Provisional IRA, Teroris atau Pejuang Irlandia?



Anggota PIRA yang sedang membidikkan senjatanya.

Sejak tahun 1969 hingga menjelang tahun 2000, Irlandia Utara diguncang oleh konflik sektarian (dikenal sebagai "The Troubles") antara kelompok loyalis keturunan imigran Inggris (mayoritasnya Protestan) melawan kelompok nasionalis Irlandia (mayoritasnya Katolik). Selama periode konflik tersebut, muncul beberapa kelompok bersenjata dari masing-masing kubu di mana yang terbesar dikenal dengan nama PIRA. Bila kita sering membaca berita soal aksi-aksi teror & pengeboman di tanah Inggris, nama PIRA (atau IRA) mestinya cukup akrab di telinga kita.

Provisional Irish Republican Army (PIRA; Tentara Republik Irlandia Sementara), atau biasa disingkat "provo" oleh sejumlah media Barat, pada awalnya terbentuk menyusul perbedaan pendapat dalam tubuh IRA menyusul tuntutan untuk kembali mengangkat senjata demi melindungi komunitas Katolik di Irlandia Utara. Tercatat hingga tahun 2001, PIRA bertanggung jawab atas kematian 1.800 orang lebih selama konflik di Irlandia Utara - terbanyak dibandingkan kelompok bersenjata lainnya.



LATAR BELAKANG

Bicara soal IRA, berarti kita harus kembali lagi ke waktu menjelang kemerdekaan Irlandia. Kelompok bersenjata Irish Republican Army (IRA) terbentuk pada tahun 1918 sebagai respon lebih lanjut terhadap peristiwa "Easter Rising" tahun 1916, suatu proklamasi kemerdekaan sepihak oleh komunitas Katolik & nasionalis Irlandia. Anggota dari IRA terdiri dari sisa-sisa anggota Irish Volunteers (kelompok milisi komunitas Katolik Irlandia) & personil militer Inggris kelahiran Irlandia.

Aksi-aksi bersenjata yang dilakukan oleh IRA berhasil memaksa pemerintah Kerajaan Inggris untuk menuju meja perundingan. Maka pada tahun 1920, berdasarkan hasil perundingan antara pemerintah Inggris dengan Parlemen Irlandia (Dail), Irlandia dibagi menjadi 2 wilayah : wilayah selatan yang merdeka & wilayah utara yang tetap menjadi bagian dari Inggris.

Anggota IRA semasa perang kemerdekaan Irlandia. (Sumber)

Hasil perundingan itu juga dikenal sebagai "Traktat Anglo-Inggris". Dicapainya traktat tersebut ternyata malah menimbulkan perpecahan dalam tubuh IRA yang berujung pada perang sipil Irlandia antara kubu IRA yang pro-traktat melawan kubu IRA anti-traktat & ingin Irlandia merdeka seluruhnya. Perang tersebut dimenangkan oleh kubu IRA yang pro-traktat.

Walaupun kalah, kelompok IRA yang anti traktat tetap melanjutkan aksi-aksi bersenjata mereka. Aksi mereka baru berhenti menjelang dekade 1960-an akibat tekanan dari komunitas Katolik Irlandia Utara menyusul kebijakan pemerintah setempat untuk menahan mereka yang diduga sebagai anggota IRA tanpa melalui jalur pengadilan.

Tahun 1969, terjadi kerusuhan besar di Irlandia Utara antara komunitas Katolik & nasionalis pro-Irlandia dengan RUC (korps polisi setempat) & komunitas Protestan pro-Inggris. Akibat kerusuhan itu, ribuan warga Katolik di Belfast, Irlandia Utara, kehilangan tempat tinggal karena rumah-rumah mereka dirusak & dibakar oleh massa loyalis Protestan Irlandia Utara. Kerusuhan itu juga disebut-sebut sebagai awal mula dari konflik sektarian "The Troubles".

Sejumlah pihak dari kubu Katolik & nasionalis menuding IRA gagal melaksanakan tugasnya untuk melindungi komunitas Katolik di Belfast. IRA sendiri beralasan mereka berusaha menghindari baku tembak di wilayah padat penduduk untuk mencegah terjadinya konflik sektarian lebih jauh.

