Perang Ekuador-Peru, Sengketa Berdarah di Bumi Andes



Bendera Peru & Ekuador. (cancilleria.gob.ec)

Ekuador adalah nama dari sebuah negara yang terletak di Amerika Selatan. Negara ini mendapatkan namanya dari garis khatulistiwa / ekuator yang melintasi wilayahnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, Ekuador tergolong sebagai negara kecil karena negara ini berbatasan dengan negara-negara yang lebih luas seperti Peru & Kolombia.

Namun kecilnya wilayah yang dimiliki oleh Ekuador tidak menciutkan nyali negara tersebut untuk terlibat perang dengan Peru, negara tetangganya di sebelah selatan. Perang antara Ekuador & Peru timbul sebagai akibat dari masalah perbedaan pendapat mengenai garis batas yang memisahkan kedua negara.

Dalam sejarahnya, kedua negara yang sama-sama terletak di Pegunungan Andes tersebut sudah 3 kali terlibat perang, yaitu pada tahun 1941, 1981, & terakhir pada tahun 1995. Selain perang-perang tersebut, kedua negara juga beberapa kali terlibat konflik militer kecil-kecilan sejak abad ke-19. Seusai perang di tahun 1995, Ekuador mengakui klaim Peru atas wilayah sengketa yang mencakup bagian barat Hutan Amazon.



LATAR BELAKANG

Akar dari Perang Ekuador-Peru bisa ditelusuri sejak tahun 1830. Tahun di mana negara Gran Colombia mengalami pembubaran & Ekuador muncul sebagai salah satu negara pecahannya. Tidak lama seusai merdeka, Ekuador langsung terlibat sengketa wilayah dengan Peru.

Menurut klaim Ekuador seperti yang diatur dalam Protokol Pedemonte-Mosquera (perjanjian antara Gran Colombia & Peru pada tahun 1830), wilayah sebelah timur Ekuador membentang hingga sisi utara Sungai Maranon & bagian barat Sungai Amazon. Namun Peru menolak klaim tersebut karena berhubung Gran Colombia sudah runtuh, maka protokol yang bersangkutan oleh Peru dianggap sudah tidak berlaku lagi.

Ada alasan tersendiri kenapa Ekuador ngotot menganggap kalau wilayahnya membentang hingga sejauh bagian barat Sungai Amazon. Kendati wilayah Ekuador berbatasan dengan laut (Samudera Pasifik), Ekuador membutuhkan akses langsung ke Samudera Atlantik karena samudera tersebut berbatasan langsung dengan Benua Eropa yang pada masa itu merupakan partner dagang penting negara-negara Amerika Latin. Dari segi geografis, Sungai Maranon & Amazon adalah jalur akses termudah bagi Ekuador untuk menuju Samudera Atlantik.

Tahun 1857, sebagai cara untuk membayar hutangnya kepada Inggris, Ekuador memberikan hak kepada Inggris untuk beroperasi di wilayah timur Ekuador yang sebenarnya masih berstatus sebagai wilayah sengketa. Peru jelas tidak terima & memprotes tindakan Ekuador tersebut. Bahkan sejak tahun 1858 - 1860, kapal perang Peru beberapa kali melakukan blokade di luar kota pelabuhan Guayaquil.

Karena Ekuador pada waktu itu sedang dilanda konflik internal, Ekuador tidak bisa mengambil opsi militer & terpaksa menuruti tekanan Peru. Namun masalah sengketa perbatasan antara Ekuador dengan Peru masih tetap belum terselesaikan.

Peta Ekuador beserta wilayah sengketanya. (andrewclem.com)

Puluhan tahun berlalu, masalah sengketa wilayah antara Ekuador & Peru masih belum reda. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, perwakilan kedua negara sebenarnya sempat beberapa kali melakukan perundingan di Washington D.C., AS, sejak tahun 1936.

