Sejarah Eksodus Etnis Turki Bulgaria di Tahun 1989



Warga etnis Turki Bulgaria yang hendak menuju Turki. (BTA / dw.com)

Bulgaria adalah nama dari sebuah negara yang terletak di Semenanjung Balkan & berbatasan langsung dengan Yunani serta Turki di sebelah selatan. Bagi para penggemar sepak bola, negara ini harusnya bukanlah negara yang asing karena negara ini pernah menelurkan sejumlah tokoh sepak bola termahsyur seperti Dimitar Berbatov, Hristo Stoichkov, hingga Ivan Kolev.

Karena berbatasan langsung dengan Turki, maka bukan hal yang aneh jika kemudian Bulgaria dihuni oleh etnis / suku Turki yang jumlahnya lumayan banyak. Faktanya, etnis Turki sekarang berstatus sebagai etnis terbesar kedua di Bulgaria dengan persentase mencapai hampir 10 persen dari total jumlah penduduk Bulgaria. Sementara etnis dengan populasi paling dominan di Bulgaria adalah etnis Bulgaria / Slavia.

Etnis Turki di Bulgaria sekarang memiliki hubungan yang cukup harmonis dengan etnis-etnis lainnya. Namun tidak demikian halnya jika kita mundur ke dekade 1980-an. Pasalnya di periode tersebut, etnis Turki setempat terlibat konflik dengan pemerintah Bulgaria akibat dipaksa mengganti nama & meninggalkan tradisi keagamaannya.

Saat hubungan antara etnis Turki dengan pemerintah Bulgaria semakin memanas, terjadilah eksodus di mana sebanyak 360.000 penduduk etnis Turki Bulgaria beramai-ramai meninggalkan Bulgaria untuk pindah ke Turki. Eksodus etnis Turki Bulgaria tersebut sekaligus menjadi peristiwa migrasi massal terbesar yang pernah terjadi di Eropa semenjak berakhirnya Perang Dunia Kedua.

Peta Bulgaria & Turki. (bbc.co.uk)


LATAR BELAKANG

Wilayah cikal bakal negara Bulgaria hingga abad ke-19 berstatus sebagai wilayah Kesultanan Ottoman, negara pendahulu Republik Turki. Karena pernah berada di bawah kekuasaan Ottoman selama berabad-abad, wilayah Bulgaria pun memiliki populasi etnis Turki yang berjumlah besar.

Tahun 1948, Bulgaria berubah menjadi negara komunis. Walaupun rezim komunis Bulgaria mengklaim kalau mereka bersedia merangkul etnis-etnis minoritas di Bulgaria, dalam praktiknya etnis minoritas kerap diperlakukan sebagai warga kelas 2.

Sebagai contoh, etnis non-Bulgaria pada awalnya tidak diperbolehkan bergabung dalam militer. Kemudian sejak tahun 1958, sekolah-sekolah yang awalnya menggunakan bahasa Turki sebagai bahasa pengantarnya diwajibkan menggunakan bahasa Bulgaria.

Kebijakan tadi, dikombinasikan dengan gaya pemerintahan otoriter khas rezim komunis, lantas mendorong munculnya arus migrasi massal keluar Bulgaria oleh etnis-etnis minoritas setempat. Antara tahun 1949 - 1951, sebanyak 155.000 etnis Turki Bulgaria dilaporkan pergi meninggalkan Bulgaria menuju Turki. Selain etnis Turki, sebanyak 50.000 etnis Yahudi Bulgaria juga bermigrasi keluar Bulgaria menuju Israel.

Memasuki dekade 1970-an, pemerintah Bulgaria merasa prihatin akan rendahnya angka kelahiran etnis Bulgaria di negaranya. Pemerintah Bulgaria lantas berusaha mendorong warganya untuk memiliki anak sebanyak mungkin demi meningkatkan laju pertumbuhan populasi etnis Bulgaria, namun usaha mereka tidak membuahkan hasil.

