Sejarah Museum Ateisme di Era Uni Soviet



Suasana dalam Museum Ateisme di Leningrad. (e-flux.com)

Bagi banyak orang, agama merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan hal-hal yang dianjurkan dalam agamanya, orang yang bersangkutan berharap bisa menjalani kehidupannya dengan lebih baik & mendapatkan ketenangan batin. Agama oleh para penganutnya juga dianggap sebagai cara untuk berkomunikasi dengan Tuhan & mendapatkan tempat yang layak saat dirinya kelak sudah meninggal.

Kendati masing-masing agama memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, pada umumnya agama meyakini keberadaan Tuhan atau sosok serupa sebagai pengayom umat manusia. Selain mereka yang menganut agamanya masing-masing, ada pula orang-orang yang tidak menganut agama apapun karena mereka tidak percaya kalau Tuhan itu ada. Mereka yang menolak mengakui keberadaan Tuhan dikenal dengan sebutan "ateis", sementara pola pikir yang mereka anut tersebut dikenal dengan sebutan "ateisme".

Saat Uni Soviet masih berdiri, negara komunis tersebut pernah memiliki kebijakan serius untuk menanamkan ateisme & menjauhkan penduduknya dari agama. Kebetulan Karl Marx selaku pencetus komunisme memang pernah menulis kalau agama tidak ada bedanya dengan candu. Menurut Marx, agama membuat seseorang menjadi lembek & mudah terbuai sehingga mereka jadi lebih enggan untuk berjuang memperbaiki nasibnya.

Pemerintah Uni Soviet sendiri secara resmi tidak melarang penduduknya untuk memeluk agama. Artikel 124 dalam Konstitusi Uni Soviet menyatakan kalau penduduk Uni Soviet bebas menganut agama & keyakinan apapun. Namun dalam praktiknya, pemerintah Uni Soviet cenderung bersikap antipati terhadap golongan beragama. Sebagai contoh, hanya golongan ateis yang boleh menjadi anggota Partai Komunis. Hari-hari keagamaan semisal Natal & Paskah juga tidak diakui dalam kalender resmi Uni Soviet.

Simpatisan komunis Soviet saat menjarah buku & perabotan di dalam gereja. (dw.com)

Pemerintah Uni Soviet pada awalnya berharap kalau praktik beragama akan menghilang dengan sendirinya seiring dengan semakin lamanya Partai Komunis berkuasa. Namun realita di lapangan menunjukkan bahwa ternyata masih banyak rakyat Uni Soviet yang enggan meninggalkan praktik beragamanya. Untuk mengatasinya, pemerintah Uni Soviet pun memutuskan untuk beralih ke metode yang lebih agresif.

Mendirikan museum bertema ateisme merupakan salah satu metode yang digunakan oleh Uni Soviet untuk menyebarkan ateisme kepada rakyatnya. Pendirian museum ateisme sudah berlangsung bahkan saat negara Uni Soviet belum didirikan pada tahun 1922. Di tahun 1918 saja, ada 151 museum ateisme yang didirikan di wilayah kekuasaan faksi komunis. Memasuki tahun 1923, jumlahnya sudah membengkak menjadi 390 museum.



TEMPAT IBADAH YANG BERGANTI WAJAH

Selama & sesudah berlangsungnya perang sipil Rusia, banyak bangunan keagamaan yang ditutup paksa & dijarah oleh milisi-milisi komunis. Sebagian dari bangunan tersebut nantinya ada yang dialihfungsikan menjadi museum ateisme. Beberapa contoh bangunan keagamaan yang mengalami nasib tersebut di antaranya adalah Katedral Kazan (Leningrad / St. Petersburg), Biara Strasnoi (Moskow), Katedral St. Volodymyr (Kiev), Gereja St. Casimir (Vilnius), & Madrasah Matpana Baya (Khiva).

Mendirikan museum saja tidaklah cukup jika tidak ada orang yang mengunjunginya. Untuk mengatasinya, para siswa sekolah & pekerja di instansi pemerintah diharuskan mengikuti acara kunjungan rutin ke museum ateisme. Tidak mengherankan jika kemudian museum ateisme hampir selalu ramai oleh pengunjung. Sejumlah museum bahkan bisa menerima 17 kunjungan rombongan sekaligus hanya dalam sehari.

