Amazon Dahomey, Pasukan Wanita Pemburu Manusia



Ilustrasi pasukan Amazon Dahomey (baju garis-garis) ketika menyergap pasukan Perancis. (Pat Masioni / unesco.org)

Benin adalah nama dari sebuah negara kecil yang terletak di pesisir Afrika Barat. Negara ini berbatasan dengan Nigeria di sebelah timur, Niger di sebelah utara, Teluk Guinea di sebelah selatan, serta Burkina Faso & Togo di sebelah barat. Di negara ini pulalah, Kerajaan Dahomey bentukan etnis Fon pernah berdiri dari abad ke-17 hingga abad ke-19. Di kalangan para penjelajah Eropa pada masa itu, Dahomey menyita perhatian mereka berkat keberadaan pasukan khasnya yang bernama Amazon Dahomey.

Nama "Amazon Dahomey" diberikan oleh para penjelajah Eropa karena terinspirasi dari Amazon, bangsa wanita dari mitologi Yunani yang terkenal mahir berperang. Kebetulan seluruh personil Amazon Dahomey memiliki jenis kelamin perempuan. Masyarakat Dahomey sendiri menyebut pasukan wanitanya dengan nama "N'Nonmiton". Istilah dalam bahasa Fon yang dterjemahkan berarti "Ibu Kami". Selain Amazon Dahomey, Dahomey juga memiliki pasukan yang komposisi keanggotaannya diisi personil pria.



SEJARAH

Menurut Stalney Alpern, Amazon Dahomey pertama kali dibentuk oleh raja Dako pada tahun 1625. Lalu secara berangsur-angsur, Amazon Dahomey memiliki peran yang kian penting dalam militer Dahomey. Teori Alpern tersebut didukung oleh pedagang budak asal Perancis bernama Jean Pierre Thibault yang mengaku kalau pada tahun 1725, ia sempat melihat sejumlah wanita lokal yang dilengkapi dengan tombak bertindak sebagai penjaga keamanan di kota pelabuhan Ouidah.

Dahomey menjadikan sektor perdagangan budak sebagai sumber pendapatan utamanya. Pasukan Amazon Dahomey menjadi andalan pihak kerajaan untuk keperluan tersebut. Sesudah melakukan serangan ke kampung-kampung pada dini hari, mereka akan pulang sambil membawa budak-budak yang berada dalam kondisi terikat.

Peta lokasi Benin, negara asal Kerajaan Dahomey. (bbc.co.uk)

Budak-budak tersebut selanjutnya dijual ke pedagang budak Eropa supaya uang hasil penjualannya bisa digunakan untuk membeli senjata api & komoditas lainnya. Jika yang dilawan Amazon Dahomey adalah sesama prajurit profesional, prajurit Amazon Dahomey akan memenggal leher lawannya & kemudian menyimpan kepalanya sebagai trofi.

Sebelum abad ke-19, Amazon Dahomey hanya beranggotakan ratusan personil. Namun di masa pemerintahan raja Gezo (1818 - 1858), jumlah personil Amazon Dahomey membengkak menjadi 3.000 orang. Menurut cerita turun-temurun penduduk setempat, alasan Gezo menambah jumlah personil Amazon Dahomey adalah karena pada tahun 1844, wilayahnya diserbu oleh pasukan Kerajaan Oyo bentukan etnis Yoruba yang bertempat di wilayah modern Nigeria barat.

Dokter bedah angkatan laut (AL) Perancis yang bernama Repin memberikan kesaksian menarik pada periode yang hampir bersamaan. Pada dekade 1850-an, sekelompok kecil wanita pemburu yang berjumlah 20 orang menyerang kawanan gajah yang jumlahnya 2 kali lipat lebih banyak.

Hasilnya, mereka berhasil membunuh 3 ekor gajah, namun sebagian dari kawanan pemburu tadi juga harus tewas akibat tertusuk gading & terinjak-injak. Raja Gezo yang kebetulan sedang berada di lokasi kejadian merasa terkesan dengan keberanian mereka sehingga ia pun kemudian merekrut kelompok pemburu tadi ke dalam militer kerajaannya.