Pembicaraan antara kedua negara terpaksa harus berhenti di tengah jalan akibat timbulnya kontak senjata antara pasukan Ekuador & Peru di wilayah sengketa sejak tahun 1938. Ketika masing-masing negara sama-sama menunjukkan sikap tidak mau mengalah, konflik berskala lebih besar antara keduanya pun jadi hanya tinggal masalah waktu.



PERANG ZARUMILLA (1941)

Tanggal 11 Januari 1941, sebagai antisipasi akan meletusnya konflik yang berskala lebih besar, presiden Peru memerintahkan pembentukan kontingen khusus untuk perang di sebelah utara negaranya. Kontingen ini terdiri dari 13.000 prajurit yang didukung oleh 3 meriam artileri, beberapa unit tank buatan Ceko, & angkatan udara.

Di lain pihak, karena Ekuador hanyalah negara kecil yang masih belum memiliki angkatan udara, mereka hanya bisa mengerahkan pasukan berkekuatan 1.800 prajurit yang dilengkapi dengan 2 meriam anti-pesawat 20 mm Breda.

Ada 2 versi klaim yang berbeda mengenai bagaimana Perang Zarumilla dimulai (Zarumilla adalah nama dari kota yang sekarang terletak di Peru utara). Menurut klaim pihak Peru, pasukan Ekuador menerobos masuk ke wilayah sengketa yang dijaga oleh pasukan Peru.

Namun kalau menurut klaim pihak Ekuador, pasukan mereka yang sedang berpatroli diserang duluan oleh pasukan Peru & kemudian terpaksa melakukan pengejaran. Ekuador juga mengklaim kalau pihaknya hanya sekedar membela diri & Peru sengaja memancing insiden supaya punya alasan untuk melakukan invasi total ke wilayah Ekuador.

Di luar klaim versi siapa yang bisa dipercaya, peristiwa yang terjadi pada tanggal 5 Juli tersebut sekaligus menjadi penanda dimulainya Perang Zarumilla. Pasukan Peru yang berkekuatan belasan ribu personil & didukung oleh kendaraan berat menyemut ke wilayah Ekuador.

Sehari kemudian, giliran pesawat-pesawat Peru yang unjuk gigi dengan cara menjatuhkan bom ke Guabillo, Ekuador barat daya. Sesudah itu, pesawat-peswawat Peru terus membombardir lokasi-lokasi di Ekuador. Pasukan Ekuador di lain pihak kesulitan untuk membalas karena mereka tidak memiliki pesawat tempur & tidak memiliki cukup senjata anti-pesawat.

Saat perang di darat terus berkecamuk, kontak senjata juga terjadi di laut. Pada tanggal 25 Juli 1941, pasukan laut Ekuador yang hanya berupa kapal meriam kecil berhadapan dengan kapal perusak (destroyer) milik Peru di Jambeli.

Hebatnya, walaupun di atas kertas pasukan laut Ekuador lebih lemah, mereka berhasil memaksa kapal perusak milik Peru untuk mundur setelah tembakan yang dilepaskan oleh kapal Ekuador berhasil merusak bagian penting kapal Peru. Untuk merayakan peristiwa tersebut, tanggal 25 Juli sekarang diperingati setiap tahunnya di Ekuador sebagai Hari Angkatan Laut Nasional.

Pasukan darat Peru. (shpmnwnw / pinterest.com)

Peristiwa tersebut sayangnya tetap tidak berhasil mengubah situasi di front darat. Pasukan Peru yang unggul jauh dalam hal jumlah prajurit & kualitas persenjataan secar perlahan terus mendesak mundur pasukan Ekuador. Pada tanggal 26 Juli, pasukan penerjun payung Peru bahkan sempat mendarat di Puerto Bolivar & sekitarnya. Puerto Bolivar sendiri baru berhasil dikuasai oleh Peru pada tanggal 31 Juli.