Suasana dalam kerusuhan Belfast di tahun 1969.

Kebijakan IRA tersebut lantas menimbulkan perpecahan internal dalam tubuh IRA. Akibatnya pada akhir tahun 1969, IRA terpecah menjadi 2 : Official IRA (OIRA) yang berhaluan sosialis & Provisional IRA (PIRA) yang berhaluan nasionalis republik.

Sejak awal berdirinya, PIRA menyatakan bahwa tujuan mereka berdiri adalah untuk melindungi komunitas Katolik & nasionalis Irlandia dari serangan-serangan kelompok loyalis & Protestan di Irlandia Utara. Mereka juga menyatakan perang terhadap Kerajaan Inggris demi mewujudkan Irlandia bersatu & tidak akan berhenti hingga Inggris setuju untuk melepaskan Irlandia Utara. Dalam aksi-aksinya, PIRA cenderung lebih radikal dibandingkan kompatriotnya, Official IRA.



DEKADE 1970 : FASE AWAL PERJUANGAN BERSENJATA

Hanya dalam waktu singkat sejak pendiriannya, PIRA langsung menjadi kelompok bersenjata terbesar di Irlandia Utara di mana selama The Troubles, total anggota mereka mencapai puluhan ribu personel. Perjuangan bersenjata mereka juga menuai dukungan serta simpati dari komunitas Katolik & nasionalis, baik yang bermukim di Irlandia Utara maupun yang ada di Republik Irlandia.

Hal tersebut tidak lepas dari kebijakan PIRA yang tidak segan-segan memakai senjata untuk melindungi komunitas Katolik di Irlandia Utara dari serangan milisi-milisi loyalis Protestan di kawasan padat penduduk, satu hal yang dihindari oleh organisasi IRA pendahulu mereka & kompatriot mereka sesama pecahan IRA, Official IRA.

Parade anggota wanita PIRA. (Sumber)

Di masa awal perjuangannya, PIRA tidak memiliki stok persenjataan modern yang memadai & hanya memakai stok persenjataan generasi lama milik IRA. Namun sejak tahun 1972, PIRA semakin kuat dengan aliran bantuan persenjataan modern. Para penyuplai utama persenjataan modern untuk PIRA mencakup penguasa Libya Muammar Qaddafi, komunitas Irlandia di AS (NORAID), para pedagang senjata di Eropa, & beberapa organisasi perlawanan di berbagai negara seperti ETA (Spanyol), PLO (Palestina), serta - yang kebenarannya masih diperdebatkan - Hizbullah (Lebanon).

Taktik yang banyak dipakai PIRA adalah peledakan bom & metode "urban warfare" (menyerang patroli Inggris di wilayah padat penduduk). Karena aksi-aksi pembomannya yang juga banyak memakan korban warga sipil, seiring waktu rakyat Irlandia menghentikan simpati mereka terhadap perjuangan PIRA. Namun di Irlandia Utara sendiri, kelompok ini tetap mendapat banyak dukungan dari komunitas Katolik & nasionalis setempat yang memang tidak menyukai keberadaan militer Inggris di sana.

Akhir Juli 1972, Inggris melakukan "Operasi Motorman" untuk merebut wilayah Derry & Belfast barat yang selama ini dikenal sebagai basis PIRA & kaum nasionalis pro-Irlandia di Irlandia Utara. Karena tidak memiliki persenjataan yang memadai untuk mengimbangi militer Inggris yang memakai kendaraan berat, PIRA memilih untuk mundur dari wilayah-wilayah tersebut, namun tetap melanjutkan aksi-aksi bersenjata mereka.

Periode ini juga ditandai dengan kebijakan baru militer Inggris untuk menahan mereka yang diduga sebagai simpatisan PIRA tanpa melalui jalur pengadilan. Kebijakan militer Inggris itu sendiri pada akhirnya menjadi bumerang karena membuat komunitas Katolik semakin tidak menyukai keberadaan militer Inggris di sana & pada gilirannya semakin mendongrak popularitas PIRA di kalangan komunitas Katolik Irlandia Utara.

