Perang Chaco, Sengketa Maut di Jantung Amerika Selatan



Pesawat militer Paraguay. (latinamericanstudies.org)

Jika kita melihat peta Amerika Selatan, kita bakal mengetahui kalau ada 2 negara di benua tersebut yang tidak memiliki wilayah laut. Kedua negara tersebut adalah Bolivia & Paraguay yang wilayahnya kebetulan saling bertetangga. Di masa lampau, kedua negara tersebut juga memiliki sejarah kelam karena pernah terlibat perang satu sama lain. Perang Chaco adalah nama dari perang yang pernah membenturkan kedua negara.

Perang Chaco (Chaco War; Guerra del Chaco) adalah sebutan untuk konflik bersenjata yang terjadi antara militer Bolivia & Paraguay pada tahun 1932 hingga 1935. Nama "Chaco" pada perang ini berasal dari nama daerah bernama Chaco yang mencakup wilayah Bolivia, Paraguay, & Argentina. Dengan jumlah korban tewas mencapai hampir 100.000 jiwa, Perang Chaco menjadi perang paling berdarah di Amerika Selatan pada abad ke-20.

Perang Chaco merupakan perang yang relatif kurang diperhatikan oleh pihak-pihak di luar Amerika Selatan karena perang tersebut tidak melibatkan AS maupun negara-negara besar Eropa. Perang ini juga terjadi di saat dunia internasional tengah sibuk bergulat dengan krisis ekonomi global Depresi Besar (Great Depression). Padahal perang yang terjadi di antara 2 Perang Dunia ini merupakan salah satu perang paling modern karena banyak menggunakan senjata & kendaraan militer terbaru pada masanya.


Peta lokasi Gran Chaco.


LATAR BELAKANG

Chaco, atau lengkapnya Gran Chaco, adalah nama dari suatu wilayah seluas lebih dari 700.000 kilometer persegi yang terletak di tengah-tengah Amerika Selatan. Daerah ini berbatasan dengan Pegunungan Andes di sebelah barat & Sungai Paraguay di sebelah timur. Wilayah Chaco didominasi oleh padang gersang, namun wilayah yang terletak dekat dengan sungai dipenuhi oleh rawa & hutan.

Secara politis, daerah Chaco mencakup wilayah Argentina utara, Paraguay utara, & Bolivia tenggara. Karena Chaco memiliki iklim yang kering, cadangan air tanah yang minim, & banyak dihuni oleh serangga-serangga penyebar penyakit, wilayah ini pada awalnya kurang diperhatikan oleh negara-negara pemiliknya.

Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada orang yang menghuni wilayah Chaco sama sekali. Suku Indian Guarani yang berasal dari Paraguay kerap mendatangi wilayah Chaco untuk menggembalakan hewan ternak & mengekstrak cairan tanin dari pohon quebracho, di mana cairan tersebut biasanya digunakan untuk menyamak kulit. Namun selain mereka, tidak banyak orang yang mau menetap di wilayah Chaco.

Cara pandang pemerintah masing-masing negara seketika berubah ketika pada tahun 1928, cadangan minyak ditemukan di ujung barat wilayah Chaco. Dugaan kalau wilayah Chaco aslinya kaya akan minyak pun langsung merebak. Maka, pemerintah Bolivia langsung bertindak cepat & mengeluarkan klaim kalau wilayah Chaco utara adalah wilayah miliknya. Bolivia sebenarnya sudah lama mengklaim wilayah Chaco, namun mereka baru menunjukkan sikap serius atas klaimnya pasca ditemukannya cadangan minyak di Chaco.

Peta wilayah Chaco yang dipersengketakan Bolivia & Paraguay.

Wilayah yang diklaim oleh Bolivia kurang lebih mencakup hampir seluruh wilayah Paraguay utara yang terletak di sebelah barat Sungai Paraguay. Supaya bisa memiliki dasar historis atas klaimnya, Bolivia menyatakan bahwa saat Spanyol masih menguasai Amerika Selatan, wilayah Chaco dulunya termasuk dalam daerah koloni Virreinato del Peru. Karena Bolivia dulunya juga termasuk dalam wilayah Virreinato del Peru, Bolivia pun mengklaim wilayah Chaco seharusnya menjadi miliknya.

Selain ingin menguasai cadangan minyak yang mungkin ada di bawah Chaco, Bolivia juga berambisi menguasai Sungai Paraguay karena sungai tersebut cukup besar untuk dilayari kapal-kapal niaga & muaranya mengarah ke Samudera Atlantik.

Jika Bolivia memiliki kendali atas Sungai Paraguay, maka Bolivia bisa memanfaatkan Sungai Paraguay sebagai jalur aksesnya menuju laut. Kebetulan sejak tahun 1884, Bolivia berubah menjadi negara tanpa wilayah laut karena wilayah pantainya di sebelah barat dicaplok oleh Chili seusai Perang di Pasifik.

Klaim Bolivia tersebut ditolak oleh Paraguay yang menyatakan bahwa berdasarkan dokumen resmi Spanyol yang diterbitkan pada abad ke-16, wilayah Chaco aslinya termasuk dalam wilayah Virreinato del Rio de la Plata (wilayah jajahan Spanyol yang sekarang termasuk dalam wilayah modern Argentina, Paraguay, & Uruguay). Paraguay juga menyatakan bahwa yang menghuni wilayah Chaco sekarang adalah orang-orang Paraguay (Guarani).

Alasan lain mengapa Paraguay bersikeras menolak klaim Bolivia adalah karena Paraguay dulu pernah kehilangan 40 persen wilayahnya seusai mengalami kekalahan dalam perang melawan 3 Aliansi (Brazil, Argentina, & Uruguay) pada tahun 1870. Jika Paraguay sampai menuruti klaim Bolivia & membiarkan Bolivia menguasai Sungai Paraguay, maka wilayah Paraguay secara otomatis bakal semakin menyusut & Paraguay bakal semakin terisolasi.

Peta rute Sungai Paraguay (Rio Paraguay). (impalaterminals.com)

Meskipun Paraguay bersikeras ingin mempertahankan kedaulatannya atas wilayah Chaco, Paraguay enggan terlibat perang melawan Bolivia karena Bolivia memiliki keunggulan dalam hal jumlah penduduk & ekonomi. Jika Bolivia memiliki penduduk berjumlah 3 juta, maka jumlah penduduk Paraguay hanya sekitar 900 ribu. Kemudian jika tanah Bolivia kaya akan barang tambang bernilai tinggi seperti perak & minyak bumi, maka sektor ekonomi Paraguay masih didominasi oleh pertanian & peternakan.

Supaya masalah sengketa dengan Bolivia bisa diselesaikan tanpa melalui jalur perang, Paraguay menyatakan kalau Bolivia bisa menggunakan pelabuhan yang ada di tepi Sungai Paraguay. Namun tawaran Paraguay tersebut ditolak oleh Bolivia yang ingin memiliki hak kepemilikan penuh atas wilayah Chaco & pelabuhan di tepi Sungai Paraguay. Saat perbedaan pendapat antara kedua negara semakin berlarut-larut, masing-masing negara lantas mulai memperkuat sektor militernya.