Sejarah Perang Sipil Kamboja Sesudah Invasi Vietnam



Monumen Persahabatan Kamboja-Vietnam di Phnom Penh, Kamboja.

Kamboja adalah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Thailand di sebelah barat, Laos di sebelah utara, Vietnam di sebelah timur, & Teluk Thailand di sebelah selatan. Karena lokasinya yang diapit oleh beberapa negara sekaligus, Kamboja pun rentan menjadi arena konflik & perebutan pengaruh. Perang sipil Kamboja yang terjadi pada tahun 1979 hingga 1997 adalah contoh dari konflik tersebut.

Perang sipil Kamboja terjadi tidak lama setelah pasukan Vietnam menginvasi Kampuchea (nama Kamboja saat itu) & meruntuhkan rezim Khmer Merah yang sedang menguasai Kampuchea. Pasca invasi, Vietnam kemudian mendirikan rezim boneka di Kampuchea. Tidak ingin melihat Kampuchea berada di bawah kendali bangsa asing, Khmer Merah yang dibantu oleh kelompok-kelompok bersenjata lainnya kemudian melakukan perlawanan.

Perang sipil Kamboja juga dikenang berkat peran aktif Indonesia dalam menengahi pihak-pihak yang berkonflik. Pada tahun 1988 & 1989 contohnya, ibukota Indonesia menjadi tempat diselenggarakannya perundingan damai. Kemudian pada tahun 1992, Indonesia mengirimkan ribuan tentaranya ke Kamboja sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB.



LATAR BELAKANG

Kamboja awalnya berstatus sebagai daerah jajahan Perancis dengan nama "Indocina Perancis". Selain Kamboja, wilayah Indocina Perancis juga mencakup Laos & Vietnam. Namun menyusul timbulnya Perang Indocina Pertama antara pasukan Perancis melawan kelompok-kelompok pejuang kemerdekaan setempat, pada tahun 1954 Perancis terpaksa memberikan kemerdekaan kepada wilayah-wilayah penyusun Indocina Perancis.

Kamboja merdeka sebagai kerajaan konstitusional dengan Norodom Sihanouk sebagai rajanya. Saat Sihanouk bertahta, konflik ideologi antara Blok Barat dengan Blok Timur tengah panas-panasnya berlangsung. Situasi tersebut juga berdampak pada kondisi geopolitik Asia Tenggara. Di sebelah timur Kamboja misalnya, negara Vietnam terbelah menjadi Vietnam Utara (komunis) & Vietnam Selatan (non-komunis).

Peta Indocina di tahun 1955. (Oo Cheng Keat / researchgate.net)

Saat Perang Vietnam meletus & turut melibatkan negara-negara di luar Vietnam, Kamboja di bawah kepemimpinan Sihanouk memposisikan dirinya sebagai negara netral. Namun pada tahun 1970 saat Sihanouk sedang melakukan kunjungan ke Uni Soviet, golongan nasionalis Kamboja yang dipimpin oleh Jenderal Lon Nol melakukan kudeta.

Pasca kudeta, Kamboja yang awalnya bersikap netral & pasif mencondongkan dirinya ke arah Blok Barat. Akibatnya, Kamboja kini harus terlibat konflik melawan Vietnam Utara & milisi-milisi komunis yang didukungnya, khususnya Khmer Merah. Tahun 1975, Khmer Merah akhirnya berhasil menaklukkan Phnom Penh, ibukota Kamboja. Di luar Kamboja, pasukan Vietnam Utara juga berhasil menaklukkan Vietnam Selatan & menyatukan kedua negara.

Khmer Merah kemudian mengubah Kamboja menjadi negara komunis dengan nama "Kampuchea Demokratik". Selama Khmer Merah menguasai Kamboja, jutaan penduduk Kampuchea meninggal akibat dihukum mati & dipaksa bekerja hingga mati kelelahan. Di luar negeri, walaupun Kampuchea & Vietnam sama-sama mengusung ideologi komunis, keduanya memiliki hubungan yang kurang baik akibat masalah sengketa wilayah & rasa saling curiga satu sama lain.