Rambu sniper PIRA di daerah South Armagh. (Sumber)

Sejak pertengahan dekade 1970-an, PIRA mengubah taktik pertempuran mereka dengan cara menempatkan anggota mereka dalam sel-sel kecil yang beroperasi secara tersembunyi & sendiri-sendiri. Fase tersebut dikenal sebagai "fase terorisme", menggantikan "fase pemberontakan (insurgency)" di mana pada fase pemberontakan, taktik PIRA yang umum adalah menerjunkan banyak personil dalam satu pertempuran.

Taktik baru PIRA ini terbukti efektif untuk mengimbangi militer Inggris. Di daerah pedesaan seperti South Armagh misalnya, PIRA menempatkan sejumlah sniper di sejumlah titik strategis & bom yang dipasang pada parit. Contoh bukti keberhasilan taktik baru tersebut adalah terbunuhnya 18 tentara Inggris akibat bom parit pada tanggal 27 Agustus 1979. Akibatnya, pasca peristiwa itu Inggris jarang melakukan patroli darat di South Armagh & lebih banyak melakukan patroli dari helikopter.

Di hari yang sama, PIRA juga membunuh Lord Louis Mountbatten - seorang veteran Perang Dunia II yang terkenal di Inggris - setelah kapal pribadinya yang dinaiki bersama keluarganya meledak di perairan dekat Sligo, Irlandia. Tak lama kemudian, PIRA mengklaim bahwa merekalah dalang dari aksi peledakan tersebut sambil menyatakan aksi itu dilakukan PIRA untuk mengingatkan rakyat Inggris bahwa negara mereka masih melakukan penjajahan atas tanah Irlandia.



DEKADE 1980 : OPERASI "TET OFFENSIVE" & T.U.A.S

Awal dekade 1980-an, PIRA mencanangkan periode operasi militer baru dengan nama "Tet Offensive". Nama tersebut terinspirasi dari operasi militer dengan nama yang sama oleh pejuang Vietnam Utara dalam Perang Vietnam. Periode perjuangan terbaru PIRA tersebut juga dikenal dengan nama TUAS yang memiliki 2 makna : "Tactical Use of Armed Struggle" (penggunaan taktik perjuangan bersenjata / jalur perang) atau "Totally Unarmed Strategy" (strategi tanpa senjata / jalur diplomasi damai).

Strategi "Tet Offensive" ala PIRA didukung oleh bantuan persenjataan dalam jumlah besar dari penguasa Libya, Muammar Qaddafi. Bantuan Libya tersebut tidak lepas dari kemarahan sang penguasa terhadap pemerintah Inggris karena anak angkatnya terbunuh dalam Operasi El Dorado Canyon yang dilakukan AS di Libya & didukung oleh Inggris.

Anggota PIRA yang sedang mengoperasikan meriam mortir.

Bantuan dari Libya pada dekade 1980-an kepada PIRA mencakup senapan serbu berikut amunisinya, peluncur roket, bom plastik Semtex, penyembur api, & bantuan finansial mencapai 2 juta dollar AS. Dalam strategi "Tet Offensive", PIRA berharap Inggris mundur dari Irlandia Utara atau memaksa Inggris melakukan penyerbuan dengan kekuatan penuh.

Jika skenario kedua yang terjadi, PIRA siap memaksimalkan stok persenjataan terbaru mereka dari Libya. Bila Inggris memakai helikopter, PIRA bisa menembaknya jatuh dengan peluncur roket terbaru mereka. Sementara bila Inggris memakai tank & kendaraan berat, PIRA bisa menghancurkannya dengan roket & ranjau anti tank.

Skenario PIRA tersebut kenyataannya tidak berjalan mulus. Sebelum operasi militer yang sebenarnya dilakukan, salah satu kapal pengirim stok persenjataan dari Libya ke Irlandia Utara berhasil dicegat oleh intelijen Eropa. Di lapangan, persenjataan terbaru PIRA nyatanya juga tidak mampu mengimbangi militer Inggris. Peluncur roket anti udara milik PIRA misalnya, ternyata tidak bisa menembus sistem anti roket milik helikopter Inggris.

