Pertempuran Haldighati, Duel Gajah Asli Melawan Gajah Palsu



Lukisan mengenai Pertempuran Haldighati. (anuragsinha007.blogspot.com)

Marwari adalah sebutan untuk peranakan kuda yang berasal dari Rajasthan, India barat. Kuda ini diperkirakan mulai diternakkan secara luas oleh rajput / bangsawan militer India sejak abad ke-12. Kuda Marwari mudah dikenali dengan melihat daun telinganya yang menghadap ke depan. Karena kuda-kuda Marwari dilatih untuk tahan mengarungi padang tandus & berani mendekati gajah yang ditunggangi prajurit musuh, kuda ini pun menjadi hewan tunggangan yang begitu efektif bagi para rajput yang mendiami Rajasthan.

Pertempuran Haldighati adalah salah satu contoh konflik militer di mana kuda Marwari turut ambil bagian. Sesuai dengan namanya, Pertempuran Haldighati memang mengambil tempat di Haldighati yang sekarang termasuk dalam negara bagian Rajasthan.

Dalam pertempuran yang berlangsung pada tahun 1576 ini, pasukan Kerajaan Mewar / Udaipur mencoba menggagalkan upaya penaklukan yang dilakukan oleh Kekaisaran Mughal. Di masa kini, rakyat Rajasthan mengenang Pertempuran Haldighati sebagai simbol heroisme & pengorbanan.

Pertempuran Haldighati juga terkenal karena pertempuran ini menjadi salah satu contoh di mana penunggang kuda Marwari melengkapi kudanya dengan topeng berbelalai palsu. Tujuan pemasangan belalai palsu ini adalah untuk membuat kuda tunggangannya terlihat seperti anak gajah.

Di alam liar, gajah dewasa secara naluriah tidak akan menyerang anak gajah karena tidak menganggapnya sebagai ancaman & menyerang anak gajah hanya akan memancing kemarahan induknya. Sebagai akibatnya, gajah perang milik pasukan lawan hanya bersikap pasif ketika didekati oleh gajah palsu tadi sehingga sang penunggang gajah palsu bisa menyerang lawannya lebih dulu.



LATAR BELAKANG

India utara di Abad Pertengahan terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang dipimpin oleh rajput. Kondisi tersebut lantas menjadikan India utara sebagai sasaran empuk untuk ditaklukkan oleh bangsa-bangsa luar. Karena selama kerajaan yang ingin melakukan penaklukan memiliki militer yang superior atau mahir melakukan diplomasi dengan masing-masing rajput, kerajaan-kerajaan kecil tadi bisa dipaksa tunduk pada kerajaan penakluknya.

Hal tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Kekaisaran Mughal, kekaisaran Islam yang di abad ke-16 sedang giat-giatnya melakukan perluasan wilayah. Hampir seluruh kerajaan rajput di India utara sudah berhasil ditaklukkan oleh Mughal. Namun ternyata masih ada sedikit kerajaan rajput yang belum tunduk kepada Mughal. Salah satu dari kerajaan tersebut adalah Kerajaan Mewar yang sejak tahun 1572 dipimpin oleh Maharana Pratap / Pratap Singh.

Peta lokasi Udaipur, ibukota Kerajaan Mewar. (worldatlas.com)

Mewar sendiri pada waktu itu dilanda perpecahan internal karena tidak semua pihak merestui naiknya Pratap sebagai raja Mewar. Ibu tiri Pratap yang bernama Dheer Bai lebih suka kalau Mewar dipimpin oleh putra kandungnya yang bernama Jagmal Singh. Sementara saudara-saudara Pratap yang bernama Shakti & Jagmal beramai-ramai membelot ke pihak Mughal.

Mughal awalnya memilih jalur negosiasi untuk menjadikan Mewar sebagai negara bawahannya. Kaisar Mughal yang bernama Akbar berulang kali mengirimkan utusan ke Mewar untuk menerima pernyataan tunduk dari Pratap.

