Perang Teluk, Bentrokan Pertama Irak versus Pasukan Koalisi



Rombongan pesawat tempur AS saat terbang di atas ladang minyak Kuwait. (acc.af.mil)

Perang Teluk (Gulf War) atau lengkapnya Perang Teluk Persia (Persian Gulf War) adalah konflik bersenjata yang timbul antara pasukan Irak melawan pasukan koalisi 34 negara yang bertempur atas mandat PBB. Konflik bermula ketika pasukan Irak menyerang & menduduki Kuwait pada bulan Agustus 1990.

Bulan Januari 1991, intensitas perang membesar setelah pasukan koalisi ikut terlibat peperangan melawan pasukan Irak di Kuwait. Perang baru berakhir setelah pasukan Irak menarik mundur seluruh pasukannya pada akhir Februari 1991.

"Perang Teluk" adalah nama yang paling umum digunakan untuk menyebut konflik bersenjata yang bersangkutan dengan merujuk pada lokasinya. Namun nama tersebut terkesan membingungkan karena dalam sejarahnya, ada beberapa perang yang pernah mengambil tempat di Teluk Persia.

Beberapa nama alternatif pun disodorkan, misalnya Perang di Kuwait, Perang Pembebasan Kuwait, & Perang Teluk II (untuk membedakannya dari Perang Irak-Iran). Saddam Hussein selaku pemimpin Irak sendiri menyebut perang yang bersangkutan dengan nama "Induk dari Segala Perang" (Umm Al-Ma'arik).



LATAR BELAKANG

1. Hubungan Buruk Irak dengan Kuwait

Tahun 1980 - 1988, Irak terlibat perang melawan negara tetangganya, Iran. Walaupun Irak tidak sampai kalah, Perang Irak-Iran membawa pukulan yang amat berat bagi perekonomian Irak karena sejumlah infrastruktur penting Irak mengalami kehancuran.

Semasa berlangsungnya perang, Irak harus meminjam uang dalam jumlah amat besar kepada negara-negara Arab lainnya supaya bisa membeli alutsista. Sudah jatuh tertimpa tangga. Irak semakin sulit memulihkan perekonomiannya dengan mengandalkan sektor minyak bumi akibat anjloknya harga minyak dunia.

Peta dari Irak & Kuwait. (bbc.co.uk)

Salah satu negara Arab yang menjadi sumber dana pinjaman Irak adalah Kuwait, negara tetangga Irak di sebelah selatan. Awalnya Irak meminta Kuwait supaya bersedia memutihkan hutang-hutangnya, namun Kuwait menolak.

Penolakan tersebut kemudian berbuntut pada semakin kerasnya sikap Saddam Hussein kepada Kuwait. Saddam menuduh kalau Kuwait sengaja memanipulasi harga minyak dunia untuk menghancurkan perekonomian Irak. Saddam juga menuduh kalau Kuwait menyedot cadangan minyak di wilayah Irak dengan melakukan pengeboran miring dari balik perbatasan kedua negara.

Di luar masalah ekonomi, perselisihan antara Irak & Kuwait juga diwarnai dengan faktor sejarah & sentimen masa lalu. Menurut Saddam, saat Irak & Kuwait masih menjadi bagian dari Kesultanan Ottoman (Turki), kedua wilayah tersebut menyatu sebagai Provinsi Basra.

Namun ketika Ottoman mengalami keruntuhan seusai Perang Dunia I, Inggris lalu menjadikan Kuwait sebagai daerah tersendiri yang terpisah dari Basra. Dikombinasikan dengan keinginan Irak menghapuskan hutang-hutangnya, klaim sejarah tersebut lalu dijadikan pembenaran oleh Irak untuk mencaplok wilayah Kuwait.


2. Kepentingan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah

Sejak Saddam Hussein berkuasa di Irak via kudeta militer, "Negeri 1001 Malam" tersebut memiliki hubungan yang buruk dengan AS akibat perbedaam sikap mengenai konflik Israel-Palestina. Jika AS mendukung Israel secara terang-terangan sejak Perang Yom Kippur, maka Irak mendukung Palestina & negara-negara Arab musuh Israel.

