Kekaisaran Mali, Negeri Afrika Barat yang Bergelimang Emas



Universitas Sankore, bangunan peninggalan Kekaisaran Mali yang masih berdiri hingga sekarang. (travelplanet.in)

Jika disuruh menyebutkan kerajaan-kerajaan adidaya yang pernah berdiri di Abad Pertengahan, maka nama-nama yang bakal disebut biasanya tidak akan jauh-jauh dari negara-negara yang berlokasi di Asia atau Eropa seperti Mongol, Byzantium, Seljuk, hingga Kekaisaran Romawi Suci.

Nyaris tidak ada yang berpikir kalau di Afrika juga terdapat negara dengan kekuatan setara karena adanya pola pikir di kalangan awam kalau masyarakat Afrika masih primitif & terbelakang. Faktanya, di benua inilah terdapat Kekaisaran Mali, salah satu negara terbesar & terkaya di Afrika pada Abad Pertengahan.

Kekaisaran Mali / Nyeni adalah nama dari negara monarki yang pernah berdiri di Afrika Barat pada abad ke-13 hingga ke-17. Sebagai akibat dari lokasinya yang berada di sebelah selatan Gurun Sahara, Mali pun memiliki iklim yang gersang. Namun hal tersebut tidak menjadi halangan bagi Mali untuk menjadi salah satu negara terkaya pada masanya berkat lokasinya yang strategis dalam jalur dagang Afrika & banyaknya timbunan emas di wilayahnya.

Ketika Mali sedang kuat-kuatnya, wilayah Mali membentang mulai dari pesisir barat Afrika hingga wilayah modern Niger. Walaupun sekarang Mali sudah runtuh, bangunan-bangunan peninggalannya yang megah seperti masjid & perpustakaan Timbuktu masih bisa dijumpai hingga sekarang.

Ada 3 sumber utama yang digunakan para ahli untuk memetakan sejarah Kekaisaran Mali. Sumber pertama adalah peninggalan-peninggalan arkeologis yang ada di bekas wilayah Mali seperti bangunan & manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Timbuktu. Sumber kedua berasal dari lagu-lagu bertema Kekaisaran Mali yang dinyanyikan para griot secara turun temurun.

Sedikit info, griot adalah sebutan untuk penyanyi merangkap pujangga yang lagu-lagunya bercerita tentang tokoh serta peristiwa di masa silam (di Eropa, profesi serupa dikenal dengan istilah "bard"). Sumber terakhir berasal dari literatur-literatur buatan orang Arab yang pernah menjalin kontak dengan Kekaisaran Mali, misalnya catatan perjalanan Ibnu Battuta ketika berkunjung ke wilayah Mali di abad ke-14.



SEJARAH

Sebelum abad ke-13, negara terkuat di Afrika Barat adalah Kekaisaran Ghana. Namun sebagai akibat dari timbulnya konflik antara Ghana dengan Dinasti Almoravid di wilayah modern Maroko, jalur dagang yang menghubungkan wilayah Ghana dengan Laut Mediterania pun terganggu, sehingga Ghana secara berangsur-angsur melemah & wilayah-wilayahnya melepaskan diri 1 demi 1.

Salah satu dari kerajaan yang melepaskan diri tersebut adalah Kerajaan Kadanga yang berlokasi di wilayah modern Mali bagian barat daya & keanggotaannya didominasi etnis Mande / Mandingo. Namun riwayat Kadanga sebagai negara merdeka tidak berlangsung lama setelah pada abad ke-13, Kerajaan Kaniaga yang masyarakat penguasanya didominasi oleh etnis Soso & dipimpin oleh Sumanguru menaklukkan Kadanga.

Peta lokasi Kekaisaran Ghana (Ghana Empire).

Pasukan Kaniaga membantai seluruh keluarga Kerajaan Kadanga, namun membiarkan seorang bocah laki-laki yang bernama Sundjata / Sundiata Keita untuk tetap hidup karena Sundjata terlihat seperti anak kecil yang sakit-sakitan. Namun siapa yang menyangka, anak kecil itulah yang kelak bakal membangkitkan kembali kerajaannya untuk kemudian tumbuh menjadi raksasa baru di Afrika Barat.

