mana klub pertama yang dilatihnya adalah klub terakhirnya sebagai pemain profesional, Puteaux. Ia kemudian direkrut untuk menjadi pelatih Stade Francais pada tahun 1945 sambil bekerja paruh waktu sebagai asisten pelatih timnas Perancis.

Herrera kemudian pindah ke Spanyol untuk melatih Valladolid sebelum kemudian dikontrak Atletico Madrid pada tahun 1949. Di klub barunya tersebut, Herrera berhasil membawa Atletico memenangkan Liga Spanyol 2 musim berturut-turut, sekaligus merintis reputasinya sebagai pelatih bertangan dingin. Sesudah itu, Herrera sempat berpindah-pindah klub sebelum kemudian direkrut klub raksasa Barcelona pada tahun 1958.

Di Barcelona inilah, Herrera mulai populer dengan gaya kepelatihannya yang unik. Sebelum pertandingan, para pemain diharuskan meminum teh herbal dengan campuran khusus. Kemudian sebelum para pemain masuk ke lapangan, Herrera akan meminta para pemain membentuk formasi melingkar sambil merangkul pundak rekannya & berseru kalau mereka akan bermain hanya untuk menang.



MENJADI LEGENDA DI ITALIA

Barcelona di bawah Herrera berhasil memenangkan 2 trofi Liga Spanyol serta 2 trofi Inter-Cities Fairs Cup (semacam kompetisi antar klub Eropa) & terkenal dengan gaya permainan menyerangnya. Merasa terkesan dengan prestasi tersebut, Inter kemudian merekrut Herrera pada tahun 1960 dengan harapan Herrera bisa membantu Inter kembali memenangkan Liga Italia.

Hanya beberapa minggu setelah tiba di Milano, Herrera bertemu dengan istri para pemain & memberikan instruksi mengenai asupan makanan yang hanya boleh dikonsumsi oleh suami-suami mereka. Ia juga memperkenalkan konsep "ritiro" di mana menjelang pertandingan, para pemain harus menginap di kamp latihan supaya bisa berkonsentrasi pada pertandingan yang akan datang.

Giacinto Facchetti & Helenio Herrera. (np014j1934 / pinterest.com)

Metode kepelatihan Herrera tidak sampai di sana. Ia mempelajari & mendeskripsikan calon lawannya dengan sangat detail sehingga ketika pemain Inter diberi instruksi untuk menjaga pemain tertentu, pemain yang bersangkutan bisa langsung tahu pemain mana yang dimaksud walaupun ia tidak tahu wajah pemain lawannya.

Herrera juga memiliki kebiasaan mencela pemain bintang sambil memuji pemain yang kualitas individunya biasa-biasa saja untuk membangkitkan motivasi masing-masing pemain. Herrera bahkan tidak segan-segan menjual pemain bintang jika pemain tersebut tidak mau beradaptasi dengan metode kepelatihannya.

Di 2 musim pertamanya, Herrera menjadikan Inter sebagai tim yang sangat produktif dalam hal mencetak gol, namun Inter masih saja gagal menjuarai liga. Sadar kalau dirinya akan dipecat jika tidak ada perubahan, Herrera kemudian merombak total taktik Inter. Formasi 1 sweeper & 4 bek dijadikan formasi utama.

Pertahanan menjadi prioritas & jika para pemain Inter berhasil menguasai bola, mereka diharuskan bisa mengalirkan bola ke depan sesegera mungkin. Posisi gelandang di depan bek ditempati oleh Luis Suarez yang memiliki kreativitas & akurasi umpan di atas rata-rata. Sementara Giacinto Facchetti yang posisi aslinya penyerang dipasang menjadi bek sayap kiri supaya ia selalu memiliki cukup ruang untuk berlari ke depan.

Perubahan-perubahan tersebut sekaligus menandai lahirnya taktik "Catenaccio", bahasa Italia untuk "grendel kunci". Catenaccio sendiri bukanlah murni hasil pemikiran Herrera, melainkan terinspirasi dari taktik Karl Rappan yang bernama "Verrou" (bahasa Perancis untuk "gerendel"). Dalam taktik ini, tim-tim yg dilatih Rappan akan turun dengan formasi 1-3-3-3 sambil memperagakan penjagaan antar pemain yang ketat & garis pertahanan yang dalam.

