Revolusi Iran yang Melahirkan Republik Islam di Bumi Persia



(Sumber)

Iran. Itulah nama dari sebuah negara besar yang terletak di sebelah utara Teluk Persia. Banyak pihak yang menaruh kekaguman kepada Iran karena sistem pemerintahan berbasis agama yang diusungnya, kemandiriannya dalam banyak bidang, & keberanian pemerintah negara tersebut untuk menentang hegemoni Amerika Serikat (AS) secara terang-terangan. Iran sendiri bisa menjadi negara seperti itu setelah melalui proses panjang & penuh konflik yang memuncak menjadi revolusi Islam. Ingin tahu bagaimana revolusi Islam bisa terjadi & seperti apa proses panjang yang mengikutinya? Biarkan artikel ini menjawab rasa ingin tahu dari para pengunjung.

Revolusi Islam / Revolusi Iran adalah peristiwa perubahan sosial politik di Iran yang terjadi pada tahun 1979. Berkat revolusi tersebut, Iran yang awalnya merupakan kerajaan sekuler berubah menjadi republik Islam. Revolusi Iran diawali dengan aksi-aksi demonstrasi yang memaksa raja Iran (Shah) untuk melarikan diri keluar negeri & mengakhiri masa kekuasaannya yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Pasca larinya Shah, sempat muncul konflik antara kelompok-kelompok politik yang sebelumnya bersatu menentang Shah. Pada akhirnya, kelompok Islamis pimpinan Ayatullah Khomeini-lah yang keluar sebagai pemenang sehingga Iran bisa menjadi republik Islam seperti sekarang.



LATAR BELAKANG

1. Kuatnya Pengaruh Asing atas Pemerintah Iran

Tahun 1953, terjadi kudeta militer yang menggulingkan Muhammad Mossadegh dari posisinya sebagai perdana menteri. Pasca kudeta yang disponsori oleh AS & Inggris tersebut, kekuasaan Muhammad Reza Pahlevi selaku raja Iran (Shah) atas negaranya sendiri menjadi semakin kuat.

Kudeta itu sendiri terjadi karena negara-negara Barat menolak rencana Mossadegh untuk menasionalisasi perusahaan minyak asing yang ada di Iran. Adanya keterlibatan negara-negara luar dalam peristiwa penggulingan Mossadegh lantas membuat rakyat Iran beranggapan kalau peristiwa tersebut adalah upaya pihak asing untuk mencampuri urusan dalam negeri Iran.

Muhammad Reza Pahlevi.

Seiring dengan semakin kuatnya kontrol Pahlevi atas Iran, negara tersebut dalam perkembangannya menjadi semakin dekat dengan Barat. Aktivitas perdagangan antara Iran dengan AS meningkat pesat. Modernisasi persenjataan & perlengkapan militer Iran dilakukan secara besar-besaran dengan bantuan dari pihak Barat.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pula warga AS yang tinggal & bekerja di Iran. Namun fenomena tersebut juga diikuti dengan semakin meningkatnya sentimen negatif rakyat Iran kepada warga AS karena mereka menganggap orang-orang AS yang ada di Iran kurang menghargai budaya setempat, menerima bayaran terlampau tinggi bila dibandingkan dengan pegawai lokal, & mendapat kekebalan hukum sehingga terkesan bisa berbuat semaunya di negeri orang.


2. Pemaksaan Aturan Sekuler oleh Pemerintah

Pemerintah monarki Iran sejak tahun-tahun awal berkuasanya banyak menerapkan peraturan berbau sekuler yang bertetangan dengan gaya hidup yang diperbolehkan dalam agama Islam, agama mayoritas rakyat Iran. Beberapa contoh peraturan tersebut adalah larangan bagi kaum wanita untuk memakai hijab & larangan pemisahan kaum pria serta wanita yang bukan mahramnya di tempat umum.

Kegiatan sekulerisasi tersebut dalam perkembangannya cenderung semakin kuat seiring dengan semakin mesranya hubungan antara Iran dengan AS. Dalam hal kebijakan luar negeri, rezim Pahlevi juga dikritik karena kemauan rezim tersebut untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel yang notabene dianggap sebagai negara penjajah & penindas rakyat Muslim Palestina.