Tahun 1978, pasukan Vietnam menginvasi Kampuchea & berhasil menumbangkan rezim Khmer Merah di tahun berikutnya. Sebuah pemerintahan baru yang tunduk kepada Vietnam kemudian didirikan dengan nama "Republik Rakyat Kampuchea" (RRK). Vietnam juga menempatkan 200.000 tentaranya di Kampuchea untuk membantu menjaga keamanan Kampuchea. Pasukan resmi RRK di lain pihak hanya beranggotakan 30.000 personil.

Invasi Vietnam ke Kampuchea diikuti dengan mengungsinya setengah juta warga Kampuchea ke perbatasan Thailand di sebelah barat. Sekitar 1/5 di antara mereka diketahui memiliki kaitan dengan Khmer Merah. Di pihak yang berseberangan, sebanyak 700.000 warga Vietnam beramai-ramai pindah ke Kampuchea & mengambil alih lahan-lahan paling strategis yang berada di sana.

Situasi tersebut lantas berdampak pada memburuknya pandangan rakyat Kampuchea terhadap Vietnam. Jika awalnya mereka memandang Vietnam sebagai pahlawan yang sudah membebaskan mereka dari kebengisan Khmer Merah, mereka kini memandang Vietnam tidak lebih sebagai penjajah baru. Dampaknya, bibit-bibit pemberontakan menentang pendudukan Vietnam pun timbul di Kampuchea.


Tank Vietnam saat memasuki wilayah Kampuchea. (soha.vn)


LAHIRNYA KELOMPOK ANTI-VIETNAM

Karena Khmer Merah tidak bisa lagi memerintah Kampuchea akibat digusur paksa oleh Vietnam, sudah bisa ditebak kalau sisa-sisa anggota Khmer Merah lantas menjadi kelompok pertama yang melakukan perlawanan bersenjata. Bulan Maret 1979, muncul lagi pemberontak anti-Vietnam di Kampuchea dengan nama Khmer People's National Liberation Armed Forces (KPNLAF; Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Rakyat Khmer).

Keanggotaan KPNLAF diisi oleh para pengungsi Kampuchea yang kini tinggal di dekat perbatasan Thailand. Tidak seperti Khmer Merah yang berhaluan komunis, KPNLAF tidak mengusung aliran komunis karena kelompok ini didirikan oleh Son Sann, mantan menteri Kampuchea di era Sihanouk. Tujuan pembentukan KPNLAF adalah untuk menampung milisi-milisi Kampuchea yang menentang pendudukan Vietnam, namun enggan bergabung dengan Khmer Merah.

Bulan Maret 1981, Sihanouk mendirikan kelompok FUNCINPEC dengan ANC sebagai nama sayap militernya. Setahun kemudian atau tepatnya pada bulan Juni 1982, Khmer Merah, KPNLF, & FUNCINPEC mengumumkan berdirinya Pemerintahan Koalisi Kampuchea Demokratik (PKKD) sebagai badan pemerintahan tandingan dari RRK.

PKKD mendapat dukungan dari negara-negara besar seperti AS & Cina karena keduanya sama-sama sedang memusuhi Uni Soviet, sementara Vietnam memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet. Negara-negara ASEAN seperti Malaysia & Thailand juga menyatakan dukungannya pada PKKD. Hasilnya, walaupun yang sedang memerintah di Kampuchea adalah RRK, yang mengisi jatah kursi Kampuchea di PBB justru perwakilan dari PKKD.

Walaupun secara teoritis pembentukan PKKD nampaknya menunjukkan kalau kelompok-kelompok anti-Vietnam kini sudah bersatu padu, realita di lapangan menunjukkan kalau kelompok-kelompok penyusun PKKD sebenarnya masih memendam sikap curiga satu sama lain. Sebagai akibatnya, masing-masing kelompok bersenjata lebih suka beroperasi secara mandiri sehingga upaya mereka untuk mengalahkan militer Vietnam & RRK menjadi lebih sulit.


Prajurit Khmer Merah. (Sjoberg / historycollection.com)


BERJALANNYA PERANG

Alur Perang yang Mengikuti Musim

Perang sipil Kampuchea secara umum mengikuti siklus musiman. Saat musim kemarau, pasukan Vietnam yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja & artileri bakal melakukan penyerbuan ke lokasi-lokasi yang diduga menjadi markas pemberontak. Namun saat musim hujan tiba, giliran pasukan pemberontak yang lebih aktif melakukan penyerangan karena hujan lebat menyebabkan jalanan menjadi berlumpur & sulit dilewati kendaraan berat.