Upaya tersebut awalnya selalu berakhir sia-sia karena Pratap enggan menjadi bawahan kerajaan lain. Namun setelah dalam upaya yang kelima Mughal mengirimkan Bhagwant Das, Pratap akhirnya melunak karena ia menaruh rasa hormat yang tinggi kepada Bhagwant Das. Untuk menunjukkan niatnya menjalin persahabatan dengan Mughal, Pratap lantas mengutus anaknya yang bernama Amar Singh untuk menemui Kaisar Akbar di benteng Agra.

Namun pertemuan tersebut justru malah menciptakan bara permusuhan antara Mughal dengan Mewar. Pasalnya Akbar merasa tersinggung karena alih-alih menemui dirinya secara langsung, Pratap justru malah mengutus anaknya untuk bertemu dengan Akbar. Akbar yang diliputi kemarahan lantas mengerahkan pasukannya untuk menaklukkan Mewar & menunjuk putra mahkotanya yang bernama Man Singh untuk memimpin pasukan tersebut.


Maharana Pratap. (topyaps.com)


BERJALANNYA PERTEMPURAN

Pertempuran antara pasukan Mewar & Mughal terjadi di Haldighati yang terletak di sebelah selatan Mewar. Pasukan Mughal berjumlah 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan pasukan Mewar. Namun sebagai akibat dari kondisi medan yang bergunung-gunung, pasukan Mughal tidak bisa membawa senjata meriam andalannya. Lokasi pertempuran yang berada di Haldighati juga memberikan keuntungan tersendiri bagi pasukan Mewar karena mereka sudah terbiasa berperang di medan yang tandus & bergunung-gunung

Pertempuran antara pasukan kedua kerajaan tersebut akhirnya pecah pada tanggal 18 Juni 1576. Jika pasukan Mewar dipimpin langsung oleh Pratap yang menunggangi kuda andalannya yang bernama Chetak, maka pasukan Mughal dipimpin oleh Man Singh yang memberi instruksi dari atas punggung gajah.

Mula-mula, pasukan Mewar yang terbagi ke dalam 3 divisi menyerang formasi pasukan Mughal secara serentak. Sebagai akibat dari medan tempur yang bergunung-gunung, pasukan Mughal kesulitan bermanuver & tidak bisa memanfaatkan keunggulan jumlahnya secara optimal.

Man Singh yang melihat situasi tersebut lantas mengkonsentrasikan pasukannya untuk menyerang ke sisi tengah. Sisi yang kebetulan juga merupakan lokasi di mana Pratap berada. Melihat Man Singh berada tidak jauh dari hadapannya, Pratap lantas memacu Chetak untuk berlari mendekati Man Singh. Karena gajah memiliki penglihatan yang buruk & mengira kalau hewan yang ditunggangi oleh Pratap adalah anak gajah, gajah tunggangan Man Singh membiarkan kuda tunggangan Pratap mendekati dirinya.

Pratap secara heroik kemudian memerintahkan Chetak untuk mengangkat kedua kaki depannya & menapakkannya pada kepala gajah. Ia lalu melemparkan tombaknya ke atas punggung gajah. Namun bukannya mengenai Man Singh, tombak tersebut justru menghujam tubuh mahout / pengendali gajah yang duduk di depan Man Singh.

Patung yang menggambarkan Pratap saat nyaris membunuh Man Singh. (indiatimes.com)

Begitu sang mahout jatuh tersungkur ke atas tanah, gajah tunggangan Man Singh kemudian mengayunkan kepalanya & tanpa sengaja melukai kaki Chetak memakai pedang yang terpasang pada gadingnya. Tanpa adanya mahout, gajah yang membawa Man Singh secara naluriah menyingkir menjauhi medan tempur. Sementara Chetak masih sanggup membawa majikannya keluar dari medan tempur dengan selamat kendati berada dalam kondisi terpincang-pincang.

