Perang "Ninja" versus "Kobra" di Republik Kongo



Pasukan milisi Ninja. (theworldbyroad / flickr.com)

Kongo adalah sebutan untuk daerah yang terletak di sekitar Sungai Kongo, sungai terbesar di Afrika bagian tengah. Di masa kini, ada 2 negara yang menggunakan nama "Kongo". Kedua negara tersebut adalah Republik Kongo yang beribukota di Brazzaville, serta Republik Demokratik (RD) Kongo yang beribukota di Kinshasa.

Dalam hal konflik bersenjata, Republik Kongo bisa dikatakan kalah tenar dibandingkan dengan negara tetangganya karena di masa lalu, RD Kongo menjadi arena dari Perang Kongo I & II yang merenggut nyawa jutaan orang. Biarpun tidak seterkenal tetangganya, bukan berarti Republik Kongo merupakan negara yang sepi konflik karena kenyataannya, Kongo ternyata juga pernah dilanda perang pada dekade 90-an.

Perang tersebut adalah perang sipil Republik Kongo (Republic of Congo Civil War; Guerre Civile du Congo-Brazzaville) yang berlangsung pada tahun 1997 hingga 1999. Dalam perang ini, kelompok milisi yang memakai nama Kobra terlibat pertikaian dengan kelompok milisi Ninja & kelompok milisi Cocoye.

Perang ini kadang-kadang dikenal juga dengan nama "Perang Sipil Kongo ke-2" untuk membedakannya dari perang saudara yang berlangsung pada tahun 1992 hingga 1995 & juga mengambil tempat di Republik Kongo.



LATAR BELAKANG

Sejak tahun 1970, Kongo merupakan negara komunis otoriter dengan Parti Congolais du Travail (PCT; Partai Buruh Kongo) sebagai satu-satunya partai politik yang diperbolehkan berdiri. Terhitung sejak tahun 1979, jabatan presiden Kongo dipegang oleh Denis Sassou-Nguesso.

Memasuki dekade 90-an, sebagai respon atas runtuhnya Uni Soviet & rezim komunis di banyak negara, Kongo melakukan reformasi politik untuk meninggalkan ideologi komunismenya. Nama resmi "Republik Rakyat Kongo" diubah menjadi "Republik Kongo". Partai-partai politik selain PCT kembali diperbolehkan berpartisipasi dalam pemilu.

Peta Kongo. (bbc.com)

Kembalinya iklim keterbukaan politik di Kongo ternyata juga membawa konsekuensi negatif. Masing-masing tokoh politik berlomba-lomba mendirikan kelompok milisinya sendiri-sendiri.

Untuk menarik penduduk setempat agar mau bergabung dengan kelompok milisi bentukannya, para tokoh politik tadi lantas menggunakan isu etnis & fanatisme kedaerahan. Pascal Lissouba contohnya. Ia memiliki kelompok milisi bernama "Cocoye" di mana keanggotaan Cocoye didominasi oleh etnis Nibolek yang berasal dari wilayah Kongo barat daya.

Denis Sassou-Nguesso selaku presiden terakhir Kongo di era komunis juga memiliki kelompok milisinya sendiri. Kelompok tersebut adalah "Kobra" yang mengambil namanya dari nama ular berbisa setempat. Mayoritas anggota Kobra berasal etnis-etnis penghuni wilayah Kongo utara, salah satunya etnis Mbochi.

Selain kedua kelompok milisi tadi, ada pula kelompok milisi bernama "Ninja" di mana kelompok tersebut didirikan oleh Bernard Kolelas & beranggotakan mayoritas etnis Bakongo, Kongo selatan. Nama "Ninja" pada kelompok ini diambil dari nama prajurit tradisional Jepang yang terkenal akan keahliannya menyusup & membunuh secara sembunyi-sembunyi.

Tahun 1992, Kongo menggelar pemilu multipartai di mana Lissouba & partai politik pengusungnya (UPADS) berhasil keluar sebagai pemenang. Namun, kontroversi merebak tak lama berselang karena pihak-pihak yang kalah dalam pemilu mengklaim kalau pemilu tersebut diwarnai dengan kecurangan.

Ketika perbedaan pandangan mengenai hasil pemilu tersebut semakin berlarut-larut, konflik bersenjata pun timbul di tahun 1993 antara miisi pendukung Lissouba (Cocoye) melawan milisi Kobra & Ninja.

Tahun 1995, konflik berakhir setelah Kobra & Ninja bersedia mengakui Lissouba sebagai presiden Kongo. Sebagai gantinya, para anggota Kobra & Ninja akan direkrut ke dalam institusi militer & kepolisian.

