Chunee, Gajah yang Dihujani Ratusan Peluru di Akhir Hayatnya



Chunee ketika dibunuh di kandangnya. (cecscoffeehouse.wordpress.com)

Gajah Asia (Elephas maximus) adalah sebutan untuk spesies gajah yang habitat liarnya berada di Asia. Wilayah Asia Selatan & Asia Tenggara menjadi lokasi di mana populasi liar gajah Asia masih bisa ditemukan. Karena gajah memiliki tenaga yang besar & belalai yang lentur sekaligus serba guna, gajah Asia pun dijinakkan oleh warga setempat untuk melakukan beragam tugas. Ketika daerah-daerah tadi menjadi koloni bangsa Eropa, sebagian dari gajah tersebut lantas ditangkap untuk dikirim & dipamerkan di Eropa.

Chunee adalah contoh dari gajah tersebut. Gajah India jantan tersebut pertama kali didatangkan ke Inggris dari Bengal (Bangladesh) pada tahun 1809. Pada bulan Juli 1810, pasangan Parker & Harris membeli Chunee dari pemilik lamanya yang bernama Kapten Hay karena keduanya berniat menjadikan Chunee hewan atraksi sirkus di Teater Covent Garde. Ketika pertama kali dibeli oleh Parker & Harris, Chunee dideskripsikan belum berusia tua & ukurannya belum begitu besar.

Chunee merupakah hewan yang jinak sekaligus cepat belajar. Oleh pawang sirkus, Chunee dilatih untuk menjadi hewan tunggangan, berinteraksi dengan penonton, & melakukan bahasa isyarat (pantomim). Sebagai contoh, Chunee akan mengambil koin perak dari pengunjung memakai belalainya & kemudian mengembalikannya. Bangsawan Inggris yang bernama Lord Byron merasa begitu terkesan akan kelihaian Chunee, sampai-sampai ia berkelakar kalau ia berharap Chunee bisa menjadi pelayan pribadinya.

Tahun 1814, Chunee kembali berganti pemilik usai dibeli oleh Edward Cross. Oleh Cross, Chunee ditempatkan di sebuah kandang besar yang terletak di lantai 2 gedung Exeter Change. Tempat ini sendiri sebenarnya bukanlah tempat yang asing bagi Chunee karena sebelum dibeli Cross, ia beberapa kali tampil di sini sebagai bagian dari pameran hewan-hewan eksotis. Selain Chunee, hewan-hewan lain yang juga dipamerkan di Exeter Change adalah hewan-hewan yang selama ini kurang diketahui publik Inggris seperti berang-berang, kanguru & bahkan sapi dengan kelainan kepala 2.


Hewan-hewan di dalam gedung Exeter Change. (york.ac.uk)


MULAI BERMASALAH DENGAN MANUSIA

Tahun demi tahun berlalu. Ukuran Chunee bertambah kian besar sehingga kandang baru pun dibuatkan untuk menampung Chunee. Pada periode ini pula, Chunee memiliki hubungan yang kian dekat dengan seorang tukang kayu yang bernama Harrison.

Begitu dekatnya hubungan antara Chunee dengan Harrison, sampai-sampai Chunee hampir selalu mematuhi setiap instruksi yang diberikan oleh Harrison. Namun sayang, hubungan hangat antara Chunee dengan manusia sayangnya tidak berlanjut lebih jauh...

Tahun 1820, Chunee menolak mematuhi instruksi pawang yang sedang berada di kandangnya. Pawang itupun kemudian memukul Chunee dengan batang rotan. Normalnya Chunee akan langsung patuh begitu menerima perlakuan demikian. Namun respon yang ditunjukkan Chunee kali ini sungguh di luar dugaan. Chunee merasa marah & kemudian menyerang pawangnya sendiri. Belakangan diketahui kalau Chunee pada waktu itu sedang menderita radang pada gadingnya.

Untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, Cross kemudian memberikan campuran obat & sumsum tulang kepada Chunee. Obat-obatan yang diberikan oleh Cross sebenarnya gagal menyembuhkan penyakit Chunee. Namun karena gajah yang bersangkutan sikapnya berubah menjadi lebih tenang, terapi pengobatan itupun dilanjutkan.

Hal tersebut sayangnya tidak berlangsung lebih lama lagi setelah pada bulan Februari 1826, Chunee mendadak membunuh salah seorang penjaga kandangnya. Perilaku Chunee sesudah itu menjadi kian tidak terkendali. Tanggal 1 Maret, Chunee menyeruduk pintu terali kandangnya secara berulang-ulang kendati tidak ada siapapun di sekitarnya.

