Perang Sipil Cina yang Melahirkan Raksasa Komunis di Asia Timur



Tentara komunis (PKC) dalam perang sipil Cina. (china.org)

Rasanya tidak ada orang yang tidak mengenal negara Cina. "Negeri Tirai Bambu" tersebut memang memiliki banyak hal yang membuatnya bisa termasyhur di seluruh penjuru dunia. Mulai dari luas wilayahnya, jumlah penduduknya, budaya khasnya, peninggalan bersejarahnya, hingga imigrannya yang tersebar di seluruh dunia.

Belakangan, Cina bahkan disebut-sebut bakal menjadi negara adidaya yang bisa mengimbangi peran Amerika Serikat dalam percaturan politik dunia. Pendapat yang mungkin bakal terdengar menggelikan jika disampaikan puluhan tahun silam karena pada saat itu Cina sedang berada dalam kondisi porak-poranda, salah satu sebabnya akibat dilanda perang sipil.

Perang sipil Cina adalah perang saudara yang terjadi antara Partai Komunis Cina yang berhaluan sayap kiri melawan Kuomintang (Partai Nasionalis) yang berhaluan nasionalis / sayap kanan. Berdasarkan waktu kejadian & pihak-pihak yang terlibat, perang sipil Cina bisa dibagi ke dalam 3 fase : fase I yang melibatkan para panglima militer lokal (1927 -1936), fase II yang melibatkan Jepang (1937 - 1945), & fase III (1946 - 1950).

Seusai perang, Cina daratan berubah menjadi negara komunis dengan nama resmi "Republik Rakyat Cina". Sementara kubu sayap kanan mengungsi ke Pulau Taiwan & tetap berkuasa di sana hingga sekarang dengan nama resmi "Republik Cina".



LATAR BELAKANG

Cina awalnya adalah negara kekaisaran yang diperintah oleh Dinasti Qing. Namun menyusul timbulnya Revolusi Xinhai, sejak tahun 1911 riwayat Kekaisaran Cina berakhir & Cina berubah menjadi negara republik dengan Sun Yat-sen sebagai pemimpinnya. Revolusi tersebut juga membuat situasi dalam negeri Cina menjadi tidak stabil sebagai akibat dari munculnya panglima-panglima militer yang menguasai sejumlah daerah di Cina utara & enggan tunduk kepada pemerintah pusat.

Untuk mendapatkan tambahan kekuatan supaya bisa mengalahkan para panglima militer tersebut, Sun lalu meminta bantuan kepada negara-negara Barat, namun permintaan bantuannya ditolak. Gagal mendapatkan bantuan dari negara-negara Barat, Sun lalu meminta bantuan kepada Uni Soviet pada tahun 1921.

Sun Yat-sen.

Soviet setuju untuk memberikan bantuan militer kepada pemerintah Cina, namun di saat yang sama Uni Soviet juga menyokong Partai Komunis Cina (PKC) yang baru berdiri & memiliki perbedaan ideologi dengan pemerintah berkuasa Cina. Bila dibandingkan dengan Kuomintang (KMT) selaku partai berkuasa Cina, PKC pada masa itu bisa dibilang tidak ada apa-apanya. Jika pada tahun 1923 jumlah total anggota KMT mencapai 50.000 orang, maka jumlah total anggota PKC hanya sekitar ratusan orang.

Walaupun memiliki perbedaan ideologi, pada awalnya KMT masih menoleransi keberadaan PKC. Kedua partai politik tersebut sepakat untuk mendirikan pemerintahan koalisi & bekerja sama memerangi para panglima militer pembangkang di Cina utara. Para anggota PKC bahkan diperbolehkan bergabung ke dalam keanggotaan KMT sehingga KMT memiliki jumlah simpatisan sayap kiri yang lumayan banyak. Namun situasinya mulai berubah setelah pada tahun 1925, Sun Yat-sen meninggal dunia akibat kanker.