Namun setelah menunggu selama bertahun-tahun, masih banyak anggota Kobra & Ninja yang belum direkrut menjadi aparat baru Kongo. Akibatnya, muncullah opini kalau Lissouba tidak menepati janji yang sudah dibuatnya.

Dikombinasikan dengan masuknya aliran senjata dari negara-negara tetangga Kongo yang sedang dilanda perang, pecahnya perang saudara fase baru di Republik Kongo pun menjadi semakin sulit untuk dicegah.


Pascal Lissouba. (france24.com)


BERJALANNYA PERANG


Bulan Juni 1997, pasukan pemerintah Kongo & milisi Cocoye mengepung kediaman Sassou-Nguesso di ibukota Brazzaville. Pasukan Kobra jelas tidak tinggal diam melihat pemimpinnya diperlakukan seperti itu, sehingga pecahlah baku tembak di seantero kota antara kedua belah pihak.

Bulan September 1997, sebagai balas jasa karena Lissouba bersedia mengangkat Kolelas sebagai perdana menteri baru Kongo, kelompok Ninja ikut melibatkan diri dalam perang dengan memihak pada pemerintah Kongo. Sebulan kemudian, pemerintah RD Kongo juga mengirimkan ratusan tentaranya untuk membantu rezim Lissouba. Intensitas perang pun semakin meningkat.

Setelah melalui pertempuran alot yang banyak diwarnai aksi pembunuhan membabi buta antar etnis, pasukan Kobra berhasil mengalahkan pasukan pemerintah & Ninja pada bulan Oktober 1997, sehingga kini Sassou-Nguesso secara de facto menjadi pemimpin baru Kongo.

Sassou-Nguesso lalu membekukan konstitusi & memerintahkan militer Kongo serta pasukan milisi Kobra untuk membunuh sisa-sisa prajurit loyalis Lissouba yang masih bersembunyi di Brazzaville. Pasukan bawahan Sassou-Nguesso tidak sendirian karena di sebelah barat, Angola membantu rezim Sassou-Nguesso dengan cara mengirimkan militernya untuk mengalahkan pasukan loyalis Lissouba di kota pelabuhan Pointe-Noire.

Ikut campurnya Angola dalam perang sipil Republik Kongo tidak lepas dari faktor konflik di masing-masing negara. Ketika Angola merdeka & dilanda perang saudara, kelompok komunis MPLA yang sedang menguasai ibukota Angola menjalin hubungan dekat dengan rezim komunis Kongo.

Pasca berakhirnya pemerintahan komunis di Kongo, Lissouba selaku presiden baru Kongo memberikan bantuan logistik & senjata kepada kelompok pemberontak UNITA di Angola. Sebagai gantinya, Kongo menerima pasokan berlian dari wilayah kekuasaan UNITA.

Hal tersebut jelas tidak disukai oleh pemerintah pusat Angola (MPLA) sehingga ketika terjadi konflik menentang rezim Lissouba, Angola langsung memberikan dukungannya kepada kelompok penentang Lissouba.

Kembali ke medan konflik. Tersingkir dari Brazzaville, pasukan Cocoye & Ninja kini menjadikan wilayah di luar ibukota sebagai arena peperangan barunya. Bulan April 1998 contohnya, pasukan Cocoye menduduki bendungan di Provinsi Bouenza, Kongo barat daya, sehingga pasokan listrik ke Pointe-Noire & sekitarnya menjadi terhenti.

Konvoi milisi Kobra. (elcubanoblogue.blogspot.com)

Bulan September di tahun yang sama, Provinsi Pool yang berlokasi di sekitar Brazzaville menjadi medan pertempuran yang sengit antara pasukan Ninja melawan pasukan Kobra. Lalu pada tanggal 18 hingga 21 Desember 1998, pasukan Cocoye di kota Nkayi, Provinsi Bouenza, melakukan razia & pembunuhan kepada penduduk setempat yang berasal dari etnis Kongo utara.

Tahun berganti, sebagian wilayah Kongo selatan sudah berada di tangan kubu penentang Sassou-Nguesso. Untuk mencegah situasi memburuk, Sassou-Nguesso pun meminta bantuan kepada militer Chad & milisi-milisi Hutu veteran perang sipil Rwanda. Pemerintahan Sassou-Nguesso juga menawarkan pengampunan hukum kepada para anggota Ninja & Cocoye jika mereka bersedia meletakkan senjata.