Menyusul kian menguatnya gerakan anti perbudakan di Eropa & daerah-daerah seberang lautannya, Kerajaan Dahomey berhenti mengekspor budak sejak tahun 1852 atas tekanan Inggris. Namun praktik perbudakan sendiri masih tetap berlanjut di wilayah Dahomey karena budak-budak yang ditangkap oleh Amazon Dahomey kini diberdayakan sebagai pekerja di kebun-kebun kelapa sawit milik pihak kerajaan.

Dampak lain dari terhentinya perdagangan budak lintas benua adalah dipangkasnya jumlah personil Amazon Dahomey. Pada dekade 1870-an, jumlah personil Amazon Dahomey dilaporkan berkurang menjadi tinggal 1.500 orang.

Berkurangnya kekuatan Amazon Dahomey tidak mengurangi agresifitas Kerajaan Dahomey. Kerajaan yang bersangkutan tetap giat melakukan penyerangan ke wilayah sekitarnya. Namun upaya Dahomey memperluas pengaruhnya kini harus menemui batu sandungan baru dalam wujud munculnya koloni-koloni milik negara Eropa di Afrika. Tahun 1890, perang antara Dahomey & Perancis akhirnya pecah setelah di tahun sebelumnya pasukan Amazon Dahomey nekat menyerang daerah pesisir Cotonou yang berstatus sebagai koloni Perancis.

Ilustrasi Amazon Dahomey yang sedang memegang kepala korbannya. (Frederick Forbes / smithsonianmag.com)

Pasukan Amazon Dahomey menunjukkan keperkasaannya di medan perang dengan mengungguli pasukan Perancis dalam pertarungan jarak dekat. Namun lebih superiornya kualitas persenjataan militer Perancis membuat Dahomey harus mengakui kekalahannya.

Periode damai antara Dahomey & Perancis sendiri tidak berlangsung lama setelah pada tahun 1892, perang antara Dahomey & Perancis kembali pecah. Perang ini sekaligus menjadi paku kematian bagi Kerajaan Dahomey karena seusai perang, raja Behanzin dibuang keluar negeri & Kerajaan Dahomey dijadikan negara bawahan Perancis.

Kendati Amazon Dahomey secara resmi tidak lagi aktif, sejumlah bekas personil Amazon Dahomey masih tetap melanjutkan perjuangan melawan Perancis dengan cara mereka sendiri. Dengan berpura-pura menawarkan diri untuk tidur dengan tentara Perancis, mereka berhasil masuk ke pemukiman milik tentara Perancis & kemudian membunuh mereka ketika sedang tidur.

Mereka yang pasrah dengan pembubaran Kerajaan Dahomey di lain pihak memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan damai. Menurut sejarawan negara Benin, bekas personil terakhir Amazon Dahomey bernama Nawi & ia meninggal pada tahun 1979 dalam usia 100 tahun.



KARAKTERISTIK

Menurut sejarawan Robin Law, alasan mengapa raja-raja Dahomey menerjunkan personil wanita sedikit banyak karena faktor keterpaksaan. Karena etnis Fon selaku etnis dominan Kerajaan Dahomey bukanlah etnis dengan populasi yang melimpah, Dahomey pun terpaksa harus turut mengandalkan tenaga wanita supaya bisa menerjunkan prajurit sebanyak mungkin.

Setiap personil Amazon Dahomey diharuskan menikah dengan raja. Namun tujuan pernikahan itu sendiri lebih sebagai formalitas untuk menjamin kesetiaan mereka pada raja. Jika ada prajurit Amazon Dahomey yang ketahuan hamil, sang prajurit bisa menghadapi ancaman hukuman penjara & bahkan eksekusi mati. Amazon Dahomey juga memiliki hak-hak istimewa yang tidak dimiliki prajurit Dahomey pria, misalnya hak tetap berada di istana saat matahari terbenam.