Meskipun operasi militer PIRA gagal berjalan mulus di lapangan, dalam periode tersebut PIRA melalui sayap politiknya, Sinn Fein, terus meningkatkan intensitas pembicaraan dengan perwakilan dari Inggris & kaum loyalis Protestan melalui sejumlah pertemuan rahasia.

Di saat bersamaan, Sinn Fein juga berusaha mengumpulkan dukungan serta simpati dari rakyat Irlandia Utara dengan jalan meninggalkan kebijakan abstain mereka selama ini & mulai mengambil jatah kursi di parlemen Irlandia Utara yang mereka dapat melalui pemilu.

Suasana pasca pemboman Hotel Grand di Brighton. (Sumber)

PIRA pada dekade ini juga masih meneruskan aksi-aksi pengebomannya. Tanggal 12 Oktober 1984, terjadi aksi pengeboman di Hotel Grand di Brighton, Inggris. Aksi pengeboman tersebut menarik atensi publik begitu besar karena di saat bersamaan, Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher sedang berada di sana dalam kongres Partai Konservatif.

Tercatat 5 orang terbunuh & 34 lainnya luka-luka, namun Thatcher sendiri selamat dalam aksi pengeboman tersebut. Ada indikasi kuat bahwa aksi pengeboman tersebut dilakukan PIRA dengan bantuan bahan peledak & pendanaan dari pemerintah Libya.



DEKADE 1990 : GENCATAN SENJATA & PERPECAHAN

Dekade ini menunjukkan adanya tren penurunan efektifitas operasi militer PIRA di Irlandia Utara. Hal tersebut bisa dilihat dengan semakin sedikitnya jumlah korban dari pihak Inggris akibat operasi-operasi militer PIRA. Fenomena tersebut tidak lepas dari semakin akrabnya pihak militer Inggris dengan medan tempur Irlandia Utara & dukungan baju pelindung serta perangkat penjinak bom. Meskipun begitu, pihak militer Inggris nyatanya masih kesulitan memberangus aktivitas PIRA.

Permulaan dekade 1990-an juga ditandai dengan meningkatnya jumlah anggota PIRA & anggota keluarganya yang terbunuh akibat aksi-aksi bersenjata kelompok loyalis Protestan. Hal tersebut lalu mengundang aksi-aksi balasan dari PIRA berupa pembunuhan sejumlah tokoh penting komunitas loyalis & warga sipil Protestan.

Belakangan diketahui, pada periode itu terjadi kolusi antara kelompok milisi loyalis dengan sejumlah anggota intelijen Inggris di mana anggota intelijen Inggris tersebut secara diam-diam memberikan bantuan persenjataan & informasi rahasia kepada kelompok-kelompok milisi loyalis Protestan.

Mural simpatisan PIRA tentang kolusi antara milisi loyalis dengan otoritas Inggris. (Sumber)

Kesulitan di Irlandia Utara, PIRA lantas memfokuskan diri untuk membuat kerusakan di tanah Inggris secara langsung. Tercatat ada 3 peristiwa bom penting di Inggris yang dilakukan oleh PIRA pada dekade ini. Tahun 1993, PIRA melakukan aksi pemboman di Warrington, Chesire, namun bom tersebut malah menewaskan 2 anak kecil.

Aksi pemboman yang dari segi kerusakan lebih efektif dilakukan di tahun 1996 di mana PIRA meledakkan bom di sejumlah titik penting di London & Manchester. Akibat pemboman tahun 1996 itu, Inggris menderita kerugian materi hingga ratusan juta poundsterling.

Lepas dari aksi-aksi bersenjata yang masih dilakukan PIRA, upaya menuju gencatan senjata & perdamaian semakin menemukan titik terang. Tahun 1994 hingga 1996 & tahun 1998, PIRA melakukan gencatan senjata menyusul adanya pembicaraan damai antara pihak-pihak bertikai di Irlandia Utara dengan perwakilan Inggris & Irlandia. Pembicaraan tersebut akhirnya menghasilkan perjanjian damai yang dikenal sebagai Perjanjian Belfast atau Perjanjian Jumat Agung pada tahun 1998.