Pasukan Kobra & sekutunya juga semakin sering melakukan operasi militer untuk merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan Ninja & Cocoye. Kombinasi dari hal-hal tadi membuat pasukan Ninja & Cocoye semakin terdesak sehingga buntutnya, mereka sepakat untuk melakukan gencatan senjata pada bulan Desember 1999.



KONDISI PASCA PERANG

Pasca berakhirnya perang, sebagian milisi Ninja & Cocoye menyerahkan senjatanya untuk membaur kembali dengan kehidupan warga sipil. Sementara sebagian lainnya bekerja sama dengan militer Kongo untuk membantu menjaga keamanan di wilayah kekuasaan masing-masing kelompok milisi.

Bernard Kolelas selaku pemimpin Ninja sendiri akhirnya bergabung dengan pemerintahan Sassou-Nguesso di mana Kolelas dipercaya untuk menempati jabatan Menteri Dalam Negeri. Di pihak asing, Angola tetap menempatkan militernya di Kongo di mana mayoritas dari mereka ditempatkan di dekat Provinsi Cabinda, Angola utara.

Peta lokasi Cabinda. (bbc.co.uk)

Perang sipil Republik Kongo merenggut korban jiwa yang tidak sedikit. Tidak diketahui jumlah pasti korban tewas akibat perang ini, namun korban tewas di Brazzaville saja dilaporkan mencapai 10.000 jiwa. Bukan hanya itu, perang ini juga membuat lebih dari 200.000 penduduk Kongo menjadi tuna wisma.

Tingginya korban tewas tidak lepas dari kebijakan masing-masing pihak untuk melakukan pembunuhan terencana yang ditargetkan kepada penduduk etnis rivalnya. Di luar Brazzaville, korban tewas bukan cuma timbul akibat dibunuh oleh prajurit & milisi, tapi juga akibat wabah kelaparan. Fenomena yang terjadi akibat lumpuhnya aktivitas perekonomian & transportasi di sejumlah daerah yang menjadi lokasi pertempuran.

Pasca berakhirnya perang sipil Republik Kongo, kondisi keamanan negara tersebut berangsur-angsur membaik. Namun masih banyaknya milisi yang berkeliaran di luar pengawasan pemerintah Kongo membuat kondisi keamanan Kongo bisa memburuk sewaktu-waktu.

Tahun 2002 contohnya, pasca digelarnya pemilu yang berakhir dengan kemenangan PCT & Denis Sassou-Nguesso, muncul konflik bersenjata antara pasukan pemerintah melawan pasukan milisi Ninja di sebelah selatan Brazzaville.

Konflik tersebut untungnya tidak berlangsung lama setelah pada tahun 2003, ribuan milisi Ninja menyerahkan diri usai dijanjikan pengampunan hukum & pemberian lapangan kerja baru oleh pemerintah.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1997 - 1999
- Lokasi : Republik Kongo

Pihak yang Bertempur
(Grup)  -  Kobra, milisi Hutu Rwanda
(Negara)  -  Angola, Chad, Kongo*
       melawan
(Grup)  -  Cocoye, Ninja
(Negara)  -  RD Kongo, Kongo**

Hasil Akhir
- Kemenangan Kobra & sekutunya
- Denis Sassou-Nguesso menjadi presiden Kongo sejak bulan Oktober 1997

Korban Jiwa
Lebih dari 10.000 jiwa


Keterangan :
*  = hingga Oktober 1997
** = sesudah Oktober 1997



REFERENSI

Cordell, D.D.. 2008. "Congo". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

French, H.W.. 1997. "Rebels, Backed by Angola, Take Brazzaville and Oil Port".
(www.nytimes.com/1997/10/16/world/rebels-backed-by-angola-take-brazzaville-and-oil-port.html)

GlobalSecurity.org. "Republic of Congo Civil War".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/congo-b.htm)

IRIN. 1999. "Subject: Congo-Brazzaville: Background on militia groups 1999.2.17".
(www.africa.upenn.edu/Hornet/irin_21799.html)

The Mail & Guardian. 1997. "Angola aids Congo to corral Unita".
(mg.co.za/article/1997-10-17-angola-aids-congo-to-corral-unita/)

Wikipedia. "Ninja (militia)".
(en.wikipedia.org/wiki/Ninja_%28militia%29)
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



1 komentar:

  1. Hening pratama07 Juli, 2020 17:36

    Saya senang sekali membaca artikel dari situs ini. Menarik, lengkap, sesuatu yang jarang ditemui di situs-situs sejenis lain sehingga bisa memuaskan dahaga pembaca artikel sejarah seperti saya. Semangat!

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.