Berkat taktik ini, Rappan berhasil memenangkan 7 gelar Liga Swiss bersama Servette & Grasshoppers. Ketika Rappan menjadi pelatih timnas Swiss & kembali menerapkan taktik ini, Rappan berhasil membawa Swiss mengalahkan tim kuat Jerman pada babak pertama Piala Dunia 1938.

Formasi terbaik Inter di masa Helenio Herrera. (Jonathan Wilson)

Langkah berani Herrera ternyata merupakan keputusan jitu. Inter memang tidak lagi setajam musim lalu, namun pertahanan mereka jauh lebih solid & rasio kemenangan mereka turut meningkat. Hasilnya, Inter berhasil memenangkan Liga Italia pada musim 1962/63, 1964/65, & 1965/66. Kesuksesan tersebut turut merambat ke luar Italia setelah Inter berhasil memenangkan trofi Piala Eropa (cikal bakal Liga Champions) & Piala Interkontinental pada tahun 1964 & 1965.

Rentetan keberhasilan tersebut lantas membuat tim Inter generasi ini mendapat julukan "La Grande Inter" (Inter yang Agung). Namun di luar segala prestasi tersebut, keberhasilan Inter juga menuai kritikan karena taktik yang digunakan Herrera dianggap terlalu defensif & merusak keindahan sepak bola. Lalu menurut klaim Ferruccio Mazzola - saudara penyerang Inter, Sandro Mazzola - Herrera biasa memberikan pil kepada para pemainnya.



ANTIKLIMAKS HERRERA & INTER

Masa-masa indah Herrera bersama Inter akhirnya harus mencapai titik jenuh. Pemain-pemain kunci Inter kian menua & tidak lagi selincah musim-musim sebelumnya. Praktik ritiro yang awalnya digunakan untuk menjaga konsentrasi pemain belakangan malah membuat pemain semakin tertekan menjelang pertandingan penting.

Herrera juga terlibat percekcokan dengan sekretaris Inter, Italo Allodi. Dampaknya langsung terlihat pada performa Inter di musim 1966/67. Pada bulan April 1967, Inter sebenarnya sedang memimpin klasemen liga dengan keunggulan 4 poin atas Juventus. Namun sesudah itu, performa Inter mengalami penurunan drastis & mereka gagal mengalahkan sisa-sisa lawannya sehingga Juventus berhasil menyalip Inter sekaligus merengkuh scudetto - sebutan lain untuk trofi Liga Italia - di akhir musim.

Para pemain Inter saat mengangkat trofi Piala Eropa 1964. (thesun.co.uk)

Tren negatif Inter di Liga Italia sialnya turut berimbas juga pada performa Inter di Eropa. Inter berhasil mencapai final Piala Eropa di mana yang menjadi lawan inter adalah wakil Skotlandia, Glasgow Celtic. Tanda-tanda kalau Inter bakal tersandung di partai final sudah mulai terlihat ketika Inter tidak bisa diperkuat Suarez akibat cedera. Lalu di malam menjelang final, para pemain mengaku sulit tidur.

Ketika pertandingan final akhirnya berlangsung, Inter berhasil memimpin lebih dulu lewat tendangan penalti Mazzola. Namun sesudah itu, Celtic yang turun dengan formasi 4-2-4 langsung bermain menyerang habis-habisan & membombardir daerah pertahanan Inter. Hasilnya, Celtic berhasil mencetak 2 gol balasan di babak II sekaligus menjadi wakil Britania pertama yang memenangkan gelar Piala Eropa.

Pasca kegagalan Inter di 2 kompetisi sekaligus, Herrera menyalahkan para beknya & kemudian menyingkirkan mereka. Aristide Guarneri dijual ke Bologna, sementara Armando Picchi dijual ke Varese. Tindakan yang menurut Tarcisio Burgnich - bek tengah Inter - merupakan contoh arogansi Herrera.

