Suku-Suku di Libya & Peranannya dalam Perang Sipil Libya



Prajurit Libya di atas mobil bak terbuka. (france24.com)

Libya adalah negara di Afrika Utara yang sekarang lebih dikenal dengan kondisi domestiknya yang kacau balau akibat perang. Jika dilihat dari segi sosial budaya, Libya nampak memiliki komposisi penduduk yang nyaris homogen. Pasalnya hampir semua penduduk Libya berasal dari etnis Arab, berbahasa Arab, & menganut agama Islam.

Meskipun begitu, Libya aslinya memiliki komposisi kependudukan yang jauh lebih beragam karena negara tersebut memiliki sistem tribalisme / kesukuan yang masih kental. Sebagai dampak dari situasi tersebut, penduduk Libya pun cenderung memprioritaskan kepentingan sukunya masing-masing dalam banyak kesempatan.

Dalam struktur tribalisme Libya, kelompok yang menempati hirarki terbawah adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, & anak-anaknya. Di atas keluarga, terdapat komunitas yang bernama klan. Sebuah klan bisa terbentuk jika para anggota keluarga dalam klan tersebut sama-sama memiliki hubungan darah, hubungan pernikahan, kesamaan daerah tempat tinggal, atau hal lainnya.

Klan-klan tersebut pada gilirannya membentuk komunitas bersama yang dikenal sebagai suku atau marga (tribe). Dari kata "tribe" itulah, muncul istilah "tribalisme" untuk menyebut sistem sosial yang masih didominasi oleh sentimen kesukuan. Di Libya sendiri, suku dikenal dengan istilah "qabila".

Sudah disinggung sebelumnya kalau hampir semua penduduk Libya berasal dari etnis Arab & berbahasa Arab. Akibat begitu dominannya etnis Arab dalam komposisi kependudukan Libya, etnis-etnis non-Arab semisal Tuareg & Berber kerap dianggap sebagai suku tersendiri, kendati etnis-etnis tersebut sebenarnya juga terdiri dari beragam suku & klan.



SEJARAH SUKU DI LIBYA SEJAK ABAD KE-20

Sebelum Masa Pemerintahan Qaddafi

Libya merupakan negara yang wilayahnya didominasi oleh gurun pasir. Sebagai bentuk adaptasi terhadap terbatasnya sumber daya alam & lahan subur di wilayah setempat, penduduk Libya pun pada awalnya memiliki kebiasaan untuk hidup berpindah-pindah (nomaden).

Fenomena ini lantas berdampak pada suburnya praktik tribalisme di Libya. Karena jika seseorang dari suatu suku terlibat masalah, maka anggota sukunya yang lain akan selalu siap untuk membantunya & melindunginya dari ancaman suku lain. Dengan begitu, penduduk Libya memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup.

Sebelum abad ke-20, Libya merupakan wilayah milik Kekaisaran Ottoman. Supaya kekuasaan Ottoman atas wilayah Libya bisa diterima oleh warga setempat, Ottoman memanfaatkan tokoh-tokoh adat setempat untuk menjalankan kekuasaan Ottoman di wilayah Libya. Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan pajak, menjaga keamanan, hingga mengawasi aktivitas perdagangan.

Peta lokasi Libya. (legit.ng)

Saat Libya ganti dikuasai oleh Italia sejak tahun 1911, pemerintah Italia pada awalnya membiarkan suku-suku di Libya mempraktikkan sistem tribalismenya. Namun sejak dekade 1930-an, pemerintah Italia mencoba menghapuskan sistem tribalisme dengan cara menerapkan sistem birokrasi versi mereka ke dalam sistem birokrasi Libya.

Upaya tersebut pada akhirnya harus terhenti di tengah jalan karena selepas Perang Dunia II, wilayah Libya tidak lagi berada di bawah kendali Italia. Tahun 1951, Libya merdeka sebagai negara kerajaan dengan Idris sebagai raja pertamanya. Supaya pemerintahannya mendapat dukungan dari warga Libya, Idris menjalin hubungan simbiosis mutualisme dengan suku-suku dominan Libya

Para tokoh adat dari suku-suku tadi bersedia mengakui Idris sebagai raja mereka. Sebagai gantinya, Idris akan memberikan hak istimewa & kursi jabatan kepada tokoh-tokoh adat yang sudah bersedia mendukung pemerintahannya.