Suasana pasca ledakan bom di Manchester pada tahun 1996. (Sumber)

Dicapainya Perjanjian Belfast sekaligus menandai akhir dari aktivitas bersenjata PIRA & diikuti pernyataan dari PIRA bahwa mereka hanya akan memperjuangkan tujuan mereka melalui jalan damai. Hal berikutnya yang dilakukan dalam pemulihan konflik di Irlandia Utara adalah proses pelucutan senjata para kelompok bersenjata di Irlandia Utara, termasuk PIRA. Upaya itu akhirnya dicapai setelah tahun 2005, PIRA dipastikan sudah menghancurkan seluruh stok persenjataannya.

Kebijakan PIRA untuk mengakhiri kegiatan bersenjatanya sayangnya mendapat penolakan dari sejumlah simpatisannya. Pada tahun 1998, sejumlah simpatisan PIRA memutuskan untuk membelot & membentuk kelompok paramiliter baru bernama Real IRA (RIRA). RIRA memiliki agenda untuk melanjutkan aktivitas bersenjata yg selama ini dilakukan oleh PIRA.

RIRA juga diketahui kerap bekerja sama dengan Continuity IRA (CIRA), pecahan lain PIRA yang terbentuk ketika PIRA mengumumkan gencatan senjata tahun 1994. Bisa dibilang, tinggal RIRA & CIRA kelompok yang masih aktif melakukan aksi-aksi bersenjata di Irlandia Utara hingga sekarang.

Masa-masa keemasan PIRA sebagai gerakan bersenjata sudah berlalu, namun aktivitas bersenjata mereka sekarang justru dilanjutkan oleh RIRA & CIRA. Lantas, PIRA lebih tepat dikatakan sebagai organisasi pejuang atau gerakan pembuat onar macam teroris? Di Inggris & AS, PIRA dikategorikan sebagai organisasi teroris.

Namun bagi simpatisan PIRA sendiri, organisasi tersebut dianggap sebagai pejuang kemerdekaan. Aksi-aksi PIRA yang berbau teror bagi mereka dianggap wajar dalam memperjuangkan impian Irlandia bersatu karena menurut mereka, itulah cara paling efektif untuk melawan pendudukan Inggris di Irlandia Utara.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



BIODATA

Nama resmi : Provisional Irish Republican Army
Tahun aktif : 1969 - 2005
Area operasi : (mayoritasnya di) Irlandia Utara
Ideologi : nasionalisme & republikanisme Irlandia



REFERENSI

AllExperts - Provisional IRA South Armagh Brigade
BBC - IRA guns: The list of weapons
Council on Foreign Relations - I.R.A. Splinter Groups (U.K. separatists)
Crethi Plethi - IRA-PLO Cooperation : A Long, Cozy Relationship
Museum of Free Derry - History Operation Motorman
YourIrish.com - The Creation of Northern Ireland
Wikipedia - Provisional IRA
Wikipedia - Provisional IRA campaign 1969-1997







COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



5 komentar:

  1. Sebuah info, berita dan wawasan tentang yang terjadi di luar negeri. inipun blm sy bc semua. akan sy lanjutkan lagi esok. karena sy harus pergi dulu.

    sukses sobat

    BalasHapus
  2. artikelnya bagus...sangat detail..

    BalasHapus
  3. kalau boleh tau siapa ya nama penulisnya? butuh banget buat nulis referensi. terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditulis "Anonim" saja. Untuk daftar pustaka, Anonim masih diperbolehkan kok, asal tanggal akses & link artikelnya ditulis.

      Hapus
  4. Lanjutkan bang artikelnya, jangan sungkan sungkan memperbarui dan membuat artikel baru, πŸ‘ baru tau ada artikel yg lengkap begini karena baru baca artikel tentang saya no utaπŸ‘πŸ‘ lanjutkan πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.