Peternakan Tuna, Solusi Untuk Masalah Kelangkaan Tuna?



Suasana di atas jaring apung yang digunakan untuk beternak tuna.

Tuna adalah salah satu ikan yang menjadi hidangan favorit masyarakat dunia. Sayang, minat orang yang semakin besar kepada tuna tidak diimbangi dengan ketersediaannya di alam. Akibat penangkapan berlebihan, populasi tuna di alam semakin menyusut. Contohnya, berdasarkan data dari majalah "Science" tahun 2006, diketahui bahwa penangkapan tuna oleh Jepang & Australia menurun tajam dalam 50 tahun terakhir.

Hal yang sama juga dialami di Indonesia. Menurut salah seorang staf perusahaan penangkapan ikan di Indonesia Timur, jumlah tuna tangkapan beberapa tahun terakhir sudah jauh berkurang. Dikhawatirkan bila hal ini didiamkan saja, dalam kurun waktu 40 tahun mendatang populasi tuna di alam akan musnah.

Beberapa upaya sudah dilakukan untuk mengembalikan populasi tuna di alam. Salah satunya adalah dengan pendirian badan-badan konservasi semisal ICCAT untuk mengawasi penangkapan tuna di alam. Cara lain yang sedang dikembangkan adalah dengan peternakan tuna. Ada 2 macam peternakan tuna, yaitu peternakan yang mengkosentrasikan pada penggemukan & yang fokus pada pembesaran dari calon induk sampai pembibitan.


Seekor ikan tuna sirip biru yang sedang digantung.


PENGGEMUKAN

Metode ini dilakukan oleh Australia di daerah Port Licoln sejak 1991. Mula-mula, hal yang dilakukan adalah menangkap anak-anak tuna berukuran sekitar 1,2 m di daerah selatan Australia. Anakan ini kemudian dipindahkan ke jaring apung berdiameter 30-40 m dengan kedalaman 12 - 20 m.

Biasanya tuna diberi makan ikan sarden atau makarel 2 kali sehari, namun sekarang telah tersedia pelet khusus tuna untuk menekan biaya. Setelah 3 - 5 bulan, ikan-ikan tuna ini dipanen untuk diekspor ke Jepang. Peternakan tuna membawa pengaruh yang besar dalam ekspor tuna Australia. Jika pada 1996 ekspor tuna hanya sebesar 6 juta US$, maka pada tahun 2002 nilainya meningkat menjadi 320 juta US$.

Walaupun demikian, usaha peternakan tuna bukan tanpa halangan. Selain memerlukan tenaga-tenaga ahli mengingat tuna bukanlah ikan khusus budidaya, biaya untuk modal & sarananya pun besar. Harga satu jaring apung misalnya bisa mencapai 200.000 US$ untuk diameter 30 m. Selain itu, metode ini pun tidak menjamin ketersediaan tuna di alam karena masih membutuhkan bibit tuna di alam.



PEMBESARAN DARI CALON INDUK HINGGA PEMBIBITAN

Teknik ini pertama kali oleh Jepang usai riset pada tahun 1970 sampai 1974. Hal pertama yang dilakukan adalah menangkap calon induk ke jaring apung berukuran panjang 120 m, lebar 50 meter dan kedalaman 30 m. Calon-calon induk ini diberi makan ikan segar selama 2 kali sehari sampai mengalami kematangan gonad.

Untuk mempercepat kematangan gonad, calon-calon induk ini juga diberi tambahan vitamin. Kesulitan utama dalam memelihara induk tuna adalah ukurannya yang besar sehingga memerlukan ruang besar untuk berenang.

Tuna yang sudah sudah berusia 5 tahun & mengalami kematangan seksual kemudian dipindahkan ke jaring apung berdiameter 30 m dan berkedalaman 7 m. Sepasang ikan tuna yang akan kawin akan mengubah warnanya menjadi hitam. Telur yang dikeluarkan jumlahnya bisa mencapai ratusan butir.

Metamorfosis larva tuna. (Sumber)

Perkawinan biasanya terjadi pada sore hari mulai jam 5 & mulai mengeluarkan telur pada malam hari. Biasanya tuna hanya kawin dalam rentang waktu beberapa tahun, namun dengan kondisi yang tepat, induk tuna bisa dirangsang untuk melakukan perkawinan & pemijahan setiap tahunnya.

Telur tuna akan menetas dalam waktu 32 jam. Larva yang menetas kemudian dipindahkan lagi ke kolam khusus. Di sana larva akan diberi makan udang kecil & larva ikan lain. Proses penumbuhan larva tuna merupakan bagian yang paling sulit karena larva sangat rentan terhadap gangguan-gangguan dari luar, terutama saat dipindahkan.

Usai dipindahkan, biasanya larva tidak mau makan sehingga pada hari-hari awal usia pemindahan banyak larva tuna yang mati. Penyebab kematian lainnya adalah adanya kanibalisme antara sesama anak tuna. Hingga saat ini belum ditemukan cara untuk menekan kematian massal pada larva tuna.

Sejauh ini, baru 3 negara yang sudah mengembangkan usaha budidaya tuna : Jepang, Australia, & Meksiko. Di Indonesia, usaha pengembangan tuna sebenarnya sudah dirintis oleh Balai Riset Budidaya Besar Laut di Gondol, Bali.

Namun, usaha budidaya tuna di Indonesia masih terhalang oleh kendala-kendala teknis, terutama dalam hal pengembangan benih. Semoga saja solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut bisa ditemukan dalam waktu dekat sehingga populasi tuna di perairan Indonesia bisa pulih & pemerintah Indonesia bisa mendapatkan pemasukan tambahan lewat aktivitas peternakan tuna.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



KLASIFIKASI IKAN TUNA

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Marga : Thunnini
Genus : Thunnus (South, 1845)



REFERENSI 

Kamus Ilmiah - Budidaya Tuna : Suatu Keniscayaan (bagian 1)
Kamus Ilmiah - Budidaya Tuna : Suatu Keniscayaan (bagian 2)
Wikipedia - Thunnus

 





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



3 komentar:

  1. waduuh..bisa punah tuh ikan tuna yg delicious..

    BalasHapus
  2. @andi
    Makanya, tujuan dari peternakan ikan tuna ya untuk menjamin kebutuhannya bagi manusia & menjaga populasi mereka di alam. Mari berdoa semuanya lancar sehingga ikan ini gak punah & populasinya bisa kembali melimpah di alam liar...

    BalasHapus
  3. ya elah jadi malu ni gan, ane anak kelautan baru tau kalo ada pengetahuan gini...

    makasih gan dan nambah wawasan ane..
    ijin baca2 lagi gan.. :2thumbup deh buat agan... :p

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.