Di Masa Pemerintahan Qaddafi

Tahun 1969, terjadi kudeta militer yang dipimpin oleh Kolonel Muammar Qaddafi. Pasca kudeta tersebut, Libya berubah menjadi negara republik. Untuk menarik simpati warga Libya dari semua lapisan, Qaddafi mencitrakan Libya sebagai negara yang disatukan oleh sentimen nasionalisme & solidaritas bangsa Arab.

Upaya Qaddafi tersebut tidak berjalan mulus karena sistem tribalisme di Libya sudah begitu mengakar. Sebagai akibatnya, sejak akhir dekade 1970-an Qaddafi terpaksa kembali melirik sistem tribalisme untuk menjaga kelanggengan rezimnya. Ia memprioritaskan suku-suku tertentu dalam pemberian jabatan supaya suku-suku tadi bersedia mendukung pemerintahannya.

Muammar Qaddafi. (Getty / elpais.com)

Memasuki dekade 1990-an, pamor Qaddafi di dalam negeri semakin merosot menyusul kekalahan Libya dalam perang melawan Chad. Sebagai cara untuk menjaga kesetiaan masing-masing suku, Qaddafi memperingatkan bahwa jika ada seseorang dari suatu suku berani menentang Qaddafi secara terang-terangan, maka semua anggota suku tersebut dianggap sama bersalahnya & beresiko mendapat ancaman pengucilan.

Qaddafi sejak periode ini juga semakin giat merangkul suku-suku yang sebelum ini jarang dilibatkan dalam pemerintahan Libya. Tokoh-tokoh dari etnis non-Arab berami-ramai direkrut & diberi jabatan tinggi dalam lembaga pemerintahan Libya. Jika tokoh dari etnis Arab ingin mendapatkan keistimewaan serupa, mereka dianjurkan untuk bertindak lebih proaktif dalam menunjukkan kesetiaannya di hadapan Qaddafi.


Perang Saudara Libya & Sesudahnya

Tahun 2011, Libya dilanda perang saudara antara kubu pendukung Qaddafi melawan kubu penentang Qaddafi. Perang ini dipicu oleh semakin jenuhnya rakyat Libya terhadap gaya pemerintahan Qaddafi yang otoriter. Mereka juga merasa kalau modernisasi yang berlangsung di masa pemerintahan Qaddafi tidak dijalankan secara merata.

Hal tersebut sedikit banyak bisa menjelaskan kenapa di awal-awal perang saudara, kota Benghazi yang terletak di sebelah timur menjadi salah satu kota pertama yang memberontak. Kebetulan Tripoli selaku ibukota Libya terletak di bagian barat negara tersebut.

Saat perang sipil Libya masih berkecamuk, faktor kesukukan kembali menunjukkan perannya dalam alur perang ini. Di Libya timur, suku-suku setempat kompak menunjukkan penolakannya terhadap rezim Qaddafi. Namun di Libya barat, suku-suku setempat terbelah menjadi kubu pendukung & penentang Qaddafi. Suku-suku non-Arab di lain pihak banyak yang bertempur sebagai bagian dari kubu pendukung Qaddafi.

Saat kota Tripoli akhirnya berhasil diduduki oleh pasukan pemberontak, Qaddafi kemudian melarikan diri ke kota Sirte di Libya tengah. Pasalnya Qaddafi berasal dari suku Qadhadhfa, sementara kota Sirte & sekitarnya memang banyak dihuni oleh suku Qadhadhfa. Di dekat Sirte pulalah, Qaddafi nantinya bakal tewas terbunuh.

Peta lokasi Tripoli, Sirte, & Benghazi. (bbc.com)

Pasca berakhirnya perang sipil Libya dengan gugurnya Qaddafi, sistem tribalisme menjadi jauh lebih dominan dibandingkan sebelumnya. Wilayah Libya - khususnya yang berada di luar kota-kota besar - kini dikuasai oleh suku dominan di wilayahnya masing-masing. Dengan memanfaatkan sisa-sisa persenjataan dari masa perang sipil, mereka kini bertindak sebagai penjaga keamanan di wilayahnya masing-masing.