Karena rakyat Iran mayoritasnya adalah penganut agama Islam sekte Syiah yang cukup taat, maka bukan hal yang aneh kalau rakyat Iran lantas menaruh rasa hormat yang begitu tinggi kepada tokoh-tokoh agamanya. Salah satu tokoh agama yang memiliki banyak pendukung di dalam negeri & vokal mengkritik gaya pemerintahan dari rezim Pahlevi adalah Ayatullah Rohullah Khomeini.

Saking seringnya Khomeini mengkritik pemerintah Iran, ia pun ditangkap pada tahun 1963 & diasingkan keluar negeri setahun sesudahnya untuk menghindari terjadinya kerusuhan di dalam negeri. Dalam pengasingannya, Khomeini tetap rajin mengkritik aktivitas pemerintah Iran & sempat merilis buku mengenai konsep pemerintahan Islam.

Ayatullah Rohullah Khomeini. (Sumber)

Tahun 1971, pemerintah Iran menggelar pesta perayaan 2.500 tahun pendirian Kerajaan Persia di mana pesta tersebut hanya boleh diikuti oleh anggota kerajaan & tamu-tamu asing. Pesta tersebut mengundang kecaman dari komunitas Muslim Iran karena banyaknya minuman keras yang disajikan dalam pesta & tingginya biaya yang dihabiskan untuk menggelar pesta walaupun di saat bersamaan sejumlah provinsi Iran sedang dilanda bencana kelaparan.

Sentimen negatif komunitas Muslim Iran terhadap pemerintah negaranya sendiri semakin menjadi-jadi setelah pada tahun 1976, pemerintah Iran memutuskan untuk meniadakan kalender Hijriah & menggantinya dengan kalender Persia yang menjadikan tahun kelahiran Cyrus - pendiri Kerajaan Achaemenid, kerajaan kuno yang pernah berdiri di wilayah Iran - sebagai tahun awalnya.


3. Kesenjangan Sosial & Ekonomi

Memasuki dekade 1970-an, Iran melancarkan program ambisius yang dikenal dengan nama "Revolusi Putih". Beberapa poin penting dari program tersebut adalah pengalihan kepemilikan lahan dari tuan tanah ke petani, swastanisasi sejumlah perusahaan pemerintah, penyetaraan hak kaum wanita dalam hal pemilihan suara & perceraian, pemberian hak bagi kaum pekerja untuk membeli sebagian saham perusahaannya, serta penambahan fasilitas pendidikan & kesehatan di seantero Iran.

Jumlah produksi minyak Iran juga ditingkatkan untuk menambah pemasukan negara & memanfaatkan fenomena naiknya harga minyak dunia akibat embargo negara-negara Arab pasca Perang Yom Kippur. Shah mengklaim bahwa tujuan utama dari Revolusi Putih adalah untuk menjadikan Iran setara dengan negara-negara maju Eropa.

Program-program dalam Revolusi Putih sepintas terlihat menjanjikan, namun ternyata hasilnya tidak semanis yang diharapkan. Perekonomi Iran awalnya memang mengalami peningkatan pesat, namun peningkatan tersebut ternyata tidak berlangsung lama & menjelang akhir dekade 1970-an perekonomian Iran mulai mengalami kemerosotan. Bukan hanya itu, peningkatan ekonomi Iran juga menimbulkan efek samping yang negatif berupa semakin melebarnya kesenjangan sosial & timbulnya inflasi ekonomi.

Untuk mengakalinya, pemerintah Iran lantas mendukung pendirian partai politik tunggal "Rastakhiz" & mewajibkan semua rakyat Iran untuk menjadi anggotanya. Namun, kemunculan partai tersebut ganti memunculkan rasa tidak suka dari para pedagang karena partai tersebut menerapkan kebijakan memungut pajak dari pasar tradisional & mendenda pedagang yang menetapkan harga terlampau tinggi.


4. Penindasan & Intimidasi kepada Rakyatnya Sendiri

Tahun 1957, pemerintah Iran yang dibantu oleh badan intelijen AS & Israel mendirikan badan intelijen bernama SAVAK (Sazeman-e Ettela'at va Amniyat-e Keshvar; Organisasi Intelijen Nasional & Keamanan). Awalnya SAVAK dibentuk untuk mengawasi aktivitas Partai Tudeh yang berhaluan komunis. Namun dalam perkembangannya, aktivitas SAVAK tidak lagi hanya difokuskan pada golongan komunis, tapi juga kepada semua rakyat Iran yang tidak sejalan dengan rezim Pahlevi.