AS juga tidak menyukai rezim Saddam karena kedekatan rezim tersebut dengan negara komunis Uni Soviet. Baru ketika Perang Irak-Iran meletus, hubungan antara AS & Irak mulai membaik karena keduanya sama-sama memusuhi rezim Islamis Iran.

Saddam Hussein. (todayinhistory.tumblr.com)

AS juga memiliki hubungan yang dekat dengan Kuwait & Arab Saudi karena kedua negara Arab tersebut merupakan negara produsen minyak utama dunia & adanya persaingan antara Arab Saudi dengan Iran untuk menjadi negara paling dominan di Timur Tengah.

Saat Perang Irak-Iran meletus contohnya, AS ikut mengirimkan armada lautnya untuk mengawal kapal-kapal tanker Kuwait di Teluk Persia. Memburuknya hubungan antara Irak dengan Kuwait & Arab Saudi seusai Perang Irak-Iran lantas diikuti pula dengan memburuknya kembali hubungan antara Irak dengan AS.



BERJALANNYA PERANG

Irak versus Kuwait (1990)

Tanggal 2 Agustus 1990, pasukan Irak melakukan serangan darat & udara besar-besaran ke Kuwait. Pasukan Kuwait mencoba melawan balik sekuat tenaga, namun mereka jelas bukan tandingan bagi pasukan Irak yang notabene merupakan salah satu negara adidaya Timur Tengah.

Hanya dalam waktu 2 hari, seluruh wilayah Kuwait berhasil ditaklukkan oleh pasukan Irak. Beruntung bagi emir & para menteri Kuwait, mereka berhasil melarikan diri terlebih dahulu ke Arab Saudi sebelum pasukan Irak tiba di ibukota Kuwait.

Pasca jatuhnya Kuwait ke tangan Irak, Saddam lalu menjadikan Kuwait sebagai provinsi baru Irak & menunjuk sepupunya sendiri sebagai gubernur Kuwait. Sementara itu di luar negeri, PBB menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Irak sambil meminta Irak untuk segera menarik mundur pasukannya dari wilayah Kuwait.

Tank Irak di depan kilang minyak Kuwait yang terbakar. (papermasters.com)

Perintah dari PBB tersebut tidak digubris oleh Irak sehingga AS kemudian meminta negara-negara anggota PBB yang lain untuk mengirimkan tentaranya menggempur pasukan Irak di Kuwait.

Ada 34 negara yang akhirnya bersedia mengirimkan personil militernya untuk bergabung ke dalam pasukan koalisi anti-Irak. Ke-34 negara tersebut adalah AS sendiri, Arab Saudi, Argentina, Australia, Bahrain, Bangladesh, Belanda, Belgia, Kanada, Cekoslovakia, Denmark, Mesir, Perancis, Hongaria, Inggris, Italia, Kuwait, Maroko, Selandia Baru, Niger, Norwegia, Oman, Pakistan, Polandia, Portugal, Qatar, Senegal, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Suriah, Turki, Uni Emirat Arab, & Yunani. AS merupakan negara penyumbang tentara terbesar bagi pasukan koalisi dengan jumlah 700.000 personil.


Irak versus Pasukan Koalisi (1991)

Operasi militer pasukan koalisi akhirnya dimulai pada tanggal 17 Januari 1991. Pasukan koalisi melakukan serangan udara besar-besaran ke target-target vital milik militer Irak seperti pangkalan udara, pusat komunikasi, & gudang senjata.

Sehari kemudian, Irak merespon serangan udara tersebut dengan meluncurkan 8 misil raksasa Scud ke wilayah Israel. Irak berharap Israel akan membalas serangan Irak sehingga negara-negara Arab yang menjadi anggota pasukan koalisi akan terpancing untuk berbalik membantu Irak menghadapi Israel.

Harapan Irak nyatanya gagal terwujud karena Israel ternyata mengurungkan niatnya untuk membalas serangan Irak berkat himbauan dari AS. Untuk mencegah Irak kembali meluncurkan Scud ke wilayah Israel & negara-negara Jazirah Arab, pasukan koalisi lalu diperintahkan untuk melacak setiap kendaraan pengangkut Scud yang disamarkan.

AS juga memasang peluncur misil Patriot di wilayah Israel & Arab Saudi untuk menghancurkan misil-misil Scud yang sudah diluncurkan sebelum sempat menghantam tanah. Lepas dari semua upaya tersebut, pasukan Irak toh tetap sanggup meluncurkan puluhan misil Scud ke wilayah Israel & negara-negara Jazirah Arab hingga 7 minggu berikutnya.