Di lain pihak, fenomena tersebut juga menyebabkan suku-suku dominan terkesan bisa bertindak semaunya sendiri di wilayah kekuasaannya. Sebagai contoh, jika ada tokoh penting dari suku tersebut yang pergi berobat ke rumah sakit, maka dokter harus memprioritaskan tokoh penting tadi untuk ditangani kendati ada pasien lain yang kondisinya lebih gawat.

Jika suatu wilayah hanya dihuni oleh 1 macam suku, maka kondisi keamanan di wilayah tersebut relatif lebih terjamin. Namun jika ada wilayah yang kebetulan dihuni oleh lebih dari 1 suku, maka potensi konflik di wilayah tersebut menjadi jauh lebih tinggi. Pasalnya jika ada 2 suku yang terlibat konflik, mereka tidak segan-segan langsung beralih ke jalur kekerasan.

Dampak dari fenomena tersebut bisa dilihat pada kacau balaunya kondisi domestik Libya sekarang ini. Namun konflik antar suku bukanlah satu-satunya penyebab mengapa Libya sekarang dipenuhi oleh pergolakan.

Di Libya bagian utara, konflik umumnya mengandung motif perebutan kekuasaan karena sekarang di Libya terdapat 2 kelompok yang sama-sama mengklaim diri mereka sebagai pemerintah Libya yang sah. Masih maraknya kemisikinan & buruknya situasi keamanan juga berdampak pada menjamurnya kelompok-kelompok kriminal di seantero Libya.


Peta Libya & suku-suku dominannya.


SUKU-SUKU DOMINAN DI LIBYA

Ada hampir 140 suku yang menghuni wilayah Libya. Namun dari sekian banyak suku tersebut, hanya sekitar 30 di antaranya yang memiliki pengaruh besar dalam kondisi domestik Libya. Berikut ini adalah sebagian dari suku-suku tersebut.


Qadhadhfa / Gaddadfa

Inilah suku yang juga merupakan suku asal mendiang pemimpin Libya, Muammar Qaddafi. Populasi suku ini terkonsentrasi di Libya tengah. Tepatnya dari kawasan antara kota Tripoli & Benghazi, serta mulai dari kota Sirte hingga kawasan pedalaman di Gurun Sahara.

Dari segi jumlah, Qadhadhfa bukanlah suku yang besar. Namun karena suku ini merupakan suku asal Qaddafi, banyak anggota suku ini yang memperoleh keistimewaan & posisi tinggi pada masa pemerintahan Qaddafi. Pasca tewasnya Qaddafi, suku ini terkesan dipinggirkan oleh pemerintahan Libya yang baru.


Warfalla

Warfalla adalah suku dengan jumlah populasi terbanyak di Libya. Jumlah mereka mencapai 1/6 dari total populasi penduduk Libya yang mencapai 6 juta jiwa. Karena hal itu pulalah, suku ini pun dianggap sebagai salah satu suku terkuat di Libya. Populasi suku ini terkonsentrasi di wilayah Libya barat, khususnya di sebelah selatan kota Misrata.

Saat Libya dulu dilanda kudeta militer pada tahun 1969, banyak anggota suku ini yang ikut terlibat dalam kudeta. Begitu Qaddafi menjadi pemimpin baru Libya seusai kudeta, ia menjalin hubungan dekat dengan suku Warfalla.

Namun pada tahun 1993, sejumlah anggota suku ini malah terlibat percobaan kudeta karena tidak lagi puas dengan gaya pemerintahan Qaddafi. Dampaknya, Qaddafi pun mencoba mengimbangi dominasi suku ini di pemerintahan dengan cara merekrut lebih banyak tokoh-tokoh dari etnis non-Arab.