SAVAK sangat ditakuti oleh rakyat Iran karena cara beroperasinya yang sembunyi-sembunyi & seringnya organisasi tersebut melakukan penculikan serta penyiksaan hingga tewas kepada orang-orang yang diduga menentang Shah. Untuk menekan pemberitaan negatif mengenai pemerintah, SAVAK juga melakukan aktivitas sensor media secara besar-besaran.

Logo SAVAK. (Sumber)

Gaya pemerintahan otoriter dari pemerintah Iran terhadap lantas membuat pihak-pihak yang menentang Shah terpaksa melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi. Berdasarkan ideologinya, pihak-pihak yang menentang Shah bisa digolongkan ke dalam 3 kubu utama : golongan sosialis, nasionalis sekuler, & Islamis.

Golongan sosialis adalah golongan yang menganut ideologi sayap kiri & bercita-cita mengubah Iran menjadi negara komunis. Golongan nasionalis sekuler adalah golongan yang ingin supaya Iran kembali menjadi negara dengan sistem pemerintahan yang demokratis. Golongan Islamis adalah golongan yang menggunakan agama Islam sebagai basis perjuangannya. Walaupun memiliki perbedaan ideologi, ketiga golongan tersebut tetap bisa bekerja sama karena disatukan oleh sentimen anti-Shah.

Tekanan yang kuat dari Shah membuat golongan-golongan anti-Shah tadi sulit menjalankan aktivitasnya secara leluasa. Namun pada tahun 1977, atas tekanan dari presiden AS Jimmy Carter yang gencar mempromosikan perlindungan HAM, pemerintah Iran setuju untuk membebaskan sejumlah tahanan politiknya.

Sejak tahun ini pula, aktivitas demonstrasi mengecam Shah mulai bermunculan. Respon Shah sebagai seorang diktator bisa ditebak - ia menerjunkan aparat keamanan untuk membubarkan paksa aksi demonstrasi tersebut. Tidak sedikit korban tewas yang timbul ketika pecah bentrokan antara aparat dengan demonstran. Namun alih-alih gentar, para demonstran justru semakin bernafsu untuk menggulingkan Shah & jumlah mereka terus bertambah dari waktu ke waktu.



BERJALANNYA REVOLUSI

Bersatu untuk Menggulingkah Shah

Bulan Januari 1978, sekitar 4.000 pelajar sekolah agama melakukan demonstrasi menuntut pengembalian kebebasan berpendapat & berpolitik. Aparat lantas membubarkan paksa demonstrasi tersebut dengan menembakkan senjata api mereka sehingga puluhan demonstran dilaporkan tewas. Pasca insiden tersebut, kedutaan besar Iran di sejumlah negara diserang oleh aktivis pro-komunis & pelajar Iran yang sedang menimba ilmu di luar negeri.

Di dalam Iran sendiri, aksi demonstrasi yang tak kalah besarnya muncul tak lama berselang. Kali ini para ulama juga ikut turun ke jalan & bergabung dalam lautan manusia yang menuntut lengsernya Shah. Demonstrasi tersebut juga diikuti dengan aksi-aksi penyerangan ke toko minuman keras, gedung bioskop, & bank.

Contoh spanduk demonstran anti-Shah. (Sumber)

Semakin gigihnya para demonstran untuk mengupayakan penggulingan Shah lantas direspon Shah dengan tak kalah kerasnya. Ia memberlakukan hukum darurat negara sehingga kini warga sipil tak bisa beraktivitas di luar rumah secara leluasa & aparat bebas melakukan cara apapun yang diperlukan untuk mengembalikan stabilitas negara. Bentrokan antara aparat & demonstran semakin sering terjadi. Jumlah korban tewas & terluka dilaporkan mencapai ratusan.

Seiring dengan semakin banyaknya jumlah korban yang timbul akibat bentrokan demi bentrokan, semakin banyak pula anggota polisi & tentara yang melakukan desersi karena tidak ingin menembak mati demonstran yang notabene tidak bersenjata. Semakin runyamnya kondisi dalam negeri Iran membuat Shah akhirnya melunak. Ia mencabut hukum darurat negara & menyampaikan permintaan maaf secara resmi.