Peluncur misil Patriot. (lfort.wordpress.com)

Tanggal 25 Januari, Irak menumpahkan 400 juta galon minyak mentah ke Teluk Persia. Tindakan tersebut diduga sengaja dilakukan oleh Irak untuk mempersulit pasukan koalisi melakukan serangan & pendaratan ke pesisir Kuwait.

Empat hari kemudian, perang akhirnya merambat ke Arab Saudi setelah pasukan Irak menaklukkan kota pantai Khafji, Arab Saudi. Namun kota tersebut berhasil direbut kembali oleh pasukan Arab Saudi & sekutunya 2 hari kemudian lewat kombinasi serangan darat & udara. Dalam pertempuran di Khafi, AS kehilangan 1 pesawat tempurnya akibat ditembak jatuh oleh misil anti-udara Irak.

Bulan berganti, pasukan koalisi yang awalnya berkonsentrasi melakukan serangan dari udara mengalihkan fokusnya ke front darat. Tanggal 24 Februari, pasukan koalisi melakukan serangan darat besar-besaran dari arah Saudi timur laut menuju Kuwait & Irak selatan.

Karena pasukan Irak sudah jauh melemah akibat serangan udara besar-besaran sejak 1 bulan sebelumnya, pasukan koalisi hanya memerlukan waktu singkat untuk menguasai Kuwait. Seiring dengan semakin dalamnya pergerakan pasukan koalisi di Kuwait, semakin banyak personil militer Irak yang menyerah atau melarikan diri ke negara asalnya. Tepat pada tanggal 28 Februari, Perang Teluk berakhir dengan kemenangan pasukan koalisi.



KONDISI PASCA PERANG

Perang Teluk berlangsung relatif singkat karena konflik bersenjata dalam perang tersebut hanya berlangsung kurang dari 60 hari. Namun perang tersebut membawa kerusakan yang amat serius bagi infrastruktur Kuwait.

Bagi Irak, Perang Teluk merupakan bencana karena mereka harus kehilangan puluhan ribu tentara & ribuan kendaraan tempur daratnya. Di pihak pasukan koalisi, keunggulan pengalaman & teknologi persenjataan membuat jumlah korban tewas di pihak mereka "hanya" 392 jiwa (tidak termasuk pasukan Kuwait yang gugur saat Irak pertama kali menginvasi).

Penduduk ibukota Kuwait yang sedang merayakan kemenangan pasukan koalisi. (bbc.co.uk)

Sebagai hukuman lebih lanjut atas tindakan Irak menginvasi Kuwait & menggunakan senjata kimia, PBB menjatuhkan embargo perdagangan total kepada Irak, kecuali untuk komoditas vital seperti makanan & obat-obatan. PBB juga mengutus tim khusus untuk melakukan pelecutan & penghancuran stok persenjataan kimia milik Irak.

Masih soal senjata kimia, banyak tentara AS yang menderita penyakit misterius sepulang dari medan perang (sindrom Perang Teluk) & senjata kimia Irak diduga menjadi salah satu penyebabnya. Pendapat lain menyatakan kalau sindrom Perang Teluk mungkin disebabkan oleh peluru tank Irak yang mengandung uranium, penyakit menular, atau penggunaan vaksin antraks kepada para tentara yang hendak diberangkatkan ke medan perang.

Melemahnya kekuatan militer Irak seusai Perang Teluk sempat dimanfaatkan oleh rakyat Irak untuk memberontak. Di Irak utara, pemberontakan dilakukan oleh etnis minoritas Kurdi. Sementara di selatan, pemberontakan dilakukan oleh ekstrimis Muslim Syiah.

Kedua pemberontakan tersebut sama-sama berakhir dengan kegagalan akibat minimnya persenjataan yang mereka miliki & brutalnya respon yang ditunjukkan oleh militer Irak. Pasca pemberontakan, jutaan etnis Kurdi mengungsi meninggalkan Irak utara & pemerintah Irak merelokasi paksa penduduk Irak selatan.

