Lintah Obat, Makhluk Haus Darah yang Bermanfaat



Lintah obat yang sedang menghisap darah. (Pavla Tochorova / insider.si.edu)

Lintah. Itulah hewan yang pastinya tidak asing bagi anda semua. Hewan yang bentuknya mirip cacing ini begitu terkenal karena kebiasaannya menempel pada kulit manusia untuk menghisap darahnya. Akibat kebiasaannya itulah, lintah pun kerap dianggap sebagai hewan yang berbahaya & sebaiknya dihindari.

Namun ternyata tidak semua lintah dianggap sebagai gangguan bagi manusia. Justru ada spesies lintah yang sengaja dicari-cari oleh manusia selama ribuan tahun karena dianggap berguna. Lintah obat (medicinal leech; Hirudo medicinalis) adalah spesies lintah yang dimaksud di sini. Dari segi penampilan, lintah ini pada dasarnya tidak berbeda dari spesies-spesies lintah pada umumnya.

Tubuh lintah ini berbentuk panjang & agak pipih. Kulitnya berwarna gelap dengan ruas-ruas berjumlah kurang lebih 34 buah. Perutnya berwarna pucat dengan totol-totol berwarna gelap. Lintah ini juga memiliki garis-garis memanjang berwarna cokelat & kemerahan di bagian punggungnya. Jika kulitnya disentuh, kulitnya terasa lunak sekaligus berlendir.

Lintah obat adalah hewan amfibi yang berarti hewan ini bisa hidup di darat sekaligus di dalam air tawar. Supaya lintah bisa bernapas dengan lancar & tidak mati akibat dehidrasi, kulit lintah harus senantiasa berada dalam kondisi lembab. Itulah sebabnya lintah menjadikan kawasan perairan semisal sungai & kolam yang penuh dengan lumpur sebagai habitatnya.

Lintah obat sendiri dapat ditemukan mulai dari Eropa Barat hingga Pegunungan Ural & pesisir timur Laut Mediterania. Karena habitat lintah ini terkonsentrasi di Eropa, hewan ini juga dikenal dengan nama "lintah obat Eropa" (European medicinal leech).

Lintah obat tidak memiliki kaki, namun memiliki penghisap di bagian kepala & ekornya. Untuk bergerak, lintah akan menancapkan penghisap belakangnya ke permukaan datar, kemudian mengulurkan tubuhnya ke arah depan sambil menancapkan penghisap depannya. Sesudah itu, lintah akan mengangkat penghisap belakangnya sambil mengerutkan badannya.

Berkat keberadaan 2 penghisap ini juga, lintah bisa berpegangan pada kulit korbannya tanpa terjatuh saat sedang menghisap darahnya. Lintah juga bisa berenang di dalam air dengan cara meliuk-liukkan tubuhnya.

Lintah yang sedang menempel pada dinding kaca. (kqed.org)

Mungkin tidak banyak yang tahu, tapi ternyata lintah juga memiliki mata. Khusus untuk lintah obat, mereka memiliki mata yang berjumlah 5 pasang. Dengan mata inilah, lintah bisa mengetahui perubahan cahaya di sekitarnya. Lintah diketahui sangat sensitif terhadap cahaya, terutama ketika sedang lapar.

Ketika seekor lintah secara tiba-tiba terpapar oleh bayangan, lintah akan langsung bergerak ke arah bayangan karena menganggap kalau bayangan tersebut sebagai pertanda kalau korbannya sedang melintas. Lintah yang sedang berada di air juga bisa mendeteksi keberadaan korbannya dengan cara merasakan getaran di air.



PENUMPANG TAK DIUNDANG

Lintah obat adalah hewan pemakan darah yang hidup dari menghisap darah mamalia besar, termasuk manusia. Begitu lintah sudah menempel pada korbannya, lintah akan langsung menggigit kulit korbannya sudah korbannya berdarah. Supaya keberadaannya tidak diketahui, lintah menggigit sambil menyuntikkan air liur khusus sehingga korbannya tidak merasakan sakit ketika terluka.

Di saat yang bersamaan, lintah juga menyuntikkan zat antikoagulan yang bernama hirudin supaya darah korbannya tidak mengalami pembekuan (koagulasi). Itulah sebabnya jika seseorang mencabut lintah dari kulitnya secara paksa, darahnya akan terus mengucur hingga beberapa lama. Waktu yang diperlukan oleh lintah untuk menghisap darah sendiri bervariasi. Dalam kondisi amat lapar, seekor lintah obat diketahui bisa menempel hingga 83 menit.

Namun dalam kebanyakan kasus, lintah obat hanya menghabiskan waktu antara 20 hingga 40 menit untuk menghisap darah korbannya. Seekor lintah obat bisa menghisap darah hingga sebanyak 15 ml sekali makan. Begitu sudah selesai menghisap darah, ukuran seekor lintah bisa membesar hingga 11 kali lipat dari ukuran awalnya.

Lintah yang sudah selesai menghisap darah korbannya bisa hidup tanpa makan selama 6 bulan. Lintah yang berada dalam kondisi amat kenyang cenderung menjadi kurang peka & bahkan tidak akan menunjukkan reaksi apa-apa ketika bagian tubuhnya ada yang dilukai hingga putus.

Supaya darah yang dikandungnya tidak membusuk dalam jangka waktu selama itu, lintah memiliki bakteri khusus dalam tubuhnya. Kalaupun makanan sedang sulit didapat, lintah tetap bisa bertahan hidup dengan cara mencerna jaringan tubuhnya sendiri.

Lintah adalah hewan hermafrodit alias berkelamin ganda. Masing-masing lintah memiliki sepasang ovari (organ kelamin betina) serta beberapa pasang testis (organ kelamin jantan). Musim kawin lintah obat biasanya terjadi pada bulan Juni hingga Agustus.