Untuk menarik hati rakyatnya, Shah Pahlevi juga menjanjikan akan menambah kuota haji, melarang peredaran film porno, membuka kembali sekolah agama di Qom, & berhenti mendenda serta menahan para pedagang yang menetapkan harga kelewat tinggi. Namun semua upaya itu ternyata sudah terlambat. Rakyat Iran sudah terlanjur muak dengan rezim Pahlevi sehingga aksi-aksi demonstrasi menentang Shah tetap terjadi. Merasa frustrasi & terpojok, Shah akhirnya kembali menjalankan hukum darurat negara & menunjuk Jenderal Gholam Ali Oveissi untuk mengendalikan situasi di ibukota Teheran / Tehran pada bulan September 1978.

Tidak lama sesudah Shah memerintakan dijalankannya kembali hukum darurat negara, kondisi Teheran sudah seperti medan perang. Pasukan darat yang dibantu oleh tank & helikopter militer dikerahkan di jalanan dengan mengemban 1 perintah : menembak mati setiap demonstran yang mereka lihat. Namun bukannya gentar, para demonstran justru memilih untuk melawan. Mereka mempersenjatai diri mereka dengan bom molotov & memasang barikade-barikade penghalang di jalanan kota Teheran. Kelanjutan dari kisah tersebut sudah bisa ditebak.

Peta lokasi Teheran / Tehran. (Sumber)

"Pertempuran" antara aparat dengan demonstran tak terhindarkan lagi & korban tewas pun berjatuhan satu demi satu. Tragedi berdarah tersebut lantas dikenang dengan sebutan "Jumat Hitam". Menurut pernyataan resmi pemerintah Iran, korban tewas dalam tragedi Jumat Hitam adalah 168 orang. Sementara menurut kelompok anti-Shah, jumlah korban tewas mencapai 3.000 orang.

Waktu terus berjalan. Aksi-aksi menentang rezim Pahlevi semakin lama semakin merajarela. Kali ini aksi-aksi tersebut bukan lagi sebatas demonstrasi, tapi juga aksi mogok kerja massal yang melibatkan sekolah, kantor pos, bank, fasilitas transportasi, institusi media, & pertambangan. Aktivitas komersial di seantero Iran mengalami kelumpuhan!

Sadar bahwa ia tidak lagi didukung oleh rakyatnya sendiri, Shah kemudian menunjuk Shahpour Bakhtiar - salah satu tokoh sekuler anti-Shah - untuk menjadi perdana menteri Iran yang baru. Bulan Januari 1979, Shah Pahlevi bersama keluarganya pergi ke Mesir & tidak pernah kembali lagi ke Iran. Dengan perginya keluarga Pahlevi, maka riwayat Kerajaan Iran pun berakhir & keinginan rakyat Iran untuk menggulingkan pemimpin diktatornya berhasil terwujud.


Perpecahan & Lahirnya Republik Islam

Sebagai pemimpin baru Iran pasca berakhirnya rezim Pahlevi, Bakhtiar mewarisi pekerjaan rumah yang sama sekali tidak ringan. Situasi keamanan masih belum menentu karena kini ratusan organisasi massa bermunculan di seantero Iran & enggan diatur oleh pemerintah pusat. Untuk mendinginkan situasi, Bakhtiar lantas membebaskan seluruh tahanan politik, membubarkan SAVAK, & menjanjikan pemilu yang bersih sebagai pondasi bagi pemerintahan Iran yang baru.

Di pihak yang berseberangan, kelompok-kelompok anti-Shah mulai membentuk organisasi politiknya masing-masing demi mendapatkan jatah di pemerintahan. Kelompok Islamis pimpinan Khomeini misalnya, mendirikan organisasi bernama Dewan Revolusi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Republik Islam (PRI).

Tanggal 1 Februari 1979, Khomeini tiba di Iran & langsung disambut oleh jutaan pendukungnya dengan gegap gempita. Khomeini lalu mengangkat Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri tandingan & menyerukan para pendukungnya untuk memerangi orang-orang yang masih loyal kepada rezim Bakhtiar karena rezim Bakhtiar dianggap tidak cukup Islami.

Khomeini saat menyalami para pendukungnya. (Sumber)

Seruan Khomeini tersebut lantas direspon para pendukungnya dengan menduduki gedung-gedung pemerintahan, stasiun telekomunikasi, pangkalan militer, & istana Pahlevi. Merasa tidak sanggup lagi mengendalikan situasi, petinggi militer Iran menyatakan kalau pasukan bawahannya tidak akan merintangi upaya para pendukung Khoemini untuk menggulingkan rezim Bakhtiar. Nasib Bakhtiar sendiri pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan Pahlevi - ia melarikan diri keluar Iran.