Hilangnya sosok Sun yang bisa merangkul banyak pihak lantas membuat riak-riak perpecahan antara KMT dengan golongan komunis mulai timbul ke permukaan. Bulan April 1927, Chiang Kai-shek selaku anggota KMT merangkap pemimpin militer Cina menyatakan bahwa komunisme harus dibasmi karena komunisme dianggap membawa dampak buruk bagi sektor sosial & perekonomian negara. Pernyataan Chiang tersebut lantas diikuti dengan aktivitas penangkapan & pembunuhan massal para simpatisan komunis di kota Shanghai.

Akibat peristiwa tersebut, KMT pun terbelah menjadi 2 kubu utama : kubu sayap kanan pimpinan Chiang yang berbasis di Nanking (Nanjing) & kubu sayap kiri pimpinan Wang Jinwei yang berbasis di Wuhan. Peristiwa itu pula yang membuat PKC memutuskan untuk memulai perlawanan bersenjata secara terang-terangan sehingga pecahnya perang sipil di daratan Cina tak bisa dielakkan lagi.


Bendera lambang PKC & KMT. (china-embassy.org) (isedphistory.wordpress.com)


BERJALANNYA PERANG

Perang Fase I (1927 - 1936)

Masalah utama PKC saat hendak memulai perjuangan bersenjata adalah mereka tidak memiliki jumlah simpatisan sebanyak yang dimiliki KMT. Sebagai solusinya, PKC di bawah pimpinan Mao Zedong (Mao Tse-tung) memobilisasi kaum petani & pekerja di Provinsi Hunan untuk melakukan pemberontakan pada musim gugur tahun 1927.

Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas oleh pasukan KMT, namun hal tersebut tidak lantas membuat PKC patah arang. Untuk menarik minat para petani agar mau direkrut menjadi anggota PKC, partai berhaluan sayap kiri tersebut berjanji akan merampas lahan dari para tuan tanah & memberikannya kepada para petani miskin. Hasilnya, pada tahun 1928 jumlah anggota PKC membengkak menjadi 10.000 personil.

Tahun 1931, Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Soviet Cina (RSC) dengan Ruijin, Provinsi Jiangxi, Cina tenggara, sebagai ibukotanya. Jumlah simpatisan dari PKC juga terus bertambah sehingga KMT berusaha mengakhiri riwayat RSC dengan cara melakukan serangkaian invasi militer ke wilayah RSC. Namun kombinasi dari gigihnya perlawanan pasukan RSC, konflik internal dalam tubuh KMT, & invasi militer Jepang ke Cina utara membuat invasi-invasi militer yang dilakukan oleh KMT berakhir dengan kegagalan.

Memasuki tahun 1934, pasukan KMT kembali melakukan invasi ke wilayah RSC sambil melakukan perubahan taktik. Jika pada invasi-invasi sebelumnya pasukan KMT melakukan serangan cepat yang terkonsentrasi lewat 1 rute, maka pada invasi tahun 1934 pasukan KMT membangun barikade & pos-pos militer di sekitar wilayah RSC sambil bergerak masuk ke dalam wilayah RSC secara perlahan tapi pasti.

"Barisan Panjang" anggota PKC.

Taktik baru tersebut berjalan sukses & pasukan RSC mulai terdesak. Maka, pada bulan Oktober 1934 Mao memerintahkan sekitar 100.000 anggota PKC di Provinsi Jiangxi untuk mengungsi ke Provinsi Shaanxi, Cina tengah. Iring-iringan pengungsi tersebut nantinya dikenal dengan sebutan "Barisan Panjang" (Long March) & menempuh rute memutar sejauh 12.500 km yang melewati 11 provinsi.

