CARI

Perang Irak-Iran, Panggung Modern Konflik Arab-Persia



Peta lokasi Irak & Iran

Timur Tengah bisa dibilang sebagai tanah penuh anugerah & bencana. Alasannya jelas, mayoritas wilayah Timur Tengah memiliki kandungan minyak yang bernilai tinggi & berguna untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat dunia. Selain itu, secara geografis letak Timur Tengah juga sangat strategis karena terletak di antara 3 benua utama : Eropa, Asia, & Afrika.

Di sisi lain, berkah dari Timur Tengah juga menyebabkan daerah ini penuh pergolakan karena benturan kepentingan & iming-iming kekayaan. Salah satu dari sekian banyak konflik di Timur Tengah adalah Perang Irak-Iran.

Perang Irak-Iran (dikenal juga dengan nama Perang Teluk I, untuk membedakannya dengan perang di Irak & Kuwait pada tahun 1991) adalah perang yang berlangsung pada tahun 1980 - 1988 antara Irak melawan Iran. Baik Irak maupun Iran sama-sama mengklaim kemenangan dalam perang tersebut.

Pada awalnya, Irak melakukan penyerbuan ke wilayah Iran, namun kemudian Irak berhasil dipukul mundur. Sesudah itu, Iran yang berbalik menyerbu wilayah Irak sebelum PBB menyerukan gencatan senjata. Perang ini bisa dibilang merupakan salah satu perang modern paling berdarah di Timur Tengah, di mana jumlah korban tewas mencapai 1 juta jiwa lebih & mayoritasnya merupakan warga Iran.



LATAR BELAKANG


Ada beberapa hal yang disebut-sebut memicu meletusnya perang antara Irak melawan Iran di mana hal-hal tersebut menyangkut berbagai aspek, utamanya aspek politik & sektarian :


1. Sengketa Atas Shatt al-Arab & Khuzestan

Shatt al-Arab adalah sungai sepanjang 200 km yang terbentuk dari pertemuan Sungai Efrat & Tigris di kota Al-Qurnah, Irak selatan, di mana bagian akhir dari sungai yang mengarah ke Teluk Persia tersebut terletak di perbatasan Irak & Iran. Sungai tersebut utamanya penting bagi Irak karena merupakan jalan keluar utama negara tersebut ke arah laut.

Peta lokasi Shatt al-Arab. (bbc.com)

Karena letaknya yang berada di perbatasan & posisi strategisnya yang mengarah ke Teluk Persia, sungai tersebut menjadi bahan sengketa Irak & Iran. Sebelum perang antara kedua meletus, sejak tahun 1975 sungai tersebut menjadi milik kedua negara di mana batasnya adalah pada titik terendah sungai berdasarkan Persetujuan Aljier (Algier Accord).

Wilayah lain yang menjadi sengketa kedua negara adalah provinsi Khuzestan yang kaya minyak. Wilayah tersebut selama ini menjadi wilayah Iran, namun sejak tahun 1969 Irak mengklaim bahwa Khuzestan berada di tanah Irak & wilayah tersebut diserahkan ke Iran ketika Irak dijajah oleh Inggris. Lebih lanjut, stasiun TV milik Irak bahkan memasukkan Khuzestan sebagai wilayah Irak & menyerukan warga Arab di sana untuk memberontak melawan Iran.


2. Munculnya Revolusi Islam di Iran

Tahun 1979 merupakan tahun terpenting dalam sejarah Iran modern hingga menjadi seperti Iran sekarang. Di tahun itu, terjadi revolusi pemerintahan di mana rezim kerajaan Pahlevi yang dianggap sebagai rezim boneka AS tumbang & digantikan oleh sistem republik Islam.

Pasca revolusi tersebut, muncul kekhawatiran di kalangan nasionalis Arab & Muslim Sunni bahwa revolusi tersebut akan menyebar ke negara-negara Arab di sekitarnya. Kekhawatiran terbesar terutama datang dari Irak yang wilayahnya memang bersebelahan dengan Iran & memiliki penganut Syiah berjumlah besar di wilayahnya.

Ayatullah Khomeini, pemimpin revolusi Islam di Iran, memang memiliki impian untuk menyebarkan pengaruh revolusinya ke negara-negara Arab lainnya. Pertengahan tahun 1980, Khomeini menyebut bahwa pemerintahan sekuler Irak adalah pemerintahan "boneka setan" & masyarakat Muslim di Irak sebaiknya bersatu untuk mewujudkan revolusi Islam seperti di Iran.

