Konflik Dhofar, Pemberontakan Komunis di Negara Oman



Helikopter militer Iran yang ikut terlibat dalam Konflik Dhofar. (Sumber)

Oman adalah nama dari negara Jazirah Arab yang terletak paling timur. Negara kesultanan tersebut berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah timur & selatan, Selat Hormuz di sebelah utara, serta Arab Saudi, Yaman, & Uni Emirat Arab di sebelah barat. Seperti halnya negara-negara Jazirah Arab lainnya, Oman juga dikaruniai dengan cadangan minyak yang melimpah. Namun cadangan minyak tersebut baru ditemukan pada dekade 1960-an.

Sebelum cadangan minyak di Oman ditemukan & dimanfaatkan secara luas, Oman hanyalah negara gersang yang miskin & terbelakang. Akibatnya, salah satu provinsinya yang bernama Dhofar sempat berinisiatif untuk memberontak.

Pemberontakan di Dhofar / Zufar berlangsung pada tahun 1962 hingga 1976. Dalam konflik ini, pasukan pemerintah Oman harus berjibaku dengan pasukan pemberontak Dhofar Liberation Front (DLF; Front Pembebasan Dhofar) yang dalam perkembangannya sempat beberapa kali mengalami pergantian nama & struktur organisasi.

Konflik Dhofar kerap dianggap sebagai bagian dari Perang Dingin karena jika pemerintah Oman mendapat bantuan dari negara-negara Blok Barat seperti Inggris & Kerajaan Iran, maka DLF mendapat bantuan dari negara-negara Blok Timur yang mencakup Yaman Selatan, Cina, & Uni Soviet.



LATAR BELAKANG

1. Gaya Pemerintahan Oman yang Kolot & Otoriter

Sejak tahun 1954, Oman dipimpin oleh Sultan Said bin Taimur yang berhaluan ultrakonservatif. Di bawah kepemimpinannya, Oman menjadi negara yang cenderung kolot & isolasionis. Rakyat Oman dilarang bepergian keluar negeri. Produk-produk berunsur asing seperti celana panjang, rokok, & bahkan buku-buku impor dilarang peredarannya di Oman.

Dalam hal hubungan internasional, Oman tidak tergabung dalam organisasi PBB ataupun Liga Arab. Dikombinasikan dengan minimnya fasilitas modern di Oman & rendahnya taraf hidup rakyat Oman, rasa tidak suka rakyat Oman terhadap Sultan Said pun mulai merebak.

Sultan Said bin Taimur. (Sumber)

Sentimen negatif terhadap Sultan Said utamanya paling terasa di daerah Dhofar yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan & kondisi infrastrukturnya adalah salah satu yang paling tertinggal. Jika Dhofar merupakan provinsi Oman yang letaknya paling barat, maka Muskat selaku ibukota Oman letaknya ada di sisi timur negara tersebut.

Hal tersebut lantas menimbulkan kesan di mata rakyat Dhofar kalau pemerintah pusat Oman adalah "pihak asing" yang sedang menjajah wilayah mereka. Maka, pada tahun 1962 seorang syeikh / tetua suku di Dhofar yang bernama Musselim bin Nafl kemudian berinisiatif membentuk kelompok DLF sebagai cara untuk memperjuangkan perbaikan nasib wilayah Dhofar lewat jalur kekerasan bersenjata.


2. Adanya Perebutan Pengaruh dari Luar Oman

Walaupun kebijakan-kebijakan Sultan Said cenderung bersifat anti-Barat & anti-modernisme, Sultan Said ternyata memiliki hubungan yang dekat dengan Inggris. Hubungan itu sendiri bisa terjadi karena adanya simbiosis mutualisme & perjanjian militer antara keduanya.

Inggris membutuhkan Oman sebagai sekutu regional karena wilayah utara Oman sering dilewati oleh kapal-kapal tanker penyuplai minyak bumi untuk Inggris. Sebagai gantinya, Sultan Said memanfaatkan keberadaan militer Inggris untuk membantu melindungi negaranya karena Sultan Said sengaja membatasi kekuatan militer Oman agar dirinya aman dari kudeta militer.

Hubungan dekat antara Oman dengan Inggris pada gilirannya tidak disukai oleh golongan Nasseris (golongan pengikut ideologi nasionalisme Arab yang dicetuskan oleh presiden Mesir, Gamal Nasser) karena mereka mengganggap Inggris berniat menjadikan Arab berada di bawah kendalinya.

Peta lokasi Oman & Dhofar. (Sumber)

Kubu Nasseris juga menganggap keberadaan Kesultanan Oman sebagai batu sandungan untuk mewujudkan pemerintahan republik di seantero Arab. Itulah sebabnya di tahun-tahun awal pemberontakan, milisi-milisi DLF sempat menerima pelatihan militer di Irak yang pemerintahannya sedang dikuasai oleh kubu Nasseris.