Dari sekitar 100.000 orang yang mengungsi dari Provinsi Jiangxi, hanya sekitar 8.000 orang yang berhasil sampai ke tempat tujuan - Provinsi Shaanxi - dengan selamat. Di sepanjang rute yang mereka lewati, barisan pengungsi tersebut juga melakukan penjarahan kepada para tuan tanah setempat sambil merekrut puluhan ribu simpatisan tambahan. Sesampainya di provinsi tujuan, kota Yan'an (Yenan) lalu dijadikan ibukota RSC yang baru.


Perang Fase II (1937 - 1945)

Bulan September 1931, pasukan Jepang berhasil mencaplok daerah Manchuria, Cina timur laut. Jatuhnya Manchuria ke tangan Jepang merupakan pukulan hebat bagi negara Republik Cina (KMT) karena Manchuria merupakan daerah dengan potensi pengembangan industri yang amat besar. Kendati demikian, Chiang selaku pemimpin KMT & Republik Cina masih bersikeras untuk menjadikan perang melawan PKC / RSC sebagai prioritas utama.

Menurut Chiang, negara Cina yang masih dalam kondisi terpecah tidak akan cukup kuat untuk mengalahkan militer Jepang yang saat itu merupakan negara adidaya di kawasan Asia Pasifik. Sikap Chiang tersebut pada gilirannya mengundang rasa tidak suka dari sejumlah tentara Republik Cina yang kemudian nekat menyandera Chiang di kediamannya sendiri pada tahun 1936.

Sesudah disandera selama beberapa hari, Chiang akhirnya setuju untuk berhenti melanjutkan perang melawan PKC & mengajak PKC untuk bersama-sama memerangi pasukan Jepang. Persekutuan antara KMT & PKC tersebut lantas dikenal dengan sebutan "Front Bersatu Kedua" (Second United Front). Walaupun secara resmi kedua belah pihak sepakat untuk berdamai & bekerja sama memerangi Jepang, dalam realitanya pasukan KMT & PKC masih kerap terlibat konflik bersenjata untuk memperebutkan daerah-daerah yang masih belum dikuasai Jepang.

Tentara Jepang yang sedang ditawan oleh sepasang tentara Cina (KMT). (ww2db.com)

Puncak dari konflik antara keduanya terjadi pada Januari 1941 ketika pasukan KMT melakukan penyerbuan & penahanan massal kepada pasukan PKC di Provinsi Anhui, Cina timur. Pasca insiden tersebut, persekutuan resmi yang sudah dirajut oleh KMT & PKC pun berakhir.

Selama melakukan pertempuran melawan Jepang & kelompok rivalnya, KMT & PKC menggunakan taktik militer yang berbeda. Jika KMT menggunakan taktik perang konvensional yang notabene membutuhkan banyak persenjataan berat & personil militer, maka PKC lebih banyak menggunakan taktik gerilya alias pertempuran sembunyi-sembunyi.

Untuk menarik simpati penduduk setempat di daerah yang baru saja ditaklukannya, PKC melakukan reformasi kepemilikan lahan yang memihak kaum petani kecil, menggelar pidato akbar untuk mempropagandakan nilai-nilai komunisme, & menganjurkan para prajuritnya untuk hidup membaur dengan rakyat sipil. Hasilnya efektif. Jika pada tahun 1937 jumlah anggota PKC hanya sekitar 100.000, maka pada tahun 1945 jumlah anggota PKC melonjak menjadi 1,2 juta.

Bulan Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat setelah kota Hiroshima & Nagasaki dijatuhi bom atom. Menyerahnya Jepang secara otomatis mengakhiri Perang Dunia II & konflik bersenjata antara Cina melawan Jepang. Berakhirnya Perang Dunia II juga diikuti dengan invasi pasukan Uni Soviet ke Manchuria. Keberadaan pasukan Uni Soviet di Manchuria lantas dimanfaatkan oleh pasukan PKC untuk menyelinap masuk ke sana & mengambil sisa-sisa persenjataan yang ditinggalkan oleh Jepang.