Peta wilayah berbahasa mayoritas Turki di Bulgaria (warna kelabu terang).

Hal tersebut lantas menimbulkan kekhawatiran kalau kelak populasi etnis Bulgaria bakal disalip oleh etnis Turki. Untuk mencegah hal tersebut benar-benar terjadi, pada tahun 1984 pemerintah Bulgaria lantas mengeluarkan kebijakan asimilasi budaya yang bernama "Vazroditelen Protses" (Proses Pembangkitan; Revival Process).

Berdasarkan kebijakan baru ini, etnis Turki yang populasinya pada waktu itu mencapai hampir 1 juta jiwa diharuskan mengganti namanya menjadi lebih berbau lokal / Bulgaria. Warga etnis Turki Bulgaria juga dilarang menggunakan bahasa Turki di tempat umum & dilarang mempraktikkan tradisi-tradisi berbau Islam, misalnya pergi ke masjid & menggelar prosesi pemakaman sesuai pedoman agama Islam.



BERLANGSUNGNYA ASIMILASI (1984 - 1989)

Pemerintah Bulgaria mengklaim kalau kebijakan penggantian nama ini dilakukan karena etnis Turki di Bulgaria aslinya adalah etnis asli Bulgaria yang sudah berpindah agama & mengadopsi budaya Turki. Namun alasan tersebut tidak serta merta diterima oleh etnis Turki di Bulgaria yang banyak menggunakan nama berbau Turki & Arab. Mereka bersikeras tidak mau mengganti nama mereka karena nama tersebut adalah nama pemberian orang tua mereka.

Warga etnis Turki Bulgaria pada awalnya berusaha menolak upaya penggantian nama tersebut dengan melakukan demonstrasi damai. Alih-alih berhasil meyakinkan pemerintah Bulgaria untuk membatalkan kebijakannya, aksi protes yang mereka gelar justru malah membuat pemerintah Bulgaria merasa semakin yakin kalau mereka harus menggunakan metode yang lebih keras supaya warga Turki Bulgaria bersedia mengganti namanya.

Pada tanggal 24 Desember 1984 contohnya, tentara Bulgaria yang dilengkapi dengan tank & meriam air melakukan penyerbuan ke Kardzhali, provinsi di Bulgaria selatan yang memiliki populasi etnis Turki berjumlah besar. Warga etnis Turki di distrik tersebut kemudian beramai-ramai diberikan kartu identitas berisi nama baru mereka.

Warga etnis Turki Bulgaria. (socbg.com / neweasterneurope.eu)

Untuk memberikan efek jera sekaligus rasa gentar kepada warga etnis Turki di Kardzhali yang menolak mengganti namanya, aparat Bulgaria melakukan penahanan massal kepada mereka yang ikut serta dalam aksi demonstrasi. Banyak dari mereka yang berusaha menghindari kejaran aparat dengan cara melarikan diri ke hutan atau bersembunyi di rumah-rumah kosong.

Bukan hanya warga yang masih hidup yang menjadi sasaran penggantian nama ini. Warga etnis Turki yang sudah lama meninggal juga menjadi korban penggantian nama. Menurut pengakuan seorang warga etnis Turki Bulgaria yang bernama Galip Sertel, almarhum ayahnya yang bernama Mehmet namanya diganti menjadi Mihail. Sementara almarhum kakeknya yang bernama Suleyman namanya diubah menjadi Semion.

Bak ungkapan "melawan api dengan api", warga etnis Turki Bulgaria yang tetap ngotot menolak kebijakan penggantian nama lantas beralih ke taktik perlawanan bersenjata. Pada bulan April 1985, sejumlah milisi etnis Turki melakukan aksi penyerangan ke kereta penumpang. Akibat serangan tersebut, sebanyak 7 orang menjadi korban tewas.