Ayatullah Khomeini. (livingintehran.com)

Pernyataan Khomeini tersebut sekaligus menjadi respon dari pernyataan Saddam pasca revolusi Islam Iran yang menyatakan bahwa bangsa Persia (Iran) tidak akan berhasil membalas dendam kepada bangsa Arab sejak Pertempuran al-Qadisiyyah, pertempuran pada abad ke-7 yang dimenangkan oleh bangsa Arab sekaligus menumbangkan Kerajaan Persia kuno.

Irak di bawah kendali Saddam Hussein & Partai Baath memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan dominan di wilayah Arab di bawah bendera pan-Arabisme sejak meninggalnya Presiden Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang terjadi di Iran tersebut dianggap sebagai penghalang karena bertentangan dengan prinsip nasionalisme sekuler Arab.

Selain untuk mencegah menyebarnya revolusi Islam, Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan kondisi internal Iran yang tidak stabil pasca revolusi Islam untuk merebut wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa dengan Iran & menambah sumber minyak Irak.


3. Percobaan Pembunuhan Terhadap Pejabat Irak

Pertengahan tahun 1980, terjadi percobaan pembunuhan kepada Deputi Perdana menteri Irak, Tariq Aziz. Irak kemudian menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat atas percobaan pembunuhan tersebut & mendeportasi ribuan warga Syiah berdarah Iran keluar dari Irak.

Pemimpin Irak, Saddam Hussein, menyalahkan Iran sambil menyebut ada agen Iran yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Peristiwa itu selanjutnya semakin memanaskan hubungan kedua negara hingga akhirnya pada bulan September 1980, Irak melancarkan serangannya ke Iran.


Pasukan tank Irak saat menerobos perbatasan Iran. (acig.org)


TAHUN 1980 - 1982 : PENYERBUAN OLEH IRAK

Ada 2 sasaran Irak dalam serangannya ke Iran : menguasai wilayah-wilayah strategis serta kaya minyak di Iran & mencegah tersebarnya revolusi Islam ke negara-negara sekitarnya. Dalam serangannya, Irak menginginkan kemenangan cepat atas Iran dengan memanfaatkan situasi internal Iran yang masih belum stabil pasca revolusi Islam.

Irak juga berharap kalau masyarakat di Iran akan menyalahkan pemerintahan baru negaranya, sehingga sebagian dari mereka - terutama dari golongan Arab Sunni - kemudian akan membelot & bersedia membantu Irak memenangkan perang.

Tanggal 22 September 1980, jet-jet tempur Irak menyerang 10 pangkalan udara milik Iran dengan tujuan menghancurkan pesawat tempur Iran di darat. Taktik tersebut dipelajari oleh Irak dari kemenangan Israel atas Arab dalam Perang 6 Hari.

Serangan dari pasukan udara Irak berhasil menghancurkan gudang amunisi & jalur transportasi darat, namun sebagian besar pesawat Iran tetap utuh karena terlindung dalam hanggar yang terlindungi secara khusus. Kegagalan Irak menghancurkan pesawat-pesawat tempur Iran dalam serangan kejutan tersebut memberi peluang bagi Iran untuk melancarkan serangan udara balasan ke Irak.

Sehari kemudian, Irak melakukan serangan darat ke wilayah Iran dari 3 front sekaligus. Inti dari serangan tersebut adalah untuk menguasai Khuzestan & Shatt al-Arab di mana 4 dari 6 divisi pasukan Irak dalam penyerbuan dikirim untuk menguasai kedua wilayah tersebut.

Pasukan sisanya dipecah jadi 2 untuk menguasai front utara (Qasr-e Shirin) & front tengah (Mehran) untuk mengantisipasi serangan balik yang mungkin dilakukan oleh Iran. Hasilnya, usai serangan mendadak itu Irak berhasil menguasai wilayah Iran seluas 1.000 km persegi.

Bulan November 1980, pasukan Irak melancarkan serangan ke 2 kota penting yang strategis di Iran selatan, Shabadan & Khorramshahr. Dalam penyerbuannya itu, pasukan Irak mendapat perlawanan sengit dari pasukan Pasdaran (Garda Revolusi) Iran.