Pasukan KMT di lain pihak juga mengalami pertambahan kekuatan karena sejak tahun 1941, mereka mendapatkan bantuan militer dari Amerika Serikat (AS). Bertambahnya kekuatan militer dari masing-masing pihak pada gilirannya membuat fase ketiga dari perang sipil Cina siap memasuki fase tersengitnya.


Peta lokasi Manchuria (warna merah).


Konflik Fase III (1946 - 1950)

Sejak bulan Januari 1946, pembicaraan damai antara perwakilan PKC & KMT sebenarnya sudah dilakukan dengan difasilitasi oleh AS. Namun dalam realitanya, pembicaraan damai hanya berhasil menunda perang sipil untuk sementara waktu. Perang akhirnya benar-benar meletus setelah pada bulan Juli 1946, pasukan KMT yang berjumlah 1,6 juta personil melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah kekuasaan PKC.

Sadar kalau jumlah personil & persenjataan yang dimilikinya tidak sebaik pihak lawan, pasukan PKC pun memilih untuk mundur jika pasukan KMT yang maju terlampau banyak untuk dibendung. Di 1 sisi taktik tersebut membuat jumlah korban tewas di pihak PKC tidak terlampau banyak, namun di sisi lain taktik tersebut membuat pasukan KMT bisa menaklukkan wilayah-wilayah kekuasaan PKC dengan mudah.

Fokus utama dari pasukan KMT saat melakukan invasi adalah kota-kota besar di Cina utara & Manchuria. Bulan Maret 1947, pasukan KMT berhasil merebut ibukota Yan'an yang sudah ditinggalkan penghuninya. Sukses menguasai ibukota negara bentukan kelompok rivalnya, perang sipil nampaknya akan segera berakhir dengan kemenangan pihak KMT. Namun waktu membuktikan kalau perang sipil masih jauh dari kata berakhir.

Karena KMT hanya fokus melakukan invasi militer untuk menguasai kota-kota besar, maka pasukan PKC bisa mengungsi ke daerah pelosok & pedesaan sambil mengumpulkan simpatisan baru di sana. Upaya PKC untuk mendapatkan simpatisan baru semakin mudah karena semakin hari semakin banyak rakyat Cina yang membenci tindakan para petinggi KMT yang memanipulasi perekonomian negara untuk memperkaya diri.

Pemimpin PKC, Mao Zedong. (wikimedia.org)

Akhir Juni 1947, pasukan PKC melakukan serangan serempak ke Cina tengah, timur, & utara. Tahun berganti, KMT berusaha melakukan reformasi internal untuk memperkuat dirinya, namun reformasi tersebut gagal terlaksana dengan baik sebagai akibat dari maraknya aktivitas korupsi pegawai KMT & memburuknya kondisi militer KMT di Manchuria serta Cina utara. Krisis yang menimpa KMT tidak disia-siakan oleh PKC.

Bulan Januari 1949, kota Beiping (sekarang bernama Beijing) berhasil direbut oleh pasukan PKC tanpa pertumpahan darah. Memasuki bulan April, giliran kota Nanking yang jatuh ke tangan pasukan PKC. Rentetan keberhasilan tersebut lantas dimanfaatkan Mao Zedong untuk memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Cina (RRC) pada tanggal 1 Oktober 1949 dengan Beiping sebagai ibukotanya.

Semakin runyamnya kondisi di medan konflik memaksa KMT beberapa kali memindahkan pusat pemerintahannya. Semakin lama, lokasi dari pusat pemerintahan KMT semakin bergeser ke selatan. Bulan Desember 1949, para anggota KMT yang masih tersisa akhirnya mengungsi ke Pulau Taiwan / Formosa yang terletak di sebelah tenggara Cina daratan.

Upaya pasukan RRC untuk merebut pulau tersebut gagal terwujud setelah pergerakan mereka berhasil dibendung oleh sisa-sisa pasukan KMT di Pulau Quemoy yang terletak di antara Cina daratan & Pulau Taiwan. Gagal merebut Taiwan, pasukan PKC akhirnya memilih untuk melanjutkan penaklukannya ke pulau-pulau lain di daerah Cina selatan - salah satunya Pulau Hainan - pada tahun 1950.