Sukses membubarkan rezim sekuler penerus Pahlevi, Khomeini & para pendukungnya kini mulai merintis cita-cita utama mereka : mendirikan pemerintahan Islam di Iran. Sebagai langkah awal, kelompok loyalis Khomeini menahan & mengeksekusi ratusan orang yang dulunya memiliki kedekatan dengan Shah. Khomeini juga memerintahkan pelarangan miras & judi, pembuatan batas pemisah antara pria & wanita di tempat umum, mewajibkan kaum wanita memakai hijab, nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta, serta pemberangusan institusi-institusi media yang mengkritik pandangannya.

Tindakan Khomeini & para pendukungnya tersebut lantas menuai rasa tidak suka dari kelompok-kelompok anti-Shah yang berhaluan sekuler & Islam moderat. Namun, upaya mereka untuk melawan terganjal oleh kurangnya jumlah simpatisan yang mereka miliki kalau dibandingkan dengan massa pendukung Khomeini & minimnya kekompakan di antara kelompok-kelompok penentang Khomeini itu sendiri.

Tanggal 30 - 31 Maret 1979, referendum nasional digelar untuk menentukan bentuk pemerintahan Iran yang baru. Hasilnya, lebih dari 98 % rakyat Iran mendukung penggantian sistem pemerintahan Iran dari yang awalnya kerajaan menjadi republik Islam. Antara bulan Juni hingga Desember 1979, rapat demi rapat dilakukan untuk merumuskan rancangan udang-undang (RUU) di mana isinya didasarkan pada hukum Islam menurut pandangan Khomeini.

RUU tersebut menuai protes dari kalangan Islamis moderat pimpinan Ayatullah Shariatmadari karena mereka menganggap pengesahan RUU tersebut akan membuat golongan ulama pendukung Khomeini menjadi terlampau dominan dalam aktivitas kenegaraan. Namun pada akhirnya RUU tersebut berhasil menjadi dasar negara Iran yang baru setelah pada tanggal 2 - 3 Desember 1979, lebih dari 98 % rakyat Iran mendukung pengesahan RUU via referendum nasional. Republik Islam Iran secara resmi telah lahir!

Penghuni kedubes AS yang sedang disandera. (Sumber)

Bulan November 1979 alias sebulan sebelum referendum nasional mengenai pengesahan RUU dilakukan, sekelompok pemuda Islamis menyerbu gedung kedutaan besar (kedubes) AS di Teheran & menyandera para penghuninya dengan alasan gedung kedutaan tersebut digunakan oleh pemerintah AS untuk memata-matai Iran. Akibat peristiwa penyanderaan tersebut, hubungan Iran dengan AS berubah menjadi permusuhan & perdana menteri Bazargan yang selama ini berusaha untuk menjaga citra positif Iran di dunia internasional memilih untuk mengundurkan diri.

Namun berkat aktivitas penyanderaan itu pula, dukungan kepada Khomeini meningkat pesat & kelompok-kelompok penentang Khomeini tidak bisa lagi mengekspresikan pandangannya secara terang-terangan karena akan menghadapi resiko dicap sebagai antek asing. Para sandera sendiri akhirnya dibebaskan pada bulan Januari 1981, namun hubungan antara Iran dengan AS masih tetap tegang hingga sekarang.



KONDISI PASCA REVOLUSI

Tidak stabilnya kondisi dalam negeri Iran & penolakan terhadap kebijakan-kebijakan dari pemerintah Islamis Iran lantas membuat puluhan ribu rakyat Iran mengungsi keluar negeri. Sebagian dari mereka lantas memanfaatkan lokasinya yang berada di luar negeri untuk mengkritik pemerintah Islamis Iran secara terang-terangan tanpa perlu khawatir akan keselamatan nyawanya. Mereka yang tetap berada di dalam negeri lantas memilih untuk melawan.

Salah satu kelompok yang paling getol menentang republik Islam adalah Mojahedin-e-Khalq (MEK; Mujahidin Rakyat Iran) yang berhaluan Islam & sayap kiri. Untuk menunjukkan penolakannya, kelompok tersebut melakukan aksi-aksi pemboman & pemberontakan bersenjata yang direspon pemerintah Iran dengan melakukan penahan massal kepada tokoh-tokoh sayap kiri.