Pada tahun 1982 misalnya, pasukan Vietnam melakukan penyerbuan ke markas Khmer Merah yang terletak di Phnom Melai, Kampuchea barat. Di musim kemarau tahun berikutnya, pasukan Vietnam melancarkan penyerbuan ke kamp-kamp pengungsi yang terletak di dekat perbatasan Thailand. Akibat serangan tersebut, ratusan pengungsi harus kehilangan nyawanya & sebanyak 80.000 lainnya terpaksa mengungsi ke Thailand.

Tahun 1984 & 1985, militer Vietnam terus menggencarkan operasi militernya dengan menyerang markas-markas utama milik 3 kelompok pemberontak di perbatasan. Hasilnya, pasukan Vietnam berhasil menghancurkan markas-markas tersebut sehingga para milisi pemberontak tidak lagi memiliki markas permanen di Kampuchea.

Meskipun begitu, konflik masih jauh dari kata berakhir karena masih ada milisi-milisi pemberontak yang bersembunyi di pelosok Kampuchea. Pasukan pemberontak yang meninggalkan Kampuchea juga tetap giat melakukan serangan & penyusupan dari wilayah Thailand. Untuk mengatasinya, sejak tahun 1985 pasukan Vietnam memasang begitu banyak ranjau darat, parit, & pagar berduri di dekat perbatasan Thailand.

Pasukan Vietnam juga tidak segan-segan melakukan penyerangan hingga ke dalam wilayah Thailand demi mengejar pasukan pemberontak. Akibatnya, tidak jarang tindakan Vietnam tersebut berujung pada timbulnya bentrokan antara militer Thailand & Vietnam di perbatasan Kampuchea.

Pada bulan April hingga Mei 1985 misalnya, pasukan Vietnam yang jumlahnya 1.200 personil menerobos perbatasan Thailand untuk mengejar pasukan pemberontak & menanam ranjau di wilayah Thailand. Pasukan Thailand lantas membalasnya dengan cara melakukan serangan udara ke kawasan Pegunungan Banthad.

Pasukan Vietnam di Kampong Cham, Kampuchea tenggara.

Memasuki pertengahan dekade 1980-an, kondisi di medan perang bisa dikatakan buntu (stalemate). Pasukan Vietnam & RRK menguasai kota-kota besar, jalur transportasi utama, & wilayah sekitar Tonle Sap yang banyak ditanami padi. Namun di luar kawasan-kawasan tadi, masih banyak milisi pemberontak yang berkeliaran & giat melakukan serangan sembunyi-sembunyi.

Pertengahan dekade 1980-an juga ditandai dengan semakin terpojoknya posisi Vietnam. Tindakan Vietnam menginvasi Kampuchea & tetap menempatkan pasukannya di sana menyebabkan Vietnam dikucilkan dunia internasional. Pemerintah Vietnam juga merasa ragu untuk menambah jumlah pasukannya di Kampuchea karena pasca timbulnya Perang Cina-Vietnam di tahun 1979, Vietnam merasa khawatir kalau Cina bakal kembali menginvasi Vietnam saat Vietnam sedang lengah.


Mundurnya Vietnam & Dimulainya Perundingan Damai

Sebagai cara untuk memperbaiki pamornya di dunia internasional & mengurangi beban perekonomian negaranya sendiri, pada tahun 1986 Vietnam mengumumkan kalau pihaknya sudah memulai penarikan mundur tentaranya dari Kampuchea secara bertahap. Tahun 1989, seluruh pasukan Vietnam di Kampuchea akhirnya selesai ditarik mundur. Mundurnya pasukan Vietnam dari Kampuchea juga diikuti dengan berubahnya nama "Kampuchea" menjadi "Kamboja".

Mundurnya Vietnam dari Kambojja kini malah memunculkan masalah baru mengenai siapa yang sebaiknya memerintah Kamboja. Maka, pada bulan Juli 1988 & Februari 1989, pihak-pihak yang terlibat dalam perang melakukan perundingan di Jakarta, Indonesia, dengan nama "Jakarta Informal Meeting" (JIM; Pertemuan Informal Jakarta).