Peta dari RRC (China) beserta Taiwan. (bbc.co.uk)


KONDISI PASCA PERANG

Perang sipil Cina merupakan salah satu konflik modern paling berdarah yang pernah dikenal oleh manusia. Jumlah korban tewas akibat perang sipil fase I & fase III jika ditotal bisa mencapai 5 juta jiwa. Jumlah tersebut bahkan bisa lebih tinggi lagi jika jumlah korban tewas dari perang sipil fase II ikut dimasukkan.

Namun, perang sipil pada fase II kadang dianggap sebagai perang yang terpisah karena adanya keterlibatan Jepang yang notabene sama-sama dimusuhi oleh pihak KMT & PKC. Keberhasilan PKC memenangkan perang sipil di Cina daratan lantas diikuti dengan eksodus massal jutaan penduduk Cina keluar negeri, salah satunya ke Hong Kong yang saat itu masih dikuasai oleh Inggris.

Sebagai langkah awal untuk membangun kembali wilayah Cina yang porak-poranda akibat perang sipil, Mao Zedong selaku pemimpin pertama RRC memerintahkan pembagian tanah kepada para petani miskin & menganjurkan mereka untuk membentuk serikat petani kolektif. Untuk mendorong pertumbuhan sektor industri, Mao melakukan nasionalisasi massal perusahaan-perusahaan swasta & mencanangkan program pembangunan nasional yang didukung oleh Uni Soviet.

Namun sebagai akibat dari salah perhitungan & tidak stabilnya kondisi sosial politik dalam negeri, kondisi sosial ekonomi RRC tidak mengalami perkembangan mencolok hingga puluhan tahun berikutnya. Perekonomian RRC baru mengalami pertumbuhan pesat setelah pada dekade 80-an, Deng Xiaoping selaku pemimpin baru RRC menjalankan sistem pasar bebas & mengundang investor asing untuk berbisnis di wilayah RRC.

Helikopter & kapal perang Taiwan. (wikipedia.org)

Secara resmi, perang sipil Cina sebenarnya masih berlangsung hingga sekarang karena tidak adanya kesepakatan damai yang permanen antara kedua belah pihak. Rezim KMT yang berlokasi di Taiwan mengklaim kalau seluruh wilayah Cina daratan termasuk ke dalam wilayahnya & yang memerintah di Pulau Taiwan adalah pemerintahan yang sedang berada dalam pengasingan (government in exile).

Namun dalam realitanya, kekuasaan dari rezim KMT hanya terbatas di Pulau Taiwan & pulau-pulau kecil di sekitarnya. Di pihak yang berseberangan, pemerintah RRC juga mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya & menganggap kalau pemerintahan yang berkuasa di Taiwan adalah pemerintahan ilegal. Pemerintah RRC bahkan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik kepada negara manapun yang mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat.

Menyusul keberhasilan pasukan komunis menguasai seluruh wilayah Cina daratan, para pengamat internasional berpikir kalau jatuhnya Taiwan ke tangan rezim komunis Cina hanyalah masalah waktu saja. Namun menyusul pecahnya Perang Korea di tahun 1950, AS mulai menaruh perhatian lebih terhadap perkembangan terbaru konflik RRC-Taiwan karena AS tidak ingin seluruh Asia Timur dikuasai oleh pihak komunis.