Teman Cross yang bernama Tyler kemudian memasang balok kayu di depan kandangnya untuk mengantisipasi kalau-kalau pintu kandang Chunee benar-benar jebol. Harrison juga turut didatangkan untuk mencoba menenangkan Chunee. Namun usaha tersebut berakhir sia-sia. Merasa kalau Chunee terlalu berbahaya jika tetap dibiarkan hidup, Edward Cross pun memutuskan kalau sudah waktunya Chunee dilenyapkan.

Chunee yang sedang duduk sambil dikelilingi oleh manusia. (britishmuseum.org)

Chunee awalnya coba dibunuh dengan cara diberikan buah jeruk favoritnya yang sudah dicampur racun. Namun alih-alih memakannya, Chunee justru menginjak-injak buah jeruk tadi. Rencana cadangan pun dilaksanakan. Cross yang ditemani oleh rekan & anak buahnya mengelilingi kandang Chunee dengan senapan di tangannya.

Awalnya salah seorang pawang Chunee memberikan instruksi kepada Chunee supaya gajah tersebut merunduk. Ketika Chunee mematuhinya, mereka pun beramai-ramai menembaki bagian tubuh yang diduga merupakan lokasi jantung Chunee. Alih-alih berhasil, Chunee masih tetap hidup & kini hewan yang dikuasai amarah tersebut mencoba mendobrak paksa pintu kandangnya.



DIKEROYOK HINGGA TEWAS

Cross kemudian berlari ke luar gedung Change untuk meminta bantuan pakar anatomi hewan & militer Inggris. Saat Cross sedang pergi, upaya untuk membunuh Chunee masih tetap berlangsung. Peluru demi peluru ditembakkan ke tubuh Chunee dari segala penjuru.

Sesudah menerima sekitar 30 peluru, Chunee sempat jatuh terkulai sebelum kemudian bangkit kembali untuk menyeruduk pintu kandangnya. Tembakan senapan pun kembali menghujani Chunee & gajah tersebut kembali jatuh terkapar usai diberondong lebih dari 100 peluru.

Alih-alih tewas, Chunee justru bangkit kembali. Herring kemudian memerintahkan orang-orang di sekitarnya untuk membidik telinga Chunee. Tombak juga dihujamkan secara beramai-ramai ke tubuh Chunee. Hasilnya, Chunee pun jatuh terkulai untuk ketiga kalinya sambil mengeluarkan lolongan terakhirnya. Kali ini Chunee tidak pernah bangkit lagi. Gajah malang itupun akhirnya mati dengan total 152 peluru tersangkut di tubuhnya.

Kerangka Chunee. (wikiwand.com)

Kematian Chunee yang tragis langsung menyita perhatian publik London. Ketika bangkainya dicacah & dipotong-potong, ratusan orang membayar 1 shilling supaya bisa melihat langsung penampakan terakhir jasad Chunee. Kulitnya dijual ke seorang penyamak dengan harga 50 pound. Sementara kerangkanya dijual dengan harga 100 pound. Tahun 1941, konstruksi kerangka Chunee hancur bersama dengan gedung Royal College of Surgeons yang menampungnya setelah gedung tersebut terkena bom yang dijatuhkan oleh pesawat Jerman.

Pasca tewasnya Chunee, kritikan & kecaman mengenai kondisi kandang Chunee & kematiannya yang sadis bermunculan di koran-koran. Sebuah lembaga bernama Zoological Society of London didirikan sebulan pasca tewasnya Chunee. Citra Exeter Change tercoreng sehingga gedung pameran hewan tersebut kian sulit menarik minat pengunjung. Dampaknya, bangunan Exeter Change akhirnya ditutup sebelum kemudian dihancurkan pada tahun 1829. Sisa-sisa hewan yang dipelihara di gedung tersebut kemudian dikirim ke sebuah kebun binatang di Surrey.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

Rendell. M.. 2012. "The sad story of Chunee the elephant."
(mikerendell.com/the-sad-story-of-chunee-the-elephant/)

Walton, G.. 2015. "Chunee, The Death of a Regency Elephant".
(www.geriwalton.com/chunee-death-of-regency-elephan/)

Wirten, E.H... 2008. "Terms of Use : Negotiating the Jungle". UTP, Toronto, Kanada.
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.