Saat Libya dilanda perang saudara pada tahun 2011, suku Warfalla terbelah ke dalam kubu pro-Qaddafi & kubu anti-Qaddafi. Seperti halnya suku Qadhadhfa, suku Warhalla juga terkesan dipinggirkan oleh pemerintahan Libya yang baru pasca lengsernya Qaddafi. Dampaknya, saat Libya kembali dilanda perang saudara sejak tahun 2014, suku ini melimpahkan dukungannya kepada faksi nasionalis yang dipimpin oleh Khalifa Haftar.

Faksi nasionalis (dikenal juga dengan nama Dignity / Martabat) merupakan faksi yang pusat pemerintahannya berada di Tobruk, Libya timur. Faksi ini mendapat dukungan dari Mesir, Uni Emirat Arab, & Rusia. Musuh utama faksi nasionalis adalah faksi Islamis yang pusat pemerintahannya berada di kota Tripoli, Libya barat.


Magarha / Magariha

Magarha adalah suku dengan jumlah populasi terbanyak ke-2 di Libya. Populasi suku ini pada awalnya terkonsentrasi di tengah-tengah Libya. Namun banyak dari anggota suku ini yang kemudian pindah ke kawasan pantai di Libya utara supaya bisa ikut terlibat dalam aktivitas pemerintahan Libya.

Karena statusnya sebagai salah satu suku terkuat di Libya, suku Magarha juga memiliki hubungan dekat dengan rezim Qaddafi. Salah satu tokoh paling terkenal oleh suku ini adalah Abdessalam Jalloud, tokoh yang awalnya menyandang reputasi sebagai orang terkuat ke-2 di Libya. Namun menyusul timbulnya cekcok dengan Qaddafi, Jalloud mundur dari panggung politik Libya pada dekade 90-an.


Tuareg

Tuareg adalah salah satu etnis non-Arab terbesar di Libya. Jumlah total penduduk etnis Tuareg di Libya diperkirakan mencapai 500 ribu jiwa (jumlah total populasi Libya adalah sekitar 6 juta jiwa). Populasi mereka terkonsentrasi di wilayah Libya selatan. Selain di Libya, orang-orang etnis Tuareg juga dapat ditemukan di Mali, Niger, Nigeria, & Chad.

Karena etnis Tuareg umumnya hidup miskin & hanya berstatus sebagai etnis minoritas di negaranya masing-masing, rezim Qaddafi kerap memanfaatkan etnis Tuareg sebagai ujung tombak untuk menyebarkan pengaruhnya ke luar Libya. Untuk keperluan tersebut, banyak anggota etnis Tuareg yang direkrut & dilatih oleh militer Libya. Sesudah itu, mereka akan kembali ke negara asalnya masing-masing untuk memulai pemberontakan.

Prajurit etnis Tuareg. (africanarguments.org)

Ketika Libya dilanda perang saudara pada tahun 2011, etnis Tuareg terbelah ke dalam kubu pro-Qaddafi & kubu anti-Qaddafi. Mereka yang bertempur sebagai bagian dari kubu pro-Qaddafi umumnya merupakan etnis Tuareg yang datang dari luar Libya. Mereka bersedia pergi jauh-jauh ke Libya karena tergiur akan bayaran tinggi yang dijanjikan oleh rezim Qaddafi.

Saat Qaddafi akhirnya gugur, etnis Tuareg yang berasal dari Mali kemudian kembali ke negaranya sambil membawa sisa-sisa persenjataan warisan perang sipil Libya untuk memulai pemberontakan baru di wilayah Mali utara. Sementara mereka yang tetap tinggal di wilayah Libya menjalin persekutuan dengan faksi Islamis Libya.


Toubou / Tebu

Toubou adalah etnis non-Arab yang populasinya terkonsentrasi di Libya selatan. Pada masa pemerintahan Qaddafi, etnis Toubou kerap diabaikan oleh pemerintah pusat Libya. Menyusul tewasnya Qaddafi pada tahun 2011 akibat perang saudara, etnis Toubou langsung terlibat konflik dengan etnis Tuareg akibat memperebutkan wilayah di Libya selatan.

Saat perang saudara Libya kembali meletus pada tahun 2014, etnis Toubou pada awalnya bertempur sebagai bagian dari faksi nasionalis. Namun karena pemimpin faksi nasionalis dianggap lebih mengistimewakan etnis Arab, etnis Toubou beramai-ramai membelot ke faksi Islamis sejak tahun 2016. Sejak periode yang sama, etnis Toubou juga setuju untuk bekerja sama dengan etnis Tuareg.