Kedua kota tersebut akhirnya berhasil dikuasai Irak pada tanggal 10 November 1980. Tercatat belasan ribu pasukan dari kedua kubu terbunuh dalam pertempuran di kedua kota tersebut. Keberhasilan Irak menguasai kedua kota tersebut sekaligus menjadi keberhasilan terakhir Irak mencaplok wilayah penting dari Iran.

Peta lokasi Khorramshahr. (millat.com)

Iran yang tertekan sempat berusaha melakukan serangan balasan kepada Irak pada awal tahun 1981. Namun upaya tersebut gagal karena presiden Iran, Bani Sadr, nekat memimpin langsung pasukan reguler Iran sekalipun dia hanya memiliki pengetahuan militer yang minim.

Sadr mengirimkan 3 resimen pasukan reguler tanpa didukung oleh Pasdaran & tidak memperhitungkan waktu serangan di saat hujan yang bakal menyulitkan suplai logistik. Akibatnya, pasukan Iran dikepung pasukan Irak & banyak dari kendaraan lapis baja Iran yang hancur atau perlu ditinggalkan karena terjebak dalam lumpur.

Serangan balasan Iran yang jauh lebih efektif sebenarnya sudah dilakukan beberapa hari sejak Irak pertama kali membombardir pangkalan udara milik Iran. Pesawat-pesawat F-4 milik Iran melakukan serangan ke wilayah Irak & secara efektif berhasil melumpuhkan sejumlah titik penting di sana.

Keberhasilan tersebut membuat pasukan udara Iran terlihat lebih superior dibandingkan pasukan udara Irak. Namun, kurangnya amunisi & suku cadang yang hanya bisa didapatkan dari AS - negara sekutu Iran yang berbalik memusuhi Iran pasca revolusi Islam - membuat Iran seiring waktu jadi lebih banyak memakai helikopter yang dipasangi persenjataan darat sebagai pendukung pasukan dari udara.



TAHUN 1982 : TITIK BALIK & MUNDURNYA IRAK

Pasukan Irak dalam serangan kilatnya berhasil memanfaatkan momentum lemahnya koordinasi pasukan Iran & problem alutsista milik Iran sehingga para pengamat yakin bahwa perang akan segera berakhir dengan kemenangan Irak hanya dalam waktu beberapa minggu. Plus, Irak memang berhasil menguasai wilayah-wilayah strategis Iran dalam serangannya itu. Namun, Iran enggan menyerah begitu saja.

Problem bagi Iran dalam perang adalah dari segi alutsista atau persenjataan, mereka kalah superior dibanding Irak yang saat itu memang merupakan salah satu negara dengan kekuatan militer terbaik di Timur Tengah selain Israel.

Untuk mengantisipasinya, sejak perang meletus Iran merekrut ratusan ribu milisi sukarela yang disebut Basij (Tentara Rakyat). Basij tidak memiliki pengalaman militer & persenjataan yang memadai, namun mereka memiliki keyakinan sangat tinggi akan agamanya & tidak segan-segan melakukan tindakan berani mati semisal menerobos ladang ranjau atau area yang dihujani tembakan artileri musuh saat diperintahkan.

Pasukan milisi Basij. (dailyaag.co.in)

Pasukan Irak di wilayah Iran dalam perkembangannya tidak bisa bergerak lebih jauh lagi sejak bulan Maret 1981 setelah pasukan mereka dikalahkan oleh milisi Basij yang jumlahnya mencapai ribuan orang di Sungai Kanun.

Sejak itu, Irak lebih banyak melakukan taktik defensif untuk mempertahankan wilayah taklukan mereka & hanya terjadi sedikit pergeseran di garis depan. Faktor utamanya adalah kesalahan prediksi di mana Irak memperkirakan warga Arab Sunni di Iran bakal membantu mereka. Namun faktanya, mereka - bersama rakyat Iran lainnya - justru bersatu & bahu-membahu melawan Irak.

Titik balik bagi Iran terjadi pada bulan Maret 1982 dalam operasi militernya di bawah kode sandi "Operasi Kemenangan yang Tak Dapat Disangkal" (Operation Undeniable Victory). Dalam operasi militer tersebut, pasukan gabungan Pasdaran-Basij milik Iran berhasil menembus garis depan pasukan Irak yang sebelumnya dianggap tidak bisa ditembus & memecah pasukan Irak di utara & selatan Khuzestan sehingga pasukan Irak terpaksa mundur.