Tumpahan minyak di Teluk Persia. (boaterexam.com)

Perang Teluk juga membawa dampak yang sangat serius bagi lingkungan. Tindakan militer Irak menumpahkan minyak mentah dalam jumlah sangat banyak ke laut membawa dampak negatif jangka panjang bagi ekosistem setempat.

Saat pasukan Irak meninggalkan Kuwait, pasukan Irak juga membakar kilang-kilang minyak yang ada di Kuwait sehingga jutaan barel minyak hilang terbakar sia-sia & timbul polusi udara bagi kawasan setempat. Pemadaman tidak bisa dilakukan secepatnya karena daerah sekitar kilang minyak dipenuhi oleh ranjau darat.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1990 - 1991
-  Lokasi : Kuwait, Irak, Arab Saudi, Israel

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Irak
       melawan
(Negara)  -  koalisi anti-Irak

Hasil Akhir
-  Kemenangan pasukan koalisi anti-Irak
-  Kuwait kembali menjadi negara merdeka

Korban Jiwa
-  Irak : 20.000 - 35.000 jiwa
-  pasukan koalisi : 592 jiwa
-  warga sipil : lebih dari 4.000 jiwa



REFERENSI

Cooper, T.. 2003. "Iraqi Invasion of Kuwait; 1990".
(www.acig.org/artman/publish/article_213.shtml)

GlobalSecurity.org. "Operation Desert Storm Timeline".
(www.globalsecurity.org/military/ops/desert_storm-timeline.htm)

PBS. "Chronology - The Gulf War".
(www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/gulf/cron/)

Wikipedia. "Gulf War".
(en.wikipedia.org/wiki/Gulf_War)

Wikipedia. "Gulf War syndrome".
(en.wikipedia.org/wiki/Gulf_War_syndrome)
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



7 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Ya tepat tamak membawa sengsara... paling ngak irak belajar dari pengalaman pahit itu...terbaiknya ngak menjadi icaran AS karna sudah tidak lg ada kilang minyaknya. Jadi semuanya yang terlibat juga merugi.

    BalasHapus
  3. Irak benar-benar menjadi negara paling ngeri mas, berani banget mereka lawan PBB tapi patut saya acungi jempol buat iraq

    BalasHapus
  4. seharusnya saddam belajar dari sejarah tentang ahir kisah para diktator semacam hitler dan lain2 . 😐

    BalasHapus
  5. Assalamualaikum para pembaca website Republik tawon,jujur saja perkembangan negara Irak masih berkutat tentang perang. Semua ini akibat pemerintahan Saddam Hussein sehingga ibarat api kecil menjadi api besar yang belum benar-benar padam terbukti dengan adanya ISIS dan konflik sektarian Shiah-Sunni-Kurdi dan lain-lain.
    Jikapun ISIS bisa dihancurkan tetap akan ada konflik yang tak akan pernah usai ditambah lagi pengaruh campur tangan asing seperti yang sudah kita ketahui bersama.

    BalasHapus
  6. Mantap Sadam Husein di gempur koalisi tanpa sekutu
    Taktik perang yg hebat Sadam Husein

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, inilah yg membedakan Perang Teluk II (invasi Irak ke Kuwait) dgn Perang Teluk I (Perang Irak-Iran). Dlm Perang Teluk I, Irak mendapat bantuan dana & alutsista dari negara-negara Arab, negara-negara Eropa, AS & Uni Soviet.Meskipun Irak gagal mengalahkan Iran, namun Saddam berhasil membendung hegemoni Iran pasca Revolusi Ayatullah Khomeini 1979. Sedangkan dlm Perang Teluk II, Irak dimusuhi oleh AS, negara-negara Eropa & negara-negara Arab. Sekutu Irak, Uni Soviet di saat bersamaan mengalami keruntuhan. Sehingga, Saddam tak mendapat bantuan & dukungan Negeri Beruang Merah tersebut dlm Perang Teluk II. Kalah dlm alutsista pasukan koalisi yg lebih modern, Saddam akhirnya menarik mundur tentaranya dari Kuwait. Namun, ia berhasil mempertahankan kekuasaanya hingga tahun 2003. Meskipun, PBB menjatuhkan embargo ekonomi atas negaranya. Saddam juga berhasil memadamkan pemberontakan suku Kurdi & kaum Syiah pasca kekalahannya di Kuwait.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.