Selain ideologi / paham Nasserisme, paham lain yang juga memiliki pengaruh dalam menentukan alur konflik di Oman adalah komunisme. Karena Oman memiliki posisi strategis di Asia Barat & Samudera Hindia, negara-negara Blok Timur lantas melihat Oman sebagai sekutu potensial di masa depan jika DLF sampai berhasil memenangkan perang.

Gayung bersambut setelah pada tahun 1967, Yaman Selatan yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Dhofar merdeka sebagai negara komunis, sehingga Yaman Selatan kemudian dimanfaatkan sebagai markas garis depan untuk menampung & mempersenjatai DLF.



BERJALANNYA PERANG

Kesultanan versus Komunis

DLF sudah memulai serangannya secara sporadis sejak tahun 1962 di mana yang menjadi target adalah bangunan-bangunan milik Inggris di Dhofar. Namun sesudah itu, serangan-serangan yang dilakukan DLF sempat memasuki masa vakum karena para anggotanya bertolak ke Irak untuk menerima pelatihan militer. Tiga tahun kemudian, para anggota DLF menggelar kongres akbar perdananya di mana dalam kongres ini, DLF mendeklarasikan ambisinya untuk menggulingkan Sultan Said secara paksa.

Tahun 1968 alias setahun pasca berdirinya rezim komunis di Yaman Selatan, DLF menggelar kongres akbar keduanya. Dalam kongres tersebut, DLF mengganti namanya menjadi Popular Front for the  Liberation of the Occupied  Arabian Gulf (PFLOAG; Front Populer untuk Pembebasan Teluk Arab yang Terjajah).

Bendera DLF. (Sumber)

Posisi-posisi penting di keanggotaan DLF kini dipimpin oleh orang-orang berhaluan komunis Marxis, sementara tokoh-tokoh lama semisal Musselim bin Nafl harus tersingkir. Dengan modal aliran persenjataan & pelatihan militer dari Yaman Selatan, sepak terjang DLF / PFLOAG pun kini menjadi semakin efektif & berbahaya.

Merasa terhenyak dengan semakin hebatnya perlawanan yang ditunjukkan PFLOAG, Sultan Said kemudian mengeluarkan sejumlah kebijakan kontroversial & berbau ketakutan berlebihan. Rakyat Dhofar dilarang meninggalkan daerahnya & dilarang bergabung dengan militer Oman. Jumlah personil keamanan di kawasan padat penduduk ditambah.

Blokade di pesisir selatan Dhofar dilakukan. Bahkan dalam banyak kasus, pasukan pemerintah Oman sengaja melakukan taktik bumi hangus terhadap desa-desa di pelosok Dhofar. Akibatnya sudah jelas, sentimen kebencian rakyat Dhofar terhadap pemerintah Oman malah semakin memuncak & simpati terhadap perjuangan PFLOAG semakin meningkat.

Tahun 1969, sebagian besar wilayah Dhofar sudah berada di bawah kendali PFLOAG. Selain karena faktor kebijakan Sultan yang kontraproduktif, inferiornya kualitas militer Oman juga berkontribusi atas kedigdayaan PFLOAG di medan perang. Dari segi persenjataan misalnya, jika PFLOAG dibekali dengan senjata-senjata mutakhir seperti senapan AK-47 & peluncur roket Katyusha, maka militer Oman hanya dibekali dengan senapan peninggalan era Perang Dunia II.

Bukan hanya itu, jumlah tentara Oman yang diterjunkan di Dhofar hanya sekitar 1.000 personil & banyak dari mereka tidak dibekali dengan pengalaman militer yang memadai. Efek dari kebijakan Sultan Said sendiri yang sengaja menjaga agar militer Oman tetap lemah supaya mereka tidak berani mengkudeta dirinya.

Qabus bin Said, sultan Oman sejak bulan Juli 1970. (Sumber)

Tahun 1970, jumlah kelompok yang terlibat dalam konflik Dhofar bertambah setelah pada tahun 1970, muncul kelompok baru yang menyebut dirinya National Democratic Front for the Liberation of Oman and the Arabian Gulf (NDFLOAG; Front Demokratik Nasional untuk Pembebasan Oman & Teluk Arab) & aktivitasnya terkonsentrasi di Dhofar utara.

Sepak terjang NDFLOAG tidak berlangsung lama setelah mereka mengalami kekalahan beruntun di Nizwa & Izwi sehingga sebagian besar tokoh kuncinya berhasil ditangkap oleh militer Oman. Lepas dari kemenangan tersebut, kemunculan NDFLOAG menunjukkan kalau perubahan drastis harus dilakukan di pemerintahan & militer Oman untuk mencegah semakin berlarut-larutnya konflik.