Pasukan Iran saat merayakan kemenangan di Khorramshahr. (wikipedia.org)

Bulan Mei 1982, Iran berhasil merebut kembali wilayah Khorramshahr. Dalam pertempuran memperebutkan wilayah tersebut, Irak kehilangan 7.000 tentara, sementara Iran 10.000 sehingga menjadikan pertempuran itu sebagai salah satu pertempuran paling berdarah dalam inisiatif serangan balik Iran.

Sejak kemenangan tersebut, Iran berganti menjadi pihak yang menekan Irak. Pada bulan Juni, Iran berhasil mendapatkan kembali seluruh wilayahnya yang sebelumnya dikuasai oleh Irak. Saddan Hussein yang melihat bahwa moral pasukannya sudah terlanjur runtuh akibat serangkaian kekalahan melawan Iran pun menyatakan akan segera menarik seluruh pasukannya dari Iran & menawarkan gencatan senjata kepada Iran.

Tawaran gencatan senjata Irak mencakup pembayaran ganti rugi perang sebesar 70 juta dollar AS oleh negara-negara Arab. Iran menolak tawaran gencatan senjata tersebut sambil menyatakan bahwa mereka akan menyerbu Irak & tidak akan berhenti sampai rezim yang berkuasa di Irak digantikan oleh pemerintahan republik Islam.



TAHUN 1982 - 1988 : PENYERBUAN OLEH IRAN

Bulan Juli 1982, Iran melancarkan serangannya ke kota Basra, Irak, di bawah kode sandi "Operasi Ramadhan". Dalam serangan tersebut, puluhan ribu anggota Basij & Pasdaran mengorbankan diri mereka dengan berlari melewati ladang ranjau untuk memberi jalan bagi tank-tank di belakangnya.

Selain menghadapi bahaya ranjau, mereka juga dihujani tembakan artileri pasukan Irak. Irak berhasil mencegah Iran merengsek lebih jauh berkat ketangguhan persenjataannya di garis pertahanan, namun Irak juga harus kehilangan sejumlah kecil wilayah karena dikuasai Iran.

Keberhasilan Iran memukul balik Irak & berbalik menjadi negara penyerbu membawa kekhawatiran tersendiri bagi AS yang kemudian memutuskan untuk membantu Irak sejak tahun 1982. Presiden AS, Ronald Reagan, menyatakan bahwa negaranya akan berusaha membantu dengan cara apapun untuk mencegah Irak kalah. Selain dari AS, dukungan untuk Irak juga datang dari Uni Soviet & Liga Arab. Di lain pihak, Iran sendiri selama perang hanya mendapat dukungan secara terbuka dari Suriah & Libya.

Saddam (kanan) saat bertemu perwakilan  AS, Donald Rumsfeld. (iranchamber.com)

Karena keberpihakan terang-terangan AS ke Irak, maka cukup mengejutkan ketika AS diketahui juga membantu Iran dengan jalan menjual persenjataan ke Iran secara diam-diam (dikenal sebagai skandal Iran-Contra). Henry Kissinger - salah satu tokoh penting Gedung Putih - menyatakan bahwa AS merasa baik Irak & Iran sama-sama tidak boleh kalah untuk mencegah dominasi dari pihak pemenang di kawasan tersebut.

Israel juga dikabarkan menjual persenjataan ke Iran secara diam-diam kendati kedua negara tidak lagi menjalin hubungan diplomatik pasca Revolusi Islam di Iran. Namun Iran sendiri hingga sekarang selalu membantah kabar tersebut.

Kembali ke medan perang, Iran berpikir bahwa Irak bisa direbut dengan melacarkan serangan besar-besaran dari berbagai front. Maka pada tahun 1983, Iran melakukan 3 penyerbuan besar yang disusul 2 penyerbuan lainnya dengan mengerahkan ratusan ribu personil tentaranya.

Iran sempat berhasil menembus garis pertahanan Irak, namun Irak berhasil memukul balik Iran dengan melakukan serangan udara mendadak secara besar-besaran. Hingga akhir tahun 1983, tercatat 120.000 personil Iran & 60.000 personil Irak tewas dalam peperangan.