Ujian terbesar dari luar negeri yang mengancam kelangsungan republik Islam Iran adalah invasi Irak pada bulan September 1980 yang mengawali pecahnya perang Irak-Iran. Awalnya Iran memang kewalahan meladeni serangan cepat Irak yang notabene merupakan salah satu negara Timur Tengah dengan kekuatan militer termutakhir saat itu.

Namun setelah pemerintah Iran membebaskan sejumlah tokoh militer penting & memobilisasi ratusan ribu rakyatnya untuk menjadi anggota milisi Basij, Iran berhasil melawan balik & bahkan sukses mengusir keluar pasukan Irak pada tahun 1982. Perang sebenarnya sudah bisa berhenti pada titik ini, namun Khomeini justru memilih untuk melanjutkan perang & menginvasi wilayah Irak sehingga perang Irak-Iran terus berlangsung hingga tahun 1988.

Bendera Republik Islam Iran. (Sumber)

Opini dunia internasional terhadap revolusi Islam di Iran sendiri bervariasi. Sebagian merasa kagum dengan revolusi tersebut & bahkan memprediksi lebih jauh kalau Islam akan menjadi ideologi baru yang berperan penting dalam perkembangan politik internasional. Di sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam, revolusi tersebut menginspirasi sebagian rakyat di masing-masing negara untuk mengusahakan berdirinya pemerintahan atau organisasi politik yang mengacu kepada hukum Islam.

Namun revolusi Islam juga tidak lepas dari opini negatif. Ada yang menganggap bahwa revolusi Islam di Iran hanyalah peristiwa pergantian diktator dari yang awalnya berbentuk monarki menjadi republik agamis. Bagi AS, revolusi tersebut mengubah total hubungan bilateral antara kedua negara dari yang awalnya bersahabat menjadi bermusuhan.

Bulan Juni 1989, Khomeini meninggal & posisinya sebagai pemimpin spiritual tertinggi Iran digantikan oleh Ali Khamanei. Di tahun yang sama, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani terpilih menjadi presiden baru Iran. Untuk memulihkan kembali kondisi Iran yang kacau balau akibat konflik internal & perang dengan Irak, Rafsanjani melakukan banyak kebijakan pragmatis. Ia melakukan liberalisasi ekonomi & memperbaiki hubungan Iran dengan negara-negara Barat untuk mendapatkan suntikan dana.

Hasilnya, perekonomian Iran secara perlahan-lahan mulai bangkit walaupun ketergantungan terhadap sektor minyak masih sangat tinggi. Di luar aspek ekonomi, kabinet era Rafsanjani & penerusnya berhasil menciptakan berbagai kemajuan seperti meningkatnya angka melek huruf & menurunnya angka kematian bayi di Iran.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

GlobalSecurity.org - Iran-Iraq War (1980-1988)
Iran Chamber - Iran after the victory of 1979's Revolution (page 1)
Iran Chamber - Iran after the victory of 1979's Revolution (page 2)
Iran Chamber - Iran after the victory of 1979's Revolution (page 3)
Iran Chamber - Iran after the victory of 1979's Revolution (page 4)
Iran Chamber - Islamic Revolution of 1979
MacroHistory - Political Divisions, Cleric Power and Totalitarianism
MacroHistory - The Pahlavi Monarchy Falls
Wikipedia - Background and causes of the Iranian Revolution
Wikipedia - Iranian Revolution
Afary, J.. 2008. "Iran". Encyclopaedia Britannica, Chicago.
Schroeder, K. C.. 2009. "Iran : Revolutionary History and Political Evolution".







COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



6 komentar:

  1. Ikutan menyimak juga, mantab sejarah irannya gan :)

    BalasHapus
  2. asslm. bagus.. ada buku2 tentang iran? saya perlu untuk menyelesaikan tugas akhir saya. terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau buku, sayangnya saya kurang tahu. Sebab sumber-sumber utama saya saat menyusun artikel soal Iran adalah dari artikel internet & makalah online.

      Maaf kalau jawaban saya kurang bisa memuaskan anda..

      Hapus
  3. artikelnya bagus, cukup jelas, dan transparan. soalnya banyak juga orang yg nulis soal iran dari sumber yang nggak relevan dan rasional. ini salah satu sedikit penjelasan tentang iran dalam bahasa indonesia yg paling bagus, salam.

    BalasHapus
  4. Keren, menambah pengetahuan.

    BalasHapus
Diberdayakan oleh Blogger.