Tawon Garuda, Serangga Misterius dari Pulau Sulawesi



Tawon garuda jantan. (novataxa.blogspot.com)

Tawon garuda (Megalara garuda) adalah salah satu jenis tawon yang lain daripada yang lain. Keunikan pertama tawon ini dapat dilihat pada namanya. Tawon ini memiliki nama ilmiah yang berunsur "garuda" karena tawon ini ditemukan di wilayah Indonesia, tepatnya di Pulau Sulawesi. Karena Indonesia memiliki Garuda sebagai lambang negaranya, nama "garuda" pun kemudian digunakan untuk menamai tawon ini.

Keunikan kedua tawon garuda dapat dijumpai pada ukurannya. Tawon garuda memiliki tubuh berwarna hitam dengan panjang tubuh mencapai 5 cm. Ukurannya tersebut menjadikan tawon garuda sebagai salah satu spesies tawon terbesar di dunia yang sudah diketahui oleh manusia.

Keunikan ketiga dapat dijumpai pada penampilan tawon ini. Tawon garuda memiliki sifat dimorfisme seksual yang berarti tawon betina & jantan memiliki wujud yang berbeda.

Jika tawon betina wujudnya tidak berbeda jauh dibandingkan tawon pada umumnya, maka tawon jantan memiliki sepasang rahang raksasa yang bentuknya menyerupai tanduk atau capit. Karena tawon garuda jantan memiliki ukuran yang besar & rahang yang terlihat menakutkan, tawon garuda lantas dijuluki sebagai "raja tawon" (king of wasps).


Tawon garuda jantan & betina dilihat dari atas. (Andy404040 / twitter.com)


RAHANG YANG PENUH TEKA-TEKI

Lepas dari wujud menakutkan yang dimilikinya, para ilmuwan masih belum yakin apa fungsi dari rahang raksasa yang dimiliki oleh tawon garuda jantan. Menurut salah satu pendapat, mungkin pejantan menggunakan rahangnya untuk berpegangan pada tubuh betina saat melakukan perkawinan.

Pendapat lain menyebut kalau tawon garuda jantan mungkin menggunakan rahangnya untuk melindungi sarang. Sedikit informasi, tawon garuda tergolong sebagai tawon penggali (digger wasp), jenis tawon soliter / penyendiri yang membangun sarangnya di bawah tanah. Sarang yang dibuat oleh tawon penggali biasanya hanya berupa ruang bawah tanah berisi telur & persediaan makanan untuk larva kelak saat sudah menetas.

Kalau untuk kasus tawon garuda, ilmuwan meyakini kalau tawon garuda betina memburu belalang supaya bisa dijadikan makanan untuk larvanya. Saat sudah berhasil menemukan belalang, tawon garuda betina akan melumpuhkan belalang tersebut dengan sengatnya, lalu menyimpannya di dalam ruang bawah tanah yang sudah dibuatnya.

Ilmuwan menduga kalau yang ikut terlibat dalam kegiatan pengasuhan anak bukan hanya tawon garuda betina, tetapi juga pejantan. Saat tawon betina sudah selesai menaruh telur & persediaan makanan di dalam ruang bawah tanah, tawon jantan akan melindungi keturunannya dengan cara bersiaga di luar sarang.

Saat ada hewan yang mendekati sarang, tawon jantan akan mengusir hewan tersebut dengan cara menyerangnya memakai rahangnya yang besar. Dengan cara ini, larva tawon garuda memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk bertahan hidup hingga fase dewasa.

Kepala tawon garuda jantan dilihat dari dekat. (Andy404040 / twitter.com)

Ilmuwan sejauh ini hanya bisa menebak-nebak mengenai pola hidup tawon garuda. Pasalnya ilmuwan belum pernah menjumpai tawon garuda dalam kondisi hidup-hidup di habitat aslinya. Sebagai akibatnya, ilmuwan pun hanya bisa membuat dugaan mengenai pola hidup tawon garuda dengan cara menganalisa bangkai tawonnya & membandingkannya dengan jenis tawon lain yang memiliki kemiripan dengan tawon garuda.



JADI SENGKETA ANTAR NEGARA

Keberadaan tawon garuda sudah lama diketahui oleh manusia karena bangkai tawon ini sudah tersimpan di Museum fur Naturkunde, Jerman, sejak dekade 1930-an. Namun baru pada tahun 2012, tawon garuda diteliti secara rinci oleh ilmuwan. Tepatnya oleh Lynn Kimsey dari Universitas California & Michael Ohl dari Museum fur Naturkunde.

Penemuan tawon garuda di Indonesia seharusnya bisa menjadi cerita yang membanggakan bagi kita yang tinggal di Indonesia. Namun kenyataannya, penelitian terkait tawon ini ternyata malah sempat menjadi sumber sengketa internasional.

Kontroversi terkait tawon garuda timbul karena saat Kimsey & Ohl menerbitkan jurnal hasil penelitiannya, nama ilmuwan Indonesia tidak ikut disertakan sebagai bagian dari tim pembuat jurnal. Padahal menurut klaim ilmuwan Rosichon Ubaidillah, nama "garuda" yang kelak menjadi nama ilmiah tawon ini merupakan hasil usulannya.

Perbandingan ukuran tawon garuda dengan tawon biasa. (floraurbana.blogspot.com)

Ubaidillah menambahkan kalau Kimsey bisa mendapatkan spesimen tawon garuda untuk diteliti berkat jerih payah Ubaidillah & rekannya. Karena merasa tidak dihargai, Ubaidillah melalui perantaraan lembaga iptek LIPI kemudian meminta supaya Kimsey segera mengembalikan spesimen tawon garuda yang sudah ia teliti.

Untuk mengatasi masalah sengketa tersebut, Universitas California selaku universitas asal Kimsey setuju untuk membayar ganti rugi senilai 25.000 dollar (sekitar 350 juta rupiah) kepada LIPI. Pihak universitas juga setuju untuk memulangkan 1 spesien tawon garuda ke Indonesia. Sementara spesimen lainnya tetap disimpan oleh pihak universitas supaya bisa dipamerkan & diteliti lagi di kemudian hari.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



KLASIFIKASI

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Crabronidae
Genus : Megalara
Spesies : Megalara garuda (Kimsey & Ohl, 2012)



REFERENSI

Buglife. "Digger wasps".
(www.buglife.org.uk/bugs/bug-directory/digger-wasps/)

Mosher, D.. 2012. "Bizarre "King of Wasps" Found in Indonesia".
(www.nationalgeographic.com/animals/article/120327-new-species-wasps-king-bugs-indonesia-animals-science)

Pensoft Publishers. 2012. "Megalara garuda: the King of Wasps".
(phys.org/news/2012-03-megalara-garuda-king-wasps.html)

Rochmyaningsih, D.. 2019. "Indonesia's strict new biopiracy rules could stifle international research".
(www.science.org/content/article/indonesia-s-strict-new-biopiracy-rules-could-stifle-international-research)
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.