Irak berusaha memaksa Iran menghentikan perang & menuju meja perundingan dengan berbagai cara. Di awal tahun 1984, Irak membeli sejumlah alutsista baru dari Uni Soviet & Prancis. Tak lama kemudian, Irak melakukan serangan udara ke sejumlah kota dengan persenjataan barunya itu. Irak berharap Iran merasa tertekan & kemudian menerima tawaran dari Irak untuk berunding di tempat netral, namun nyatanya Iran tetap menolak tawaran berunding dari Irak.

Pasukan Iran saat berlari di tengah medan tempur. (iranchamber.com)

Iran yang kehilangan begitu banyak personilnya akibat sejumlah penyerbuan yang gagal sebelumnya belum mengendurkan serangan. Bulan Februari 1984, Iran menggelar "Operasi Fajar" (Operation Dawn) yang ditargetkan ke kota Kut al-Amara dengan tujuan memotong jalur perairan yang menghubungkan Baghdad & Basra. Dalam operasi militer itu, Iran mengerahkan 500.000 personil Basij & Pasdaran.

Pertempuran dalam Operasi Fajar sekaligus menjadi seperti head-to-head kekuatan militer yang dominan di masing-masing negara. Iran unggul jumlah tentara tapi kekurangan alutsista pendukung macam pasukan udara & artileri sehingga Iran banyak menjalankan taktik mengerubungi pertahanan musuh dengan tentara (human wave attack), sementara Irak kalah jauh dalam hal jumlah tentara tapi unggul dalam hal alutsista.

Periode antara tanggal 29 Februari hingga 1 Maret merupakan salah satu episode pertempuran terbesar dalam Perang Irak-Iran, di mana dalam pertempuran itu, masing-masing pihak kehilangan 20.000 tentaranya.

Iran kembali melancarkan agresi militer antara akhir Februari hingga Maret 1984 di bawah kode sandi "Operasi Khaibar" dengan memakai sejumlah serangan pendobrak ke Kota Basra. Agresi militer tersebut berujung keberhasilan pasukan Iran merebut Pulau Majnun yang kaya minyak. Irak sempat melancarkan serangan balik untuk merebut wilayah tersebut, termasuk dengan memakai senjata kimia. Namun pasukan Iran tetap berhasil mempertahankan pulau tersebut hingga menjelang akhir perang.

Walaupun berada pada posisi tertekan, pada tahun 1985 Irak masih sempat melakukan penyerbuan balik ke Iran dengan menyerang Tehran & kota-kota penting lainnya di Iran usai mendapatkan bantuan finansial dari negara-negara Arab sekutunya & bantuan alutsista terbaru dari Uni Soviet, Cina, & Perancis.

Serangan Irak tersebut tidak membawa perubahan yang signifikan dalam alur peperangan karena sekalipun wilayahnya diserang, di tahun yang sama Iran tetap melakukan penyerbuan ke wilayah Irak di bawah kode sandi "Operasi Badar".


Tentara Iran yang memakai topeng gas untuk menangkal efek senjata kimia Irak. (salem-news.com)


TAHUN 1984 - 1988 : PERANG TANKER

Tahun 1984, Irak yang baru mendapat bantuan pesawat tempur Super Etentard terbaru dari Perancis melakukan operasi militer di laut mulai dari muara Shatt el-Arab hingga pelabuhan Iran di Bushehr. Target dari operasi militer tersebut adalah semua kapal yang bukan berbendera Irak di wilayah operasi militer, baik itu kapal berbendera Iran maupun kapal netral yang dari atau menuju Tehran.

Tujuannya adalah untuk memblokade ekpsor minyak Iran & mempengaruhi ekonominya sehingga Iran mau berunding dengan Irak. Kebijakan militer Irak tersebut lalu mengawali babak baru dalam perang yang dikenal sebagai "perang tanker".

Jika ditelusuri, sebenarnya perang tanker sudah dimulai sejak tahun 1981 di mana pasukan laut Irak saat itu menargetkan titik-titik penting milik Iran di laut seperti pelabuhan & kilang minyak. Dalam operasi militernya di laut tersebut, Irak lebih banyak memakai angkatan udaranya untuk melakukan serangan.