Setelah Sundjata tumbuh besar, ia bersama penguasa-penguasa daerah sekutunya melakukan pemberontakan. Hasilnya, pasca timbulnya pertempuran di Kirina (sekarang berlokasi di bagian tengah wilayah modern Mali) pada tahun 1235 dengan kemenangan pasukan Sundjata, wilayah-wilayah kekuasaan Kaniaga kini berada di bawah kendali Kadanga. Lima tahun berselang, giliran kota Kumbi - ibukota Kekaisaran Ghana di masa silam - yang berhasil ditaklukkan oleh pasukan Kadanga.

Sesudah itu, Sundjata memindahkan pusat pemerintahannya ke kota Niani (sekarang terletak di wilayah modern Guinea). Karena Niani juga dikenal dengan nama lain Mali, terpilihnya Niani sebagai ibukota baru kerajaan pimpinan Sundjata lantas menjadi awal mula munculnya negara monarki yang bernama Mali di Benua Afrika.

Pasca penaklukkan Kumbi, Sundjata sebenarnya tidak tertarik lagi melakukan perluasan wilayah & lebih memilih fokus memperkuat kontrolnya atas wilayah-wilayah bawahannya. Namun para panglima militer bawahannya ternyata memiliki pikiran lain & melakukan kampanye militer di wilayah kekuasaan mereka masing-masing secara mandiri. Hasilnya, Mali pun tetap mengalami perluasan wilayah.

Semasa Sundjata masih hidup, wilayah Mali mencapai muara Sungai Senegal & Samudera Atlantik di sebelah barat, bagian pertengahan Sungai Niger di sebelah timur, sebagian Gurun Sahara di sebelah utara, serta tambang emas Wangara di sebelah selatan. Sundjata sendiri akhirnya meninggal pada tahun 1255 & kursi tahtanya kemudian ditempati oleh anaknya yang bernama Yerelinkon / Uli Keita.

Mansa Musa. (answersafrica.com)

Sejak tahun 1312 hingga tahun 1330-an, Mali dipimpin oleh Mansa Musa ("mansa" adalah sebutan lain untuk "kaisar"). Di era Musa / Moussa inilah, Mali berada pada puncak kejayaannya. Timbuktu menjadi kota dagang yang ramai & banyak dikunjungi oleh para pelajar yang ingin mendalami ilmu agama di Universitas Sankore. Jarak antara perbatasan utara & selatannya memerlukan waktu hingga 4 bulan untuk dilintasi.

Musa juga sempat menyita perhatian orang-orang di luar Mali ketika ia melakukan perjalanan haji ke Mekkah pada tahun 1324. Sambil menunggangi kuda, Musa ditemani oleh 60.000 orang, 500 budak pembawa tongkat emas, & 80 kereta unta yang mengangkut ribuan kilogram emas, di mana emas-emas tersebut ia bagikan secara cuma-cuma kepada penduduk yang kebetulan sedang berada di rute perjalanannya.

Pasca wafatnya Musa, Mali mulai dilanda konflik internal perebutan tahta yang kemudian berdampak pada melemahnya kekuasaan Mali atas daerah-daerah bawahannya. Pada pertengahan abad ke-15, kerajaan bawahan Mali yang bernama Songhai memulai pemberontakan di kota Gao & sukses melepaskan diri dari hegemoni Mali.

Sesudah itu, Songhai terus melakukan perluasan wilayah dengan menaklukkan kota-kota penting di Mali timur seperti Timbuktu, Jenne, & Taghaza. Sementara di sebelah barat, orang-orang etnis Wolof di wilayah modern Senegal juga turut memberontak.

Pukulan telak untuk Mali akhirnya tiba pada tahun 1599 ketika pasukan Mali terlibat pertempuran melawan pasukan Maroko di Jenne / Djenne. Karena pasukan Maroko sudah diperkuat oleh meriam serta senapan & tidak semua provinsi Mali bersedia mengirimkan prajuritnya, Pertempuran Jenne pun berakhir dengan kekalahan telak pasukan Mali. Sisa-sisa wilayah Mali selanjutnya terpecah menjadi 3 kerajaan kecil yang kerap berkonflik 1 sama lain.


Peta lokasi Djenne.