Sultan Berganti, Peruntungan Berganti

Perubahan drastis yang dimaksud terjadi pada tanggal 23 Juli 1970 setelah putra Sultan Said yang bernama Qabus bin Said mengkudeta ayahnya sendiri & naik tahta menjadi sultan Oman yang baru. Tidak diketahui seberapa besar keterlibatan Inggris terlibat dalam kudeta tersebut.

Namun satu hal yang jelas, Inggris yang sudah gerah dengan Sultan Said langsung menyatakan dukungannya pada Sultan Qabus pasca kudeta. Kebetulan Sultan Qabus pernah mengenyam pendidikan di Akademi Militer di Senhurst, Inggris, sehingga Inggris merasa kalau Qabus bisa bersikap lebih fleksibel dibandingkan ayahnya.

Sultan Qabus sadar kalau salah satu penyebab mengapa rakyat Dhofar memberontak adalah karena mereka merasa ditelantarkan oleh pemerintah pusat Oman. Maka tidak lama sejak mulai berkuasa, Sultan Qabus langsung mengeluarkan sejumlah kebijakan penting. Fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah & rumah sakit dibangun secara besar-besaran di Dhofar.

Kebijakan pengampunan hukuman (amnesti) & hadiah uang ditawarkan kepada milisi-milisi PFLOAG yang bersedia menyerahkan diri. Pamflet-pamflet & siaran radio yang menekankan bahaya komunisme terhadap agama & budaya lokal dipopulerkan. Dan untuk meningkatkan posisi tawar Oman di luar negeri, Oman bergabung dengan organisasi PBB & Liga Arab pada tahun 1971.

Tentara Oman & Inggris. (Sumber)

Di sektor militer, stok persenjataan militer Oman diperbarui secara besar-besaran. Pasukan khusus Special Air Service (SAS) milik Inggris semakin sering dilibatkan langsung dalam operasi militer. Milisi-milisi PFLOAG yang membelot dikumpulkan dalam kelompok bersenjata baru bernama "firqat" di mana mereka dilatih & dipersenjatai oleh pemerintah Oman serta Inggris.

Keputusan jitu karena sebagai penduduk asli Dhofar merangkap bekas anggota PFLOAG, mereka secara otomatis memiliki pemahaman lebih akan medan konflik & kelompok yang dihadapinya. Perlahan tapi pasti, wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh PFLOAG berhasil direbut kembali oleh pihak Oman.

Tahun 1973, atas permintaan dari Sultan Qabus, pemerintah Iran mengirimkan ribuan tentaranya untuk membantu pasukan Oman & Inggris. Semakin bertambahnya kekuatan di pihak lawan yang dikombinasikan dengan semakin banyaknya anggota PFLOAG yang membelot membuat kelompok tersebut kembali menggelar kongres akbar pada tahun 1974.

Dalam kongres tersebut, PFLOAG mengganti namanya menjadi Popular Front for the Liberation of Oman (PFLO; Front Populer untuk Pembebasan Oman) dengan tujuan memfokuskan perjuangan bersenjata mereka di Oman alih-alih di negara-negara sekitar Teluk Arab.

Hasil kongres tersebut ibarat menjadi senjata makan tuan karena karena penggantian nama & kebijakan yang mereka deklarasikan langsung diikuti dengan desersi massal anggota-anggota PFLO yang berasal dari luar Oman. Semakin melemahnya kekuatan PFLO tidak disia-siakan oleh pasukan Oman & sekutunya yang berhasil membukukan sejumlah kemenangan penting atas pasukan PFLO.

Merasa semakin terdesak, sisa-sisa milisi PFLO kemudian menyerahkan diri atau melarikan diri ke wilayah Yaman Selatan. Tahun 1976, Konflik Dhofar secara resmi dinyatakan berakhir oleh pemerintah Oman dengan kekalahan pasukan pemberontak, sekaligus mengubur dalam-dalam rencana PFLO untuk mendirikan negara komunis di tanah Oman.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1962 - 1976
- Lokasi : Oman

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Oman, Inggris, Iran
      melawan
(Grup)  - DLF / PFLOAG / PFLO, NDFLOAG

Hasil Akhir
Kemenangan pihak Oman

Korban Jiwa
Tidak jelas



REFERENSI

GlobalSecurity.org - The Insurgency In Oman, 1962-1976
OnWar.com - Dhofar Rebellion in Oman 1964-1975
Wikipedia - Dhofar Rebellion
 - . 2008. "Arab League". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.
Crytsal, J. A.. 2008. "Oman". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.







COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



3 komentar:

  1. artikel nya menarik,klo ada waktu coba dikupas juga konflik perbatasan antara armenia dan azerbaizan di nagorno karabakh.
    trims.,,🙂

    BalasHapus
  2. kerreeen tulisanya gan, thanks for sharing

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.