Berber

Seperti halnya etnis Tuareg, Berber juga merupakan salah satu etnis non-Arab terbesar di Libya. Jika etnis Arab menggunakan bahasa & aksara Arab sebagai metode komunikasinya, maka etnis Berber menggunakan bahasa & aksara Amazigh. Dalam perkembangannya, banyak anggota etnis Berber yang melakukan kawin campur dengan etnis Arab.

Populasi etnis Berber terkonsentrasi di kawasan pegunungan di Libya barat. Pada masa pemerintahan Qaddafi, etnis Berber terkesan dipinggirkan karena rezim Qaddafi ingin mencitrakan Libya sebagai negara Arab.

Papan tulisan yang menampilkan aksara Amazigh (kiri) & aksara Arab (kanan). (moroccoworldnews.com)

Saat Libya dilanda perang saudara pada tahun 2011, kelompok pemberontak anti-Qaddafi merekrut etnis Berber ke dalam keanggotaannya dengan iming-iming kalau mereka bakal memperoleh kesetaraan layaknya etnis Arab. Saat pasukan pemberontak berhasil merebut ibukota Tripoli, milisi-milisi dari etnis Berber memiliki peran penting dalam keberhasilan tersebut.

Beberapa tahun pasca berakhirnya perang sipil Libya pertama, faksi nasionalis Libya berniat membentuk pasukan khusus etnis Berber dengan memanfaatkan lokasi mereka yang berada dekat dengan kota Tripoli, kota yang menjadi pusat pemerintahan faksi Islamis. Namun wacana tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh Dewan Agung Amazigh, organisasi yang menangani hak-hak etnis Berber di Libya.

Dewan Agung Amazigh menyatakan kalau Khalifa Haftar - pemimpin faksi nasionalis Libya - adalah penjahat perang & pihaknya tidak tertarik memberikan dukungannya pada faksi yang dipimpin oleh Haftar. Mereka juga menyatakan bahwa jika ada etnis Berber yang bergabung ke faksi nasionalis, mereka melakukannya atas kemauan mereka sendiri, bukan sebagai perwakilan dari etnis Berber.


Barasa / Bara'sa

Barasa adalah suku yang menjadi suku asal dari istri kedua Qaddafi, Safia Farkash. Dampaknya, suku ini pun memiliki hubungan yang cukup dekat dengan rezim Qaddafi. Banyak anggota suku ini yang mendapatkan jabatan-jabatan kelas menengah di lembaga-lembaga pemerintahan Libya.

Saat Libya dilanda perang saudara pada tahun 2011, banyak anggota suku ini yang beramai-ramai bergabung ke dalam kubu pemberontak. Namun tokoh-tokoh senior dalam suku ini sendiri terkesan bermain aman & enggan mengkritik Qaddafi secara terang-terangan karena mereka khawatir bakal dicap sebagai pengkhianat oleh rezim Qaddafi.


Zuwayyah

Zuwayyah adalah suku yang populasinya terkonsentrasi di pantai timur Libya & kawasan pedalaman  di tengah-tengah gurun. Meskipun suku ini masih mempraktikkan pola hidup tradisional, suku ini merupakan salah satu suku terpenting di Libya. Pasalnya wilayah kekuasaan suku ini merupakan wilayah yang kaya akan minyak.

Saat Libya dilanda perang saudara pada tahun 2011, mereka merupakan salah satu suku pertama yang menentang Qaddafi secara terang-terangan. Berkat pendapatan dari sektor minyak, suku ini bisa mempersenjatai diri mereka dengan cepat. Pasca tewasnya Qaddafi, fokus dari suku ini sekarang adalah mendapatkan jatah pemasukan lebih besar dari sektor minyak.


Penduduk suku Zuwayyah. (scoopempire.com)


Suku-Suku Lain di Libya Barat

Bani Walid adalah suku yang populasinya terkonsentrasi di kota Bani Walid & sekitarnya. Saat perang saudara Libya meletus pada tahun 2011, suku ini merupakan salah satu suku pertama di Libya barat yang menentang rezim Qaddafi.