Di lain pihak, sebagian pasukan Ekuador sengaja disiagakan di ibukota Quito karena presiden Ekuador khawatir dirinya bakal dikudeta oleh lawan-lawan politiknya saat perang tengah berlangsung, sehingga kekuatan pasukan Ekuador di garis depan jadi semakin terbatas. Saat Peru akhirnya melakukan gencatan senjata pada bulan Agustus, mayoritas wilayah sengketa di Ekuador timur & Provinsi El Oro di Ekuador selatan sudah berada di bawah kendali Peru.



PROTOKOL RIO (1942) & KELANJUTANNYA

Tahun 1942, dengan difasilitasi oleh Argentina, Brazil, Chili, & AS, perwakilan Ekuador & Peru menandatangani perjanjian damai yang dikenal sebagai Protokol Rio, di mana protokol tersebut diambil dari kota Rio de Janeiro di Brazil. Berdasarkan perjanjian ini, pasukan Peru harus ditarik mundur dari Ekuador.

Sebagai gantinya, wilayah sengketa seluas 205.000 km persegi yang terletak di Ekuador timur diakui sebagai wilayah milik Peru. Dengan dicapainya Protokol Rio, Perang Zarumilla pun secara resmi berakhir. Namun masalah sengketa perbatasan antara kedua negara ternyata tetap belum usai.

Pada tahun 1947, militer AS selesai melakukan pemetaan di kawasan Cordilla del Condor (kawasan pegunungan di Ekuador selatan) & mengirimkan hasilnya kepada pemerintah Ekuador serta Peru. Saat itulah baru diketahui kalau ternyata ada ketidaksesuaian antara bentang alam yang diatur dalam Protokol Rio dengan kondisi di lapangan.

Berdasarkan Protokol Rio, wilayah Ekuador mencakup hulu / bagian pangkal anak-anak Sungai Zamora. Sementara wilayah Peru mencakup hulu anak-anak Sungai Santiago. Karena Sungai Zamora & Santiago aslinya adalah sungai besar yang saling terhubung, bagian Sungai Santiago yang bercabang menjadi Sungai Zamora & sungai kecil Yaupi ditetapkan sebagai titik batas antara kedua negara.

Masalah mulai timbul karena berdasarkan survei lapangan yang dilakukan oleh militer AS, Sungai Cenepa - salah satu anak Sungai Santiago - ternyata lebih panjang dibandingkan dugaan awal karena bagian hulunya menjulur hingga bagian dalam wilayah Ekuador versi protokol (lihat peta). Singkatnya, jika Protokol Rio tetap dilaksanakan sambil memasukkan informasi baru mengenai panjang asli Sungai Cenepa, maka wilayah Ekuador bakal semakin menyusut.

Oleh sebab itulah, pada tahun 1960 Ekuador menyatakan kalau pihaknya tidak mau lagi mematuhi Protokol Rio. Saat upaya untuk menyelesaikan masalah ini lewat meja perundingan tidak berhasil, perang antara Ekuador & Peru pun kembali meletus.


Peta Ekuador & Peru pasca Protokol Rio. Wilayah sengketa utama sejak tahun 1947 ditunjukkan oleh kotak merah.


PERANG PAQUISHA (1981) & BERLANJUTNYA STATUS QUO

Pada bulan Januari 1981, pasukan Ekuador menerobos masuk ke wilayah timur Cordilla del Condor yang saat itu masih berstatus sebagai wilayah sengketa. Sesampainya di sana, pasukan Ekuador lalu membentuk 3 garnisun / basis militer.

Untuk mempertegas klaimnya kalau wilayah yang mereka masuki adalah wilayah sah miliknya, Ekuador menyebut garnisun terjauhnya dengan nama Paquisha. Nama dari sebuah desa di Ekuador yang aslinya terletak di sisi barat Cordilla del Condor.