Pasukan pria & wanita Dahomey. (africanamerica.org)

Keanggotaan Amazon Dahomey awalnya hanya diisi oleh perempuan etnis Fon. Namun seiring dengan semakin tingginya jumlah prajurit yang dibutuhkan, gadis-gadis dari luar etnis Fon juga turut direkrut. Di masa pemerintahan raja Glele (1858 - 1889), perekrutan paksa dilakukan di desa-desa kekuasaan Dahomey setiap tahunnya. Mereka yang menjadi sasaran perekrutan adalah anak-anak perempuan berusia antara 12 - 15 tahun & memiliki fisik yang terlihat kuat.

Amazon Dahomey memiliki metode latihan yang bisa dikatakan brutal, bahkan untuk standar pria. Calon anggota Amazon Dahomey diharuskan memanjat tumbuhan berduri untuk menguji batas ketahanan mereka akan rasa sakit. Lalu untuk melatih kemampuan adaptasi mereka, calon anggota Amazon Dahomey akan dikirim ke hutan selama 9 hari dengan perbekalan minim.

Anggota AL Perancis Jean Bayol yang sempat mengunjungi Abomey - ibukota Kerajaan Dahomey - pada tahun 1889 juga mengaku kalau ia pernah melihat calon anggota Dahomey Amazon memotong-motong tahanan perang memakai pedang sebelum kemudian meminum darah yang menempel pada pedangnya.

Sejak abad ke-19, Amazon Dahomey terbagi ke dalam 5 resimen berbeda yang dikelompokkan berdasarkan persenjataannya. Kelima resimen tersebut adalah Gbeto (pemburu), Gulohento (prajurit senapan), Gohento (pemanah), Nyekplohento (penebas), & Agbarya (pasukan meriam). Gbeto ditugaskan memburu hewan-hewan liar setempat & merupakan resimen tertua dalam struktur militer Amazon Dahomey yang digunakan sejak abad ke-19.

Ilustrasi Gbeto yang sedang memburu gajah. (smithsonianmag.com)

Gulohento merupakan resimen dengan jumlah personil terbanyak. Selain menggunakan senapan tipe flintlock, para anggotanya juga dilengkapi dengan pedang pendek & tombak. Gohento menggunakan panah beracun & belati sebagai persenjataan utamanya. Ketika peran Gulohento kian dominan, Gohento kian jarang terlibat secara langsung di medan perang & perannya bergeser menjadi pembawa perbekalan & pengumpul mayat.

Nyekplohento hanya berjumlah sedikit, namun memiliki reputasi yang sangat ditakuti. Setiap personil Nyekplohento dilengkapi dengan sebilah pedang yang konon cukup kuat untuk membelah tubuh korbannya menjadi 2 hanya dengan sekali sabetan!

Resimen Agbarya pada dasarnya merupakan pasukan artileri Dahomey. Namun karena mereka hanya dilengkapi dengan meriam generasi lawas yang jarak tembaknya masih pendek, mereka lebih sering dimanfaatkan untuk menakut-nakuti pasukan musuh.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

D. Ronen & R. Law. 2008. "Benin". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Dash, M.. 2011. "Dahomey’s Women Warriors".
(www.smithsonianmag.com/history/dahomeys-women-warriors-88286072/)

Responsible Travel. "Benin Travel Guide".
(www.responsiblevacation.com/vacations/benin/travel-guide)

S. Serbin, dkk.. "Emergence of Women Soldiers".
(en.unesco.org/womeninafrica/women-soldiers-dahomey/pedagogical-unit/2)

S. Serbin, dkk.. "The Army of Women Soldiers".
(en.unesco.org/womeninafrica/women-soldiers-dahomey/pedagogical-unit/4)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



2 komentar:

  1. hallo, selamat siang! apakah saya boleh tau terkait referensi Robin Law, saya bisa menelusurinya dimana ya? Terimakasih

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.