Bulan Mei 1990, faksi-faksi dalam perang sipil Kamboja kembali melakukan perundingan damai di Tokyo, Jepang. Di sana, keempat faksi tersebut - Khmer Merah, KPNLAF, FUNCINPEC. RRK - setuju untuk membentuk pemerintahan koalisi sementara dengan nama "Supreme National Council" (SNC; Dewan Nasional Agung). Tahun 1991, faksi-faksi tadi akhirnya menandatangani kesepakatan damai di Paris, Perancis.

Suasana dalam perundingan damai di Paris. (cne.wtf)

Pasca dicapainya perjanjian damai di Paris, pasukan perdamaian PBB (UNTAC) kemudian diterjunkan ke Kamboja untuk melucuti senjata para pemberontak & menjaga keamanan Kamboja hingga pemilu untuk menentukan pemerintahan yang baru selesai digelar. Indonesia turut mengirimkan 2.000 tentaranya ke Kamboja sebagai bagian dari kontingen UNTAC.

Pemilu yang dimaksud akhirnya digelar pada tahun 1993. Pasca pemilu, Kamboja kembali berubah menjadi kerajaan dengan Norodom sebagai rajanya. Digelarnya pemilu sekaligus menandai berakhirnya masa bakti UNTAC di Kamboja. Namun hasil pemilu tersebut ternyata tidak direstui oleh semua pihak. Khmer Merah yang stok persenjataannya gagal dilucuti menolak mengakui hasil pemilu & memilih untuk terus melanjutkan perlawanan bersenjata.

Selain menerjunkan pasukannya untuk menumpas sisa-sisa anggota Khmer Merah, pemerintah Kamboja yang baru sebenarnya sudah berulang kali menawarkan jatah kursi di pemerintahan untuk Khmer Merah. Namun usulan tersebut selalu ditolak sehingga konflik antara Kamboja melawan Khmer Merah pun terus berlangsung. Bulan Juli 1994, pemerintah Kamboja akhirnya menetapkan Khmer Merah sebagai organisasi terlarang.

Tidak seperti konflik pada dekade-dekade sebelumnya, pasukan Khmer Merah dalam konflik kali ini tidak mendapatkan bantuan asing sama sekali. Akibatnya, seiring berjalannya waktu semakin banyak anggota Khmer Merah yang membelot sehingga kekuatan Khmer Merah secara berangsur-angsur kian melemah. Tahun 1997, perang sipil Kamboja dinyatakan berakhir & anggota terakhir Khmer Merah berhasil ditangkap pada tahun 1999.

Kekalahan Khmer Merah lantas diikuti dengan pengadilan yang dilakukan kepada para petingginya atas tuduhan kejahatan kemanusiaan. Pol Pot selaku tokoh pemimpin Khmer Merah tidak pernah diadili karena ia keburu meninggal pada tahun 1998. Namun tokoh-tokoh petinggi Khmer Merah yang lain seperti Nuon Chea & Khieu Samphan berhasil diadili & dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.



KONDISI PASCA PERANG

Perang sipil Kamboja yang berlangsung sesudah tahun 1979 memiliki dampak negatif yang amat besar bagi Kamboja. Akibat perang ini, wilayah Kamboja porak poranda & negara tersebut memerlukan waktu lama untuk bangkit dari krisis. Dengan memanfaatkan dana bantuan internasional & banyaknya peninggalan bersejarah bertema candi, sektor pariwisata sekarang menjadi sektor ekonomi andalan Kamboja.

Tidak diketahui secara pasti jumlah korban tewas akibat perang ini. Namun jumlahnya diperkirakan cukup tinggi karena selain menjadi korban senjata musuh, banyak dari mereka yang harus meninggal akibat penyakit & kelaparan. Mereka yang selamat pun tetap sulit melanjutkan hidupnya secara normal seusai perang akibat masih adanya ranjau darat yang tersembunyi di pelosok Kamboja.