Peru jelas terkejut, namun mereka masih sanggup melawan balik. Hasilnya, mereka berhasil memukul mundur pasukan Ekuador & bahkan menduduki garnisun milik Ekuador. Peru kemudian menyebut lokasi garnisun yang mereka kuasai ini dengan nama "Paquisha Palsu" (Falso Paquisha) untuk menunjukkan kalau basis militer Ekuador tersebut berada di luar wilayah sahnya.

Dari sini, pasukan Peru sebenarnya punya pilihan untuk ganti menerobos masuk ke wilayah Ekuador. Namun Peru lebih memilih untuk beralih ke jalur diplomatik & mengumumkan pernyataan protesnya pada tanggal 2 Februari saat OAS (Organization of American States; Organisasi Negara-Negara Amerika) tengah melakukan pertemuan.

Dalam pertemuan yang sama, dicapailah kesepakatan kalau Ekuador & Peru bakal melakukan gencatan senjata. Kedua negara juga diminta untuk mematuhi Protokol Rio beserta garis batas yang sudah ditetapkan di dalamnya. Meskipun perang berkepanjangan antara kedua negara berhasil dihindari, situasi di garis depan tetap membara.

Ekuador menempatkan pasukannya di 3 lokasi yang berada di sisi barat Cordilla del Condor & mengeluarkan pernyataan pada tahun 1983 kalau pihaknya tetap enggan mengakui Protokol Rio. Sikap Ekuador yang tidak mau melunak lantas ditanggapi oleh Peru dengan cara menyiagakan pasukannya di sisi timur Cordilla del Condor.



PERANG CENEPA (1995) & BERAKHIRNYA SENGKETA

Tanggal 9 & 11 Januari 1995, pasukan Ekuador & Peru terlibat baku tembak di dekat Sungai Cenepa. Apa yang awalnya nampak sebagai insiden perbatasan biasa ternyata hanyalah puncak gunung es dari perang berskala lebih besar yang siap menerpa. Pasalnya pada tanggal 26 Januari 1995, helikopter tempur Ekuador secara tiba-tiba menyerang pos militer Peru yang terletak 4 km dari garis perbatasan, sekaligus memantik pecahnya Perang Cenepa.

Walaupun di atas kertas militer Peru nampaknya lebih superior jika dibandingkan dengan Ekuador, militer Peru sebenarnya tengah berada dalam kondisi melemah. Pasalnya sebagai akibat dari inflasi parah yang menimpa Peru pada akhir dekade 1980-an, Peru terpaksa memangkas anggaran militernya. Sementara anggaran militer yang tersedia lebih banyak difokuskan untuk menumpas gerilyawan komunis Sendero Luminoso.

Di lain pihak, Ekuador memiliki keunggulan dalam hal posisi pangkalan militer mereka yang berada di dataran tinggi & baiknya kondisi jalan raya yang mereka gunakan untuk mengirim pasukan. Tidak seperti Peru yang harus menggunakan helikopter hanya untuk mengirim pasukannya ke garis depan.

Tanggal 29 Januari, pasukan Peru yang didukung oleh artileri & pesawat tempur melakukan serangan besar-besaran ke pangkalan militer Tiwintza, Cueva de los Tayos, Base del Sur, & Coangos yang terletak di hulu Sungai Cenepa.

Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki 3 pangkalan militer milik Ekuador. Namun dalam prosesnya, Peru juga harus kehilangan 2 helikopter tempurnya. Dua hari kemudian, Peru kembali melakukan serangan untuk mengepung Tiwintza. Namun kali ini serangan mereka berhasil dibendung oleh militer Ekuador.

Pesawat Kfir milik angkatan udara Ekuador. (thaimilitaryandasianregion.wordpress.com)

Memasuki tanggal 9 Februari, intensitas perang kian menghebat & angkatan udara Peru semakin sering melakukan misi pemboman. Ekuador lantas menanggapinya dengan cara menerbangkan armada pesawat Mirage & Kfir miliknya. Hasilnya, saat pasukan udara Ekuador berpapasan dengan pesawat-pesawat Peru, mereka berhasil menembak jatuh 2 pesawat Su-22M milik Peru.