ASPEK-ASPEK DALAM KEKAISARAN MALI

Sistem Pemerintahan & Militer

Mali adalah negara kekaisaran di mana seseorang dengan gelar "mansa" menjadi pemimpin tertingginya. Tidak seperti monarki pada umumnya, mereka yang tidak memiliki hubungan darah dengan Sundjata Keita - pemimpin pertama Mali - juga bisa menjadi mansa selama orang yang bersangkutan memiliki pengaruh kuat di lingkungan pemerintahan & militer Mali.

Sebagai contoh, pada tahun 1274 Mali dipimpin oleh Khalifa Keita, anak angkat Sundjata merangkap anak biologis salah satu panglima militer bawahan Sundjata. Sementara di tahun 1285, yang menjadi mansa Mali adalah Sakura, budak yang dibebaskan oleh Sundjata & kemudian diangkat menjadi jenderal.

Semua mansa Mali menganut agama Islam, namun mereka bersikap cukup toleran terhadap orang-orang non-Muslim sehingga masyarakat Mali pun memiliki komposisi agama & budaya yang beragam.

Seiring dengan semakin luasnya wilayah Mali, sistem pemerintahan daerah Mali pun juga dituntut untuk turut berevolusi. Awalnya apa yang disebut Mali hanyalah 3 kerajaan kecil bentukan etnis Mande beserta belasan daerah bawahannya. Namun di era Mansa Musa, struktur administrasi Mali bertransformasi menjadi 13 provinsi.

Provinsi-provinsi tersebut aslinya adalah kerajaan bawahan Mali yang diperbolehkan memerintah secara mandiri selama kerajaan terkait menyetor upeti secara konsisten & turut mengirimkan pasukannya jika diminta oleh pemerintah pusat Mali.

Untuk menjaga agar kebijakan masing-masing pemimpin daerah tidak bertabrakan dengan kepentingan pemerintah pusat Mali, masing-masing provinsi diawasi oleh petinggi militer yang bernama "farimba" & memiliki koneksi langsung dengan mansa.

Pasukan kavaleri Mali. (JW Buel)

Di masa jayanya, Mali merupakan negara dengan militer terkuat di Afrika Barat. Seperti halnya pasukan di kerajaan-kerajaan Eropa & Asia, pasukan Mali juga terdiri dari pasukan berkuda (kavaleri) & pasukan yang berjalan kaki. Karena kuda beserta perlengkapan pendukungnya (misalnya baju zirah impor) membutuhkan biaya perawatan yang tidak murah, hanya orang-orang dari golongan bangsawan yang bisa memiliki kuda & menjadi anggota kavaleri.

Prajurit yang tidak menggunakan kuda di lain pihak berasal dari golongan rakyat biasa. Budak awalnya hanya diberdayakan untuk menjadi kuli angkut. Namun seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Mali & semakin banyaknya jumlah prajurit yang dibutuhkan, budak pun mulai direkrut untuk ikut menjadi prajurit.

Panah & tombak merupakan senjata yang paling banyak digunakan oleh prajurit Mali yang tidak menunggang kuda, sementara prajurit kavalerinya lebih sering menggunakan pedang & tombak sebagai senjata utamanya.

Mali mengandalkan sumbangan prajurit dari daerah-daerah bawahannya untuk keperluan perang di mana pasukan dari masing-masing provinsi diharuskan memiliki stok persenjataannya sendiri-sendiri. Itulah sebabnya pasukan Mali memiliki komposisi persenjataan yang bervariasi & sangat ditentukan oleh daerah asal sang prajurit.

Sebagai contoh, pasukan yang berasal dari Mali utara perlengkapan utamanya terdiri dari tombak & tameng berlapis kulit hewan. Sementara mereka yang berasal dari Mali tengah persenjataannya didominasi oleh panah & belati. Hingga keruntuhannya di akhir abad ke-16, pasukan Mali tidak pernah menggunakan persenjataan berbasis mesiu seperti meriam atau senapan.