Sebanyak 100.000 warga sipil Kamboja dilaporkan harus kehilangan anggota badannya akibat menjadi korban ranjau. Di dekat perbatasan Thailand saja, ada sekitar 2 juta ranjau darat aktif yang masih tersembunyi di sana.

Papan peringatan ranjau di Kamboja barat. (Enric Catala / cambodiadaily.com)

Hingga sekarang, kegiatan pembersihan ranjau di Kamboja masih terus berlangsung. Pemerintah Kamboja berharap jika semua ranjau tersebut sudah dihilangkan, lahan yang tadinya dipenuhi ranjau bisa ditempati oleh warga sipil Kamboja & menjadi solusi atas masalah keterbatasan lahan.

Di luar Kamboja, pemerintah Vietnam mengklaim kalau pihaknya kehilangan 30.000 tentaranya dalam perang di Kamboja & Thailand. Pemerintah Vietnam juga sempat membangun Monumen Persahabatan Kamboja-Vietnam di kota Phnom Penh, Kamboja, pasca keberhasilan mereka menumbangkan rezim Khmer Merah. Monumen tersebut masih dapat dijumpai hingga sekarang, namun sempat 2 kali menjadi sasaran vandalisme karena dianggap sebagai simbol penjajahan bangsa asing.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1979-1997
-  Lokasi : (mayoritasnya di) Kamboja

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Kampuchea, Vietnam
        melawan
(Grup)  -  Khmer Merah, KPNLAF, FUNCINPEC
(Negara)  -  Thailand

Hasil Akhir
-  Perang berakhir tanpa pemenang yang jelas
-  Vietnam mundur dari Kamboja pada tahun 1989
-  Kamboja berubah menjadi negara kerajaan sejak tahun 1993
-  FUNCINPEC menjadi partai politik legal sejak tahun 1992
-  Khmer Merah melanjutkan perlawanan hingga tahun 1999

Korban Jiwa
Tidak jelas (korban tewas di pihak Vietnam sekitar 30.000 jiwa)



REFERENSI

BBC. 2018. "Khmer Rouge leaders found guilty of Cambodia genocide".
(www.bbc.com/news/world-asia-46217896)

Carpenter, T.G.. 1986. "Cato Institute Policy Analysis No. 74".
(www.cato.org/sites/cato.org/files/pubs/pdf/pa074.pdf)

Chandler, D.P.. 2008. "Cambodia". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Doyle, K.. 2014. "Vietnam's forgotten Cambodian war".
(www.bbc.com/news/world-asia-29106034)

Dunlop, N.. 2018. "Clearing Cambodia's leftover land mines: A dangerous job".
(www.dw.com/en/clearing-cambodias-leftover-land-mines-a-dangerous-job/a-45293663)

Dunnell, T.. "Cambodia–Vietnam Friendship Monument".
(www.atlasobscura.com/places/cambodia-vietnam-friendship-monument)

GlobalSecurity.org. "1978-1991 - Cambodian Civil War".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/cambodia3-5.htm)

GlobalSecurity.org. "1979-1981 - Democratic Kampuchea".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/cambodia3-4.htm)

GlobalSecurity.org. "1991-1997 - Cambodian Civil War".
(]www.globalsecurity.org/military/world/war/cambodia3-6.htm)

GlobalSecurity.org. "Cambodia - History".
(www.globalsecurity.org/military/world/cambodia/history.htm)

GlobalSecurity.org. "Khmer People's National Liberation Armed Forces".
(www.globalsecurity.org/military/world/cambodia/army-kpnlaf.htm)

Kiernan, B.. 1992. "The Cambodian crisis, 1990–1992".
(www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/14672715.1992.10412981)

L.A. Times. 1985. "Thai Jets, Artillery Pound Viet Intruders".
(www.latimes.com/archives/la-xpm-1985-05-12-mn-18528-story.html)

Marissa. 2018. "How Did Cambodia Get its Name?".
(theculturetrip.com/asia/cambodia/articles/how-did-cambodia-get-its-name/)

Ross, R.R.. 1987. "Coalition Government of Democratic Kampuchea".
(countrystudies.us/cambodia/72.htm)

W.H. Frederick & R.L. Worden. 1993. "Indonesia, ASEAN, and the Third Indochina War".
(countrystudies.us/indonesia/99.htm)
   






COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.