"Perang tanker fase I" tersebut berlangsung selama 2 tahun setelah baik Irak maupun Iran kekurangan armada kapal untuk meneruskan operasi militernya. Baru pada tahun 1984, Irak memutuskan untuk kembali melakukan operasi militer di laut sekaligus mengawali babak baru "perang tanker fase II".

Perang tanker fase II dimulai ketika Irak menyerang kapal berbendera Yunani di sebelah selatan Kepulauan Khark pada bulan Maret 1984. Iran lantas membalasnya dengan menyerang kapal-kapal berbendera Kuwait di dekat Bahrain & Arab Saudi di perairan Arab Saudi.

Kapal tanker Arab Saudi yang terbakar dalam "perang tanker". (wizam.eu)

Serangan tersebut sekaligus menjadi peringatan dari Iran bahwa jika Irak tetap nekat melanjutkan perang tanker, tak akan ada kapal milik negara Teluk yang bakal selamat. Suatu ancaman yang dampaknya tidak ringan karena berpotensi melumpuhkan aktivitas pengangkutan minyak mentah di kawasan tersebut.

Upaya Irak untuk memblokade jalur transportasi minyak Iran gagal melumpuhkan ekonomi Iran karena ketika Irak memblokade kawasan teluk, Iran hanya memindahkan pelabuhannya ke Kepulauan Larak di dekat Selat Hormuz sehingga aktivitas ekspor minyaknya relatif tidak terganggu.

Di lain pihak, justru Irak yang perekonomiannya terancam setelah Suriah - sekutu Iran saat itu - memblokade pipa minyak Irak ke Mediterania sejak tahun 1982. Sebagai antisipasinya, Irak pun mengalihkan aktivitas ekspor minyaknya lewat Kuwait & jalur pipa minyak baru dibangun melewati Laut Merah serta Turki.



TAHUN 1987 - 1988 : IKUT CAMPURNYA AMERIKA SERIKAT

Situasi perang tanker yang semakin membabi buta karena ikut menargetkan kapal-kapal tanker dari negara-negara yang netral membuat Kuwait meminta bantuan pihak internasional pada tahun 1986. Uni Soviet adalah negara pertama yang merespon dengan mengirimkan kapal-kapal perangnya untuk mengawal kapal tanker Kuwait. Kebijakan Uni Soviet lalu diikuti oleh Amerika Serikat (AS) pada tahun 1987. AS sendiri sebenarnya sudah dimintai bantuan oleh Kuwait lebih dulu.

Ikut campurnya AS dalam Perang Irak-Iran sebenarnya disebabkan karena kapal perangnya, USS Stark, tertembak oleh pesawat tempur Irak sehingga 13 awak kapalnya meninggal. Irak meminta maaf kepada AS sambil mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan.

Ironisnya, AS justru malah menyalahkan Iran dengan alasan Iranlah yang menyebabkan peperangan semakin berkobar. AS kemudian mengirim armada lautnya untuk mengawal kapal-kapal tanker milik Kuwait yang mengibarkan bendera AS. Tujuan utama AS dalam penerjunan armada lautnya di sekitar Teluk adalah untuk mengisolasi Iran & menjaga agar kapal-kapal bebas berlayar di sana.

AS baru melancarkan serangan langsung ke Iran dengan menghancurkan kilang minyak Iran di ladang minyak Rostam setelah pasukan Iran menenggelamkan kapal tanker Kuwait berbendera AS, Sea Isle City. Setahun kemudian atau tepatnya bulan April 1988, AS kembali menyerang kilang minyak & kapal-kapal perang Iran setelah kapal perangnya, USS Samuel B. Roberts, tenggelam akibat ranjau laut Iran.

Kilang minyak Iran yang terbakar akibat serangan AS. (warshipsifr.com)

Tanggal 3 Juli 1988, kapal perang AS, USS Vincennes, menembak jatuh pesawat sipil Iran sehingga seluruh penumpang & awak pesawatnya tewas. AS berdalih kalau pasukannya salah mengira bahwa pesawat sipil tersebut adalah pesawat tempur Iran karena tidak mengidentifikasikan dirinya ke kapal perang sebagai pesawat sipil.

Namun, klaim AS tersebut dibantah oleh Iran & sumber independen lainnya seperti bandara Dubai yang menyatakan kalau pesawat tersebut sudah mengidentifikasikan dirinya ke kapal AS sebagai pesawat sipil melalui radio.