Demonstrasi & bentrokan antara aparat Bulgaria dengan massa etnis Turki juga terus berlangsung hingga bertahun-tahun berikutnya. Saat pemerintah pusat Bulgaria merasa semakin kewalahan, pada bulan Mei 1989 Todor Zhivkov - pemimpin Partai Komunis Bulgaria - mengumumkan kalau warga etnis Turki yang menolak kebijakan penggantian nama diperbolehkan pergi meninggalkan Bulgaria.

Kamp penampungan etnis Turki Bulgaria. (24chasa.bg / neweasterneurope.eu)


TERJADINYA EKSODUS & KELANJUTANNYA (SEJAK 1989)

Begitu mendengar pengumumkan tersebut, warga etnis Turki beramai-ramai menjual rumah & barang-barang berharganya supaya memiliki cukup uang untuk bermigrasi ke Turki, negara tetangga Bulgaria di sebelah tenggara. Bak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, warga etnis Bulgaria beramai-ramai membeli tanah & mobil milik warga etnis Turki dengan harga rendah supaya bisa dijual kembali dengan harga tinggi.

Sementara itu di dekat perbatasan Bulgaria & Turki, jalan yang menghubungkan kedua negara dipenuhi oleh kereta barang & mobil milik etnis Turki yang mengangkut perabotan. Karena pemerintah Turki merasa khawatir kalau terlalu banyaknya pengungsi yang masuk bakal membebani perekonomian mereka, pada bulan Agustus 1989 pemerintah Turki terpaksa menutup perbatasan negaranya dengan Bulgaria.

Saat pemerintah Turki menutup perbatasan dengan negara tetangganya tadi, sudah ada lebih dari 300.000 warga etnis Turki Bulgaria yang menyeberang ke Turki. Sementara ribuan orang lainnya terlantar di balik perbatasan. Saat tekanan kepada pemerintah Bulgaria semakin menghebat, Zhivkov dikudeta oleh anggota partainya sendiri pada bulan November 1989.

Rezim Bulgaria yang baru kemudian mengumumkan kalau kebijakan asimilasi paksa kepada etnis Turki bakal dihentikan & warga etnis Turki diperbolehkan mempraktikkan kembali tradisi lamanya. Pemerintah Bulgaria juga mengubah sistem politik Bulgaria menjadi lebih demokratis sehingga kini etnis Turki Bulgaria bisa mendirikan partai politiknya sendiri.

Sejumlah warga etnis Turki Bulgaria yang sempat bermigrasi keluar negeri lantas mulai banyak yang kembali ke Bulgaria, namun mayoritasnya lebih memilih untuk tetap tinggal di Turki. Tahun 2012, parlemen Bulgaria secara resmi mengakui kalau kebijakan asimilasi paksa pada dekade 1980-an adalah bentuk kejahatan kemanusiaan. Mereka juga sepakat kalau tokoh-tokoh yang terlibat dalam kebijakan tersebut harus dihukum berat.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

AFP. 2012. "Bulgaria condemns communist Turkish assimilation".
(www.hurriyetdailynews.com/bulgaria-condemns-communist-turkish-assimilation-11242)

Daily Sabah. 2019. " Bulgaria's Turks remember exodus, fight for their names".
(www.dailysabah.com/turkey/2019/05/25/bulgarias-turks-remember-exodus-fight-for-their-names)

Haberman, C.. 1989. "Bulgaria Forces Turkish Exodus of Thousands".
(www.nytimes.com/1989/06/22/world/bulgaria-forces-turkish-exodus-of-thousands.html)

P. Dimitrov & J.D. Bell. 2008. "Bulgaria". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

T. Vaksberg & A. Andreev. 2014. "Recalling the fate of Bulgaria's Turkish minority".
(www.dw.com/en/recalling-the-fate-of-bulgarias-turkish-minority/a-18149416)

Wikipedia. "Bulgarian Turks".
(en.wikipedia.org/w/index.php?title=Bulgarian_Turks&oldid=967748049)
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.