Tarhuna adalah salah 1 suku paling dominan di ibukota Tripoli. Pasalnya sebanyak 1/3 penduduk Tripoli diketahui berasal dari suku ini.

Zentan / Zintan adalah suku yang berasal dari kota Zintan & sekitarnya. Meskipun secara geografis terletak tidak jauh dari Tripoli (kota pusat pemerintahan faksi Islamis), para anggota suku ini justru merupakan pendukung faksi nasionalis.

Mashayshas adalah suku yang awalnya memiliki pola hidup mengembara, namun kemudian menetap di kota Zintan pada masa pemerintahan Qaddafi. Menyusul tumbangnya rezim Qaddafi, para anggota suku ini beramai-ramai ditangkap & diusir keluar Zintan oleh para anggota suku Zintan karena adanya tudingan kalau Mashayshas merupakan suku pendukung Qaddafi.

Warshefana adalah suku yang populasinya terkonsentrasi di kota Tripoli & sekitarnya. Para anggota suku ini terbelah ke dalam faksi Islamis & faksi nasionalis. Mereka yang tergabung dalam faksi nasionalis bertempur sebagai sekutu kelompok bersenjata Zintan.


Suku-Suku Lain di Libya Timur

Misrata adalah salah satu suku terbesar di kawasan pantai timur Libya. Meskipun namanya mirip, suku ini tidak ada hubungannya dengan kota Misrata yang terletak di Libya barat. Di Libya sendiri, kota yang menggunakan nama Misrata memang berjumlah lebih dari 1.

Al-Awaqir adalah suku yang populasinya terkonsentrasi di kota Al Bayda & sekitarnya. Sejak masa Ottoman, kota ini merupakan salah satu kota paling strategis karena posisinya sebagai salah satu kota pelabuhan di Libya yang letaknya paling dekat dengan Benua Eropa.

Bargathi adalah suku yang populasinya terkonsentrasi di kota Benghazi & sekitarnya. Suku ini merupakan suku pendukung faksi nasionalis.

Obeidat adalah suku yang populasinya terkonsentrasi di sekitar kota Tobruk, kota yang menjadi pusat pemerintahan faksi nasionalis Libya. Dengan melihat hal tersebut, maka sudah bisa diduga kalau suku ini merupakan pendukung faksi nasionalis.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



REFERENSI

A. Al-Shaheedi & N. Ezzeddine. 2019. "Libyan tribes in the shadows of war and peace".
(www.clingendael.org/sites/default/files/2019-02/PB_Tribalism.pdf)

Al Jazeera. 2012. "Explainer: Tuareg-led rebellion in north Mali".
(www.aljazeera.com/news/2012/4/3/explainer-tuareg-led-rebellion-in-north-mali)

Al Jazeera. 2014. "Mapping Libya's armed groups".
(www.aljazeera.com/news/2014/6/2/mapping-libyas-armed-groups)

Apps, P.. 2011. "Factbox: Libya's tribal, cultural divisions".
(www.reuters.com/article/us-libya-tribes-idUSTRE77O43R20110825)

Fitzgerald, M.. "Mapping Libya’s Factions".
(archive2.libya-al-mostakbal.org/uploads/files/Libya_maps_combined.pdf)

GlobalSecurity.org. "Libya - Tribes".
(www.globalsecurity.org/military/world/libya/tribes.htm)

GlobalSecurity.org. "Libyan National Army".
(www.globalsecurity.org/military/world/para/lna-karamah.htm)

Immigration and Refugee Board of Canada. 2013. "Libya: The Zintan brigade, including areas of operation and its relationship with the government; whether it is involved in instances of human rights abuses".
(www.refworld.org/docid/52ce9f514.html)

Temehu.com. "Libyan People".
(www.temehu.com/Libyan-People.htm)

Westcott, T.. 2019. "Feuding tribes unite as new civil war looms in Libya’s south".
(www.middleeasteye.net/news/feuding-tribes-unite-new-civil-war-looms-libyas-south)
 






COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.