TAHUN 1988 : GENCATAN SENJATA & PASCA PERANG

Ikut terlibatnya militer AS dalam perang menyebabkan Iran tidak bisa lagi memfokuskan kekuatannya untuk memerangi Irak. Situasi tersebut lantas dimanfaatkan oleh Irak untuk menggencarkan serangannya ke wilayah Iran. Kota-kota Iran semakin sering menjadi sasaran serangan udara & artileri oleh pasukan Irak

Antara bulan April hingga bulan Agustus 1988, Irak berhasil meraih beberapa kemenangan penting atas Iran. Dalam pertempuran pada kurun waktu tersebut, Irak berhasil menguasai kembali Semenanjung Al-Faw serta Kepulauan Majnun yang kaya minyak.

Irak juga berhasil merebut sejumlah besar alutsista milik Iran. Di lain pihak, Iran yang mulai terdesak akhirnya mau menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB 598 sehingga Perang Irak-Iran yang sudah berlangsung selama 8 tahun pun berakhir pada tanggal 20 Agustus 1988.

Perang Iran-Irak membawa kerugian besar bagi kedua belah pihak, baik dari segi material & korban jiwa. Jumlah kerugian material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS. Sebagai akibatnya, pembangunan ekonomi menjadi terhambat & ekspor minyak kedua negara terganggu. Jumlah kerugian lebih besar harus ditanggung Irak yang selama perang memang aktif mencari pinjaman uang untuk menambah alutsista.

Monumen Perang Irak-Iran di Baghdad, Irak.

Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah korban tewas dalam Perang Irak-Iran. Beberapa sumber memperkirakan bahwa jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai 200.000 jiwa lebih, sementara Iran mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari taktik militer Iran yang banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan langsung dengan moncong senjata musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang meninggal kemudian akibat luka parah & penyakit, termasuk akibat penggunaan senjata kimia Irak yang berdampak jangka panjang.

Selain kerugian material & korban jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang. Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang & batas antara kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara dengan batasnya adalah titik terdalam pada perairan. Pasca perang, kedua negara juga melakukan perbaikan hubungan bilateral.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1980 - 1988
-  Lokasi : Irak, Iran, Teluk Persia

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Irak
     melawan
(Negara)  -  Iran

Hasil Akhir
-  Perang berakhir tanpa pemenang
-  Status wilayah sengketa tidak berubah

Korban Jiwa
-  Irak : + 200.000 jiwa
-  Iran : + 1.000.000 jiwa



REFERENSI

GlobalSecurity.org. "Iran-Iraq War (1980-1988)".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/iran-iraq.htm)

Dugdale-Pointon, T.D.P.. 2002. "Tanker War 1984-1988".
(historyofwar.org/articles/wars_tanker.html)

Wikipedia. "Iran-Iraq War".
(en.wikipedia.org/wiki/Iran-Iraq_War)

Wikipedia - Israeli support for Iran during the Iran-Iraq war
(en.wikipedia.org/wiki/Israeli_support_for_Iran_during_the_Iran%E2%80%93Iraq_war)
 





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



24 komentar:

  1. Sejak jaman dulu negara di Timur Tengah selalu terlibat pertikaian yang ibasnya menyeret masyarakat dunia.Tak hanya masalah materi yang jadi pemicu,idealismepun jadi alasan saling bunuh bangsa serumpun ini.
    Mungkin ini menjadi salah satu alasan mengapa Tuhan menurunkan nabi-nabi di daera yang panas ini.

    BalasHapus
  2. namanya juga negeri kaya minyak..

    BalasHapus
  3. kalo menurut kebanyakan orang sih katanya perang tersebut juga disebabkan oleh konflik sunni-syiah...

    BalasHapus
  4. *aku dah ngetik panjang lebar ilang* hiks

    fuuuhhhhh....... aku heran banget sama yg namanya AS deh, bisa ngga si die ngga usah ikut campur negara laen?
    sebelum revolusi Agama di Iran, die dukung Iran
    pas Perang Irak-Iran, die dukung Irak *blak-blakan*
    setelah itu nyerang Irak juga
    mau nya apa?? menjadikan Irak-Iran Negaranya AS gitu??
    ckckckckck......... serakah!! *esmosi*

    BalasHapus
  5. cara penyelesaiannya mana?