Man Singh sendiri tidak tahu kalau orang yang menyerangnya tersebut adalah Pratap. Penyebabnya adalah komandan tertinggi militer India pada masa itu memiliki kebiasaan duduk di atas gajah ketika memimpin pasukannya. Namun Pratap dalam pertempuran ini memerintahkan anak buahnya yang bernama Maan Singh Jhala untuk menunggangi gajah. Siasat tersebut berhasil & ketika pasukan Mughal berhasil membunuh Jhala, mereka mengira kalau yang tewas adalah Pratap.

Empat jam berlalu, pasukan Mewar yang kalah jumlah akhirnya mulai kewalahan. Sadar kalau pihaknya tidak bisa lagi memenangkan pertempuran, Pratap & sisa-sisa prajuritnya lantas memutuskan untuk mundur. Pasukan Mughal tidak mengejar pasukan Mewar yang melarikan diri karena wilayah tersebut beriklim kering & termasuk dalam wilayah musuh.

Man Singh sendiri akhirnya sadar kalau Pratap masih hidup sehingga ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk kembali ke medan tempur keesokan harinya. Namun kali ini, tidak ada pasukan Mewar yang menunggu mereka di sisi seberang.


Diorama kuda perang Mewar di Istana Udaipur. (Eoghancito / worldnomads.com)


KONDISI PASCA PERTEMPURAN

Seusai Pertempuran Haldighati, Mughal terus melanjutkan invasinya ke Mewar & berhasil menduduki ibukota Udaipur. Sadar kalau Mewar tidak memiliki militer sekuat Mughal, Pratap pun beralih ke taktik gerilya untuk memastikan kalau kekuasaan Mughal atas Mewar tidak berjalan tanpa hambatan.

Dengan menjadikan kawasan pelosok di pegunungan sebagai markasnya, Pratap & pasukannya meracuni sumber air milik musuh, mengosongkan perkampungan yang hendak dilintasi pasukan Mughal, & menjarah pemukiman yang didirikan oleh pasukan musuh. Perlawanan yang dipimpin oleh Pratap baru terhenti setelah ia meninggal dunia pada tahun 1597.

Penduduk negara bagian Rajasthan di masa kini menganggap Pertempuran Haldighati sebagai contoh aksi kepahlawanan tokoh asli daerahnya dalam membendung invasi bangsa asing. Sejumlah lukisan & patung dibuat untuk mengagung-agungkan Maharana Pratap.

Pada bulan Februari 2017, pemerintah negara bagian Rajasthan diberitakan mencoba merevisi isi buku pelajaran yang membahas Pertempuran Haldighati & mencitrakannya sebagai kemenangan bagi pihak Mewar. Rencana tersebut lantas dikritik oleh sejarawan Tanuja Kothiyal karena dianggap sebagai upaya mengaburkan sejarah demi memuaskan ambisi segelintir golongan semata.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN KONFLIK

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 18 Juni 1576
-  Lokasi : Haldighati (India barat)

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Mewar
       melawan
(Negara)  -  Mughal

Hasil Akhir
Konflik berakhir tanpa pemenang yang jelas

Korban Jiwa
Tidak jelas



REFERENSI

Chatterji, R.. 2017. "Maharana Pratap Won The Battle Of Haldighati: How BJP's Bid To Rewrite History Textbooks Sets A Dangerous Precedent".
(www.huffingtonpost.in/2017/02/09/maharana-pratap-won-the-battle-of-haldighati-how-bjps-bid-to-r/)

Dabas, M.. 2017. "Before Rajasthan Changes In Textbook What Happened At Haldigati, Here's All You Need To Know About The Battle".
(www.indiatimes.com/news/before-rajasthan-changes-in-textbook-what-happened-at-haldigati-here-s-all-you-need-to-know-about-the-battle-271208.html)

Horton, J.. 2011. "The Indian horses bred to fight elephants".
(travel.cnn.com/explorations/play/horses-bred-fight-elephants-630647/)

Maps of India. 2015. "Battle of Haldighati".
(www.mapsofindia.com/history/battles/battle-of-haldighati.html)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.