Maka, pada tahun yang sama AS pun mengirimkan armada militernya ke Selat Taiwan untuk mencegah angkatan laut RRC & Taiwan terlibat kontak senjata satu sama lain. Untuk meningkatkan kemandirian militer Taiwan, AS juga giat melakukan penjualan alutsista ke pihak Taiwan hingga sekarang. Tindakan AS tersebut pada gilirannya mengudang protes dari pihak RRC.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1927 - 1950
- Lokasi : Cina

Pihak yang Bertempur
(Grup)  -  Partai Komunis Cina
         melawan
(Grup)  -  Kuomintang
(Negara)  -  Republik Cina
         melawan
(Grup)  -  panglima-panglima militer lokal (1927 - 1928)
(Negara)  -  Jepang (1931 - 1945)

Hasil Akhir
- Kemenangan Partai Komunis Cina
- Berdirinya Republik Rakyat Cina yang berhaluan komunis di Cina daratan
- Pemerintah Republik Cina mengungsi ke Taiwan

Korban Jiwa
Lebih dari 5 juta jiwa.



REFERENSI

Council on Foreign Relations - China-Taiwan Relations
GlobalSecurity.org - Chinese Civil War (1927-1949)
Wikipedia - Chinese Civil War
Wikipedia - New Fourth Army incident
- . 2008. "Refugee". Encyclopaedia Britannica, Chicago.
- . 2008. "Warlord". Encyclopaedia Britannica, Chicago.







COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



14 komentar:

  1. cuma mau memberikan tambahan, Partai Komunis Cina bernama Kung Chang Tang yang didirikan oleh Li-Li San, lalu diteruskan oleh Chu-Teh, dan Mao Zedong, terima kasih :D

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas tulisannya. Sungguh sangat bermanfaat :)

    BalasHapus
  3. kalo bisa tolong juga ceritakan perangperbatasan antara thailand vs laos dan thailand vs kamboja dong

    BalasHapus
  4. berarti taiwan itu pelarian republik china

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha
      bukan taiwan dan China yg sekarang itu sama cuma pahamnya saja berbeda,
      taiwan di bantu amerika (demokrasi)
      china yg sekarang di bantu rusia (komunis)
      mirip kayak korea selatan vs korea utara

      Hapus
  5. Ulas perang sodara yg ada di Asia mib

    BalasHapus
  6. Sejauh ini sih good, hmm... Mantap. Artikel nya sangat bermanfaat and mendapat good respond dari many people. Okay bye...

    BalasHapus
  7. Seperti yang blogger bilang, Taiwan dikuasai oleh rezim komunis RRT hanyalah masalah waktu. Gimana ya jadinya kalau pulau Formosa atau Taiwan diserang oleh RRT, hitungan jam, hari atau minggu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konteks dari tulisan saya di atas itu pada periode tepat sesudah penaklukkan seluruh Cina daratan. Tapi kalau untuk sekarang, rasanya Cina tidak akan nekat melakukan invasi total ke Taiwan.

      Masalahnya kalau sampai perang terjadi, aktivitas niaga di perairan RRC bakal ikut terganggu & dampaknya bakal ikut dirasakan oleh perekonomian Cina yang sedang pesat-pesatnya tumbuh. Apalagi di belakang Taiwan juga ada AS, yang punya pangkalan militer di Filipina & Okinawa (Jepang).

      Hapus
  8. bagus tapi ada YANG kurang karena sun yat sen itu presiden sementara dan setelah itu YUAN SHIKAI menjadi presiden dan mendeklarasikan diri nya sebagai kaisar yang pada akhir nya menciptakan perang saudara dan membuat china terpecah belah

    BalasHapus
  9. Min kenapa kok Philipina mau bikin pangkalan militer?
    Alasan2 negara asia tengfara mau dibkin pangkalan militer dong?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah baru tahu kalau Filipina mau ngebikin pangkalan militer baru. Tapi yang jelas sih, Filipina itu 1 dari sekian banyak negara yang mengklaim gugus kepulauan di Laut Cina Selatan (LCS) sebagai wilayahnya. Jadi ya otomatis Filipina butuh militer yang kuat kalau ingin menaikkan posisi tawarnya. Kemudian kalau di dalam negeri sendiri, Filipina masih terlibat konflik dengan kelompok militan di Filipina selatan.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.