Katedral St. Volodymyr di Kiev, Ukraina, pada tahun 2017. (R naumov / wikipedia.org)

Dari sekian banyak museum ateisme yang ada di Uni Soviet, museum-museum yang terletak di kota Moskow & Leningrad adalah yang paling banyak dikunjungi mengingat lokasinya yang berada di kota besar. Pada tahun 1956, ada 257.000 orang yang mengunjungi museum ateisme di Katedral Kazan, Leningrad. Memasuki tahun 1973, jumlahnya sudah melonjak hingga 700.000 pengunjung.

Karena museum ateisme didirikan dengan maksud menjauhkan seseorang dari agama, mereka yang mengunjungi museum ini akan disuguhi penjelasan beserta klaim kalau agama adalah kumpulan tipu daya semata. Mantan tentara Inggris yang bernama Charles Seely menjelaskan pengalamannya ketika ia berkunjung ke sebuah museum ateisme di Moskow pada akhir dekade 1930-an.

Saat Seely sedang melihat lukisan Bunda Maria yang terpajang di dalam museum, mendadak sosok Bunda Maria yang ada dalam lukisan nampak meneteskan air mata. Pemandu museum kemudian menjelaskan kalau lukisan tersebut nampak menangis karena ada yang mengalirkan air dari balik lukisan. Ia kemudian menambahkan kalau trik ini kerap digunakan oleh oknum pengelola gereja saat sedang membutuhkan tambahan uang dari jemaatnya.

Supaya pengunjung museumnya merasa semakin antipati dengan agama, banyak museum ateisme yang memajang diorama & alat penyiksaan yang pernah digunakan oleh kelompok Inkuisisi Spanyol pada Abad Pertengahan. Selain memajang benda-benda bertema keagamaan, museum ateisme juga memajang fosil, gambar, & alat peraga bertema sains. Tujuannya untuk memberikan kesan kepada pengunjungnya kalau kemajuan teknologi bisa dicapai tanpa bantuan agama.


Alat penyiksaan milik kelompok Inkuisisi yang dipamerkan di Museum Leningrad. (atlasobscura.com)


MENURUNNYA PAMOR MUSEUM ATEISME

Meskipun museum ateisme tidak pernah sepi dari pengunjung, minat rakyat Soviet terhadap agama tidak lantas menghilang. Praktik menyewa bangunan milik pemerintah untuk acara keagamaan masih tetap berlangsung. Kemudian dalam sebuah jajak pendapar yang digelar di Ukraina pada tahun 1975, hanya separuh responden yang menyatakan kalau agama adalah hal yang buruk. Sebagian di antara mereka malah beranggapan kalau pendidikan ateisme merupakan topik yang membosankan.

Tahun 1991, Uni Soviet mengalami keruntuhan. Runtuhnya Uni Soviet lantas diikuti pula dengan lenyapnya museum-museum ateisme di seantero bekas wilayah Uni Soviet. Bangunan-bangunan keagamaan yang tadinya dioperasikan sebagai museum ateisme kembali ke fungsi awalnya sebagai tempat untuk menggelar acara keagamaan.

Sejumlah museum ateisme tetap beroperasi pasca runtuhnya Uni Soviet, namun bukan lagi sebagai alat propaganda untuk mempromosikan ateisme. Museum-museum tersebut kini beroperasi murni sebagai tempat untuk menunjukkan perjalanan sejarah agama-agama di dunia. Museum Negeri Sejarah Agama yang terletak di kota St. Petersburg adalah contoh dari museum macam itu yang masih beroperasi hingga sekarang.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

Frost, N.. 2018. "How the USSR Turned Houses of Worship Into Museums of Atheism".
(www.atlasobscura.com/articles/soviet-antireligious-museums-of-atheism)

Paine, C.. 2010. "Militant Atheist Objects: Anti-Religion Museums in the Soviet Union".
(www.presentpasts.info/articles/10.5334/pp.13/)

Wikipedia. "Opium of the people".
(en.wikipedia.org/w/index.php?title=Opium_of_the_people&oldid=976884289)

World Heritage Site. "Museums of Atheism".
(www.worldheritagesite.org/connection/Museums+of+Atheism)

Wren, C.S.. 1976. "Soviet Subdues Religion, but Zeal for Atheism Lags".
(www.nytimes.com/1976/03/01/archives/soviet-subdues-religion-but-zeal-for-atheism-lags.html)
 






COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



1 komentar:

  1. pantes vatikan kaga suka sama russia, boroknya inkusisi dikasih lihat hahaa
    btw sekarang malah digalakkan kembali ateisme oleh putin, banyak agama jadi dilarang disana sejak rezim putin

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.