    BalasHapus
  6. @anonim
    Maksud anda? Penyelesaian damai dari konflik Irak & Iran? Kan udah ditulis di paragraf terakhir di bagian 2 artikel

    BalasHapus
  7. Blog yang isinya benar-benar menarik sekali! Untung sekarang sudah berakhir perang Irak-Iran. Bagaimana kalau ditulis juga tentang Perang 6 hari Arab-Israel? Terima kasih!

    BalasHapus
  8. @anonim
    Terima kasih buat tanggapannya. Mengenai usulan membahas Perang 6 Hari, saya tampung dulu ya usulannya. Kalau sempat akan saya coba bahas.

    BalasHapus
  9. Terima kasih atas infonya. Saya kira hikmahnya adalah perpecahan antara umat Islam di sana yang didukung negara lain. Semoga nasionalisme sekuler di berbagai negara cepat berakhir.

    BalasHapus
  10. thanks untuk artikel-nya, bang. Saya dukung anonim, mengenai perang 6 hari. semoga bisa direalisasikan segera tulisan mengenainya.
    Wassalamualaikum...

    BalasHapus
  11. ternyata irak belajar juga dari israel yah hahahahahahaha

    BalasHapus
  12. Iraq negara yang tidak akan pernah lepas dari yang namanya konflik,bangsa babilonia yang pernah berjaya,dari hadist Rasullulah pun memang akan perang,di mana akan mengeringnya sungai eufrat

    BalasHapus
  13. metode penyelesaiannya mana kak? kok gk ada

    BalasHapus
  14. @A wahab

    Metode penyelesaian yang apa? Kalau soal bagaimana perangnya berakhir sudah saya tulis di bagian yang tahun 1988. Tapi soal detail perundingan & proses normalisasi pasca perang, nggak saya tulis karena fokus bahasan saya adalah alur peperangannya.

    BalasHapus
  15. Saya bernama MORAIDA LUNA. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan karena putus asa, saya telah penipuan oleh beberapa lender online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Mrs Amanda yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari € 53.000 dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%. Jadi jika Anda membutuhkan pinjaman, menghubunginya via email nya: amandarichardson686@gmail.com atau amandarichardssonloanfirm@gmail.com
    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya moraidaluna@gmail.com.

    BalasHapus
  16. Turhanyut dalam ceritanya.

    BalasHapus
  17. Klo baca cerita2 gini emang seru dan asyik.. tapi bagaimana klo kita terlibat jadi apa kita tak tahu..

    BalasHapus
  18. Sedih ngeliat keadaan islam setelah kepergian sang Nabi SAW. Diawali perselisihan kaum anshar dan muhajirin pada pembaiaatan Abu Bakar. Pembunuhan khalifah usman. Sengketa Ali dan Aisyah. Perang siffin. Lahirnya golongan khawarij. ideologi Syiah dan Sunni. Dan jadi tunggangan negara setan untuk saling menghancurkan. Bagaimana mungkin pembunuh dan yang dibunuh sama sama berkata AllahuAkbar. Dan sedih ngebaca diatas pas saddam husein mengungkit perang qaddisyah. Mungkin dia lupa tujuan perang di masa itu untuk apa,bukan untuk kekuasaan tapi penyebaran hidayah. Dan akhirnya dia dan mereka saling membunuh saudara mereka sesama muslim. Mungkin mereka lupa firman Allah dan juga sabda Rasulullah. Tidak ada yang membedakan muslim arab dan non arab melainkan ketaqwaan nya disisi Allah. Sekarang semua nya telah selesai semoga lebih baik lagi hub. Bilateral nya dan dapat menyadari musuh yang sebenarnya.

    BalasHapus
  19. Semoga tidak ada lagi hal seperti ini dimasa mendatang. Amin

    BalasHapus
  20. Dampaknya irak ekonomi nya terpuruk sehingga Irak menyerang kuwait

    BalasHapus
  21. Berita perang irak iran menjadi pengisi siaran dunia TVRI selama tahun 1980 an disamping perang Lebanon

    BalasHapus
  22. Jadi ingat qasidah nasida ria (judulnya perang teluk). Ku lahir pada tahun 86

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.