Perkawinan antar lintah obat mengambil tempat di darat. Saat perkawinan terjadi, 2 ekor lintah akan saling menempelkan perutnya & mengeluarkan lendir. Lewat lendir itulah, salah satu lintah mengeluarkan sperma yang kemudian diserap oleh lintah satunya untuk membuahi telurnya sendiri.

Ilustrasi siklus reproduksi lintah.

Lintah yang sudah melakukan perkawinan akan mengeluarkan telurnya pada semacam kantong telur (kokon) yang diletakkan tidak jauh dari perairan. Sesudah kurang lebih 2 minggu, telur-telur tersebut kemudian akan menetas.

Seperti halnya lintah dewasa, anak lintah juga hidup dari menghisap darah. Namun karena ukuran & kekuatannya masih belum sebesar lintah dewasa, anak lintah biasanya hanya akan menghisap darah hewan-hewan yang lebih kecil semisal katak. Seekor lintah obat bisa tumbuh hingga sepanjang 8 cm & hidup hingga usia 8 tahun.



PRIMADONA DI MASA SILAM

Lintah obat memiliki nama demikian karena lintah ini memang sudah lama digunakan untuk keperluan pengobatan oleh manusia. Di Mesir Kuno, lintah diketahui sudah digunakan untuk keperluan pengobatan pada abad ke-13 SM meskipun tidak diketahui apakah lintah yang digunakan memang berasal dari spesies H. medicinalis. Kalau di Eropa pada masa Romawi Kuno, Pliny yang Tua (23 - 79) dalam tulisannya menyarankan lintah sebagai terapi untuk mengobati gangguan pada pembuluh darah.

Penggunaan lintah untuk keperluan pengobatan di Eropa masih terus berlanjut hingga Abad Pertengahan. Masih maraknya penggunaan lintah tidak lepas dari konsep "4 cairan" (four humors) yang dianut secara luas oleh masyarakat Eropa pada masa itu.

Menurut konsep yang bermula dari masa Yunani Kuno tersebut, tubuh manusia terdiri dari 4 macam cairan : darah, lendir, air empedu kuning, & air empedu hitam. Jika keempat cairan tersebut berada dalam kondisi tidak seimbang, maka manusia akan jatuh sakit & harus disembuhkan kembali dengan cara menyeimbangkan kembali komposisi cairannya.

Mengeluarkan darah secara sengaja (bloodletting) adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kesimbangan yang dimaksud. Karena air liur lintah mengandung zat yang bisa mencegah pembekuan darah, lintah pun digunakan oleh kalangan dokter pada masa itu untuk mengeluarkan sebagian darah pasien.

Saking populernya teknik pengobatan memakai lintah, jumlah lintah yang digunakkan di Eropa pada dekade 1830 hingga 1840-an dilaporkan mencapai lebih dari 60 juta ekor. Namun sejak paruh akhir abad ke-19, praktik pengobatan memakai lintah beramai-ramai ditinggalkan karena adanya kekhawatiran jika lintah turut membawa kuman penyakit.

Lintah obat yang sedang berada di atas tangan manusia. (Sergei L. Loiko / latimes.com)

Sejak tahun 1970-an, lintah mulai digunakan kembali di bidang medis. Khususnya pada operasi plastik & operasi pemasangan kembali anggota badan (misalnya jari tangan) karena air liur lintah terbukti efektif dalam membantu melancarkan kembali aliran darah pada bagian tubuh yang mengalami penyumbatan aliran darah.

Dalam kasus tertentu, lintah juga bisa digunakan untuk menyembuhkan gangguan saraf pada anggota tubuh. Manfaat lintah obat di bidang medis diperkirakan masih akan terus bertambah di masa depan karena selain mengandung zat anti pembekuan darah, air liur lintah juga mengandung zat antiobitk & penghilang rasa sakit.

Di alam liar sendiri, nasib lintah obat ternyata tidak begitu menggembirakan. Badan pelestarian IUCN menggolongkan lntah obat sebagai hewan yang memiliki resiko terancam punah (near threatened) karena hewan ini sudah tidak lagi ditemukan di sejumlah habitat lamanya.

Banyaknya lintah yang diambil dari habitat liar pada Abad Pertengahan diperkirakan menjadi salah satu penyebab utamanya. Kalau di masa sekarang, populasi lintah obat juga terancam oleh pencemaran lingkungan, pembangunan, & menurunnya populasi katak yang notabene amat diperlukan oleh anak lintah sebagai sumber makanannya.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



KLASIFIKASI

Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Clitellata
Ordo : Hirudinida
Famili : Hirudinidae
Genus : Hirudo
Spesies : Hirudo medicinalis



REFERENSI

ARKive. "Medicinal leech (Hirudo medicinalis)".
(www.arkive.org/medicinal-leech/hirudo-medicinalis/)

Galloway, H.. 2010. "Freshwater Leech".
(mlbs.virginia.edu/organism/freshwaterleech)

Leeches Medicinalis - Ricarimpex. "Applications in reparative surgery and traumatology".
(leeches-medicinalis.com/medical-applications/applications-in-reparative-surgery-and-traumatology/)

Leeches Medicinalis - Ricarimpex. "History".
(leeches-medicinalis.com/the-leeches/history/)

Osborn, D.K.. "The Four Humors".
(www.greekmedicine.net/b_p/Four_Humors.html)

Silverstein, K.. 2002. "Hirudo medicinalis".
(animaldiversity.org/accounts/Hirudo_medicinalis/)

Ward's Science. 2008. "Medicinal Leech".
(www.sargentwelch.com/www.sargentwelch.com/images/Medicinal_Leeches.pdf)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.