Masih menurut Burgnich, jika Inter menang, maka Herrera menganggap kalau itu adalah bukti kebrilianan strateginya. Namun jika Inter kalah, Herrera akan menyalahkan para pemain. Di musim berikutnya, performa Inter tidak juga membaik & justru malah semakin anjlok setelah mereka hanya berhasil menempati peringkat 5 liga. Tahun 1968 sekaligus menjadi tahun terakhir Herrera di Inter & di musim berikutnya, Herrera menyeberang ke selatan untuk melatih klub ibukota Roma.

Herrera (baju ungu) saat berfoto bersama skuad Roma. (Sumber)

Di klub barunya, Herrera berhasil membawa Roma memenangkan trofi Piala Italia. Namun, Herrera kembali membuat kontroversi setelah ia memaksa penyerang Giulano Taccola ikut serta dalam perjalanan jauh ke kandang Cagliari kendati pemain yang bersangkutan sedang tidak sehat & Herrera tidak berniat menurunkan Taccola di lapangan. Akibatnya sungguh fatal karena seusai pertandingan, Taccola kehilangan kesadaran di ruang ganti & kemudian meninggal beberapa jam kemudian.

Di musim berikutnya, kombinasi dari skandal pengaturan skor yang melibatkan para pemain Roma & dijualnya pemain-pemain muda potensial seperti Fabio Capello membuat musim kedua Herrera di Roma harus berakhir tanpa gelar. Sesudah itu, Herrera keluar dari Roma & sempat absen dari dunia kepelatihan selama beberapa musim.

Herrera kembali dipercaya Inter untuk menjadi pelatih di awal musim 1973/74. Namun pada bulan Februari 1974, ia terpaksa mundur dari posisinya tersebut akibat terkena serangan jantung. Ketika Herrera merasa kondisinya sudah membaik, ia kemudian bergabung ke Rimini di tahun 1978.

Tahun 1979, Herrera kembali ke Spanyol untuk menukangi klub lamanya, Barcelona, hingga tahun 1981. Walaupun performa Barcelona pada periode ini tidak segemilang periode pertama kepelatihan Herrera, Herrera masih sanggup mempersembahkan trofi Piala Spanyol pada musim 1980/81. Sembari melatih Barcelona, Herrera juga kerap menulis artikel untuk beragam surat kabar.

Makam Herrera di Venezia. (graves.mf.uni-lj.si)

Barcelona sekaligus menjadi klub terakhir yang ditangani Herrera karena penyakit jantungnya kembali kambuh sehingga ia memutuskan untuk pulang ke Italia & menjalani pengobatan di Venezia. Sesudah itu, Herrera tidak lagi terlibat dalam hiruk pikuk dunia sepak bola profesional hingga ajal menjemputnya di tahun 1997.

Jasad Herrera dikremasi sebelum kemudian dimakamkan di pulau pemakaman San Michele, Venezia. Walaupun Herrera sudah meninggal, hasil-hasil pemikiran & gaya kepelatihannya tetap dikenang hingga sekarang sebagai bagian penting dari revolusi sepak bola. Tahun 2004, artis sekaligus istri Herrera yang bernama Fiora Gandolfi merilis buku berisi kumpulan sketsa & tulisan yang dibuat Herrera semasa masih hidup.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



BIODATA

Nama lengkap : Helenio Herrera Gavilan
Tempat, tanggal lahir : Buenos-Aires, 10 April 1910
Tempat, tanggal wafat : Venezia, 9 November 1997
Terkenal sebagai : pelatih sepak bola tersukses dalam sejarah Internazionale Milano



REFERENSI

FourFourTwo Indonesia. "Mengenang Helenio Herrera, Bapak Catenaccio".
(www.fourfourtwo.com/id/news/sejarah-hari-ini-9-november-mengenang-helenio-herrera-bapak-catenaccio)

Gandolfi, F.. "Brief Biography".
(www.helenioherrera.it/english-biography.html)

Wilson, J.. 2008. "Inverting the Pyramid". Orion Books, Inggris.
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.