Peta wilayah Kekaisaran Mali di tahun 1350. (Roke~commonswiki / wikipedia.org)


Ekonomi

Mali mengandalkan sektor pertambangan & perdagangan sebagai sumber pendapatan utamanya. Ada 3 barang tambang utama yang ada di wilayah Mali, yaitu emas, tembaga, & garam. Tambang emas banyak terdapat di wilayah selatan Mali di mana semua emas yang ditambang di sana akan menjadi milik mansa, lalu kemudian dilepas kembali ke publik dalam bentuk serbuk. Serbuk emas inilah yang kemudian digunakan sebagai alat pembayaran di seantero wilayah Mali.

Tingginya jumlah emas yang beredar di Mali lantas menjadi salah satu penyebab mengapa banyak pedagang asing yang bersedia melakukan perjalanan jauh melewati Gurun Sahara hanya supaya bisa sampai ke Mali. Sementara untuk tembaga, daerah penghasil utamanya terletak di Takedda (sekarang termasuk wilayah modern Niger).

Tambang-tambang garam Mali aslinya adalah danau purba yang airnya sudah mengering & sisa-sisa endapan garamnya terkubur oleh lapisan tanah serta pasir di atasnya. Garam memiliki nilai yang sangat tinggi di Mali karena garam dibutuhkan untuk mengawetkan & menyedapkan makanan, sementara tambang-tambang garam Mali lokasinya ada di tengah-tengah Gurun Sahara yang notabene jauh dari kawasan padat penduduk di sebelah selatan.

Salah satu tambang garam tersebut berlokasi di Taghaza (sekarang berada di Mali utara). Di lokasi-lokasi yang memiliki tambang garam & tembaga, masing-masing barang tambang tadi kerap digunakan sebagai alat barter pengganti serbuk emas.

Berkat lokasinya yang strategis di antara Afrika Utara & wilayah subur Afrika Barat, Mali pun menjadi lokasi yang banyak disinggahi para pedagang dengan Timbuktu & Gao sebagai kota-kota terpentingnya.

Mereka yang berasal dari Afrika Utara (beserta Eropa & Asia Barat) membawa komoditas-komoditas seperti sutra, perhiasan, rempah-rempah, & baju zirah. Sementara mereka yang berasal dari kawasan subur Afrika Barat menjadikan gading gajah, bulu burung unta, & kacang kola sebagai komoditas dagang utamanya.

Budak yang berasal dari masing-masing daerah juga banyak diperdagangkan. Karena jalur dagang dari & menuju Mali harus melalui Gurun Sahara yang luas, unta menjadi hewan yang sangat penting bagi para pedagang yang melintasi jalur ini. Para pedagang tersebut juga kerap ditemani oleh penduduk lokal yang paham akan lokasi-lokasi oasis setempat.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



BIODATA NEGARA

Nama resmi : Nyeni; Niani
Tahun aktif : 1235 - 1599
Ibukota : Niani
Bentuk pemerintahan : monarki
Luas wilayah : 1.294.994 km persegi (tahun 1312)
Mata uang : serbuk emas
Bahasa nasional : bervariasi (Mande adalah bahasa yang digunakan pemerintah pusat Mali)



REFERENSI

 - . 2008."Mali". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

 - . 2008."Sundjata". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Annenberg Learner. "The rise and fall of Mali and Songhai".
(www.learner.org/interactives/collapse/mali.html)

B Gascoigne, dkk.. "History of Sub-Saharan Africa".
(www.historyworld.net/wrldhis/PlainTextHistories.asp?historyid=ab65)

Graft-Johnson, J. C.. 2008. "Musa". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Tesfu, J.. "Mali Empire (ca. 1200- )".
(www.blackpast.org/gah/mali-empire-ca-1200)

The Metropolitan Museum of Art. 2001. "Western and Central Sudan, 1000–1400 A.D.".
(www.metmuseum.org/toah/ht/07/afu.html)

Wikipedia. "Battle of Jenne".
(en.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Jenne)

Wikipedia. "Mali Empire".
(en.wikipedia.org/wiki/Mali_Empire)

Wikipedia. "Military history of the Mali Empire".
(en.wikipedia.org/wiki/Military_history_of_the_Mali_Empire)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



2 komentar:

  1. Wah ternyata ada (dan sudah diulas) tentang kekaisaran mali. Bagus artikelnya, menambah wawasan.

    BalasHapus
  2. yang menulis blog ini siapa ya? artikel nya bagus tapi sulit untuk jadi sumber referensi krn gk tau siapa penulisnya

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.