Selain di udara, pertempuran sengit juga berlangsung di darat. Karena medan tempur didominasi oleh hutan rimbun, pasukan infantri kedua negara dipecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang masing-masingnya beranggotakan 40 tentara & bergerak secara sembunyi-sembunyi.

Hari demi hari berlalu. Semakin banyaknya korban tewas & alutsista berharga mahal yang gugur menyebabkan kedua belah pihak mulai berpikir untuk menyudahi perang. Di luar Ekuador & Peru, negara-negara yang dulu menjadi fasilitator dalam Protokol Rio juga meminta kepada Ekuador & Peru untuk segera melakukan gencatan senjata.

Keinginan mereka akhirnya terwjud setelah pada tanggal 16 Februari, pemimpin kedua negara sama-sama mengumumkan berakhirnya perang. Walaupun konflik berskala kecil masih terjadi di lapangan hingga beberapa hari kemudian, kedua belah pihak sama-sama berkomitmen untuk tidak melanjutkan perang ini.

Tahun 1995, negara-negara fasiitator Protokol Rio mengirimkan kontingennya untuk mengawasi penarikan mundur tentara Ekuador & Peru dari garis depan. Lalu sejak tahun 1996, perwakilan Ekuador & Peru beberapa kali melakukan pertemuan untuk menyelesaikan masalah perbatasan di antara keduanya.

Hasilnya, pada bulan Oktober 1998, Ekuador sepakat untuk mengakui klaim Peru atas wilayah sengketa. Sebagai gantinya, Ekuador memiliki hak atas wilayah Tiwintza yang semasa Perang Cenepa menjadi arena pertempuran sengit. Dengan dicapainya kesepakatan ini, berakhir pulalah sengketa panjang antara kedua negara & hubungan bilateral antara keduanya terus mengalami perkembangan pesat sejak itu.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran

-  Waktu : 1941, 1981, 1995
-  Lokasi : Ekuador, Peru

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Ekuador
      melawan
(Negara)  -  Peru

Hasil Akhir
-  Kemenangan Peru dalam perang tahun 1941
-  Perang tahun 1981 & 1995 berakhir tanpa pemenang yang jelas
-  Ekuador mengakui klaim Peru atas wilayah sengketa di tahun 1998

Korban Jiwa

Tidak jelas (korban perang tahun 1995 diperkirakan berjumlah 80 jiwa)



REFERENSI

BBC. 1998. "Peru and Ecuador sign border treaty".
(news.bbc.co.uk/2/hi/americas/201442.stm)

Cooper, T.. 2007. "Peru vs Ecuador; Alto-Cenepa War, 1995".
(citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download;jsessionid=97125F3F251DCD6534A2ED84E68DFB19?doi=10.1.1.692.7689&rep=rep1&type=pdf)

GlobalSecurity.org. "Ecuador-Peru [Guayaquil] War - 1863".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/ecuador-peruvian.htm)

GlobalSecurity.org. "Ecuador-Peru Border Dispute".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/ecuador-peru-border.htm)

GlobalSecurity.org. "Zarumilla War 1941".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/zarumilla.htm)

Lepruwash. 1995. "The 1995 Peruvian-Ecuadorian border conflict".
(abyayala.nativeweb.org/ecuador/border/border1.html)

Long, W.R.. 1995. "Peru, Ecuador Battle on Small but Deadly Scale : Latin America: As peace talks hit snag, platoon-size units continue war in Amazon rain forest".
(articles.latimes.com/1995-02-08/news/mn-29584_1_talks-hit-snag)

R. Lee & J. Halcli. "Ecuador-Peru Border War (1941)".
(www.historyguy.com/Ecuador-Peru_War_of_1941.html)

St. John, R.B.. 1996. "Conflict in Cordillera del Condor".
(www.dur.ac.uk/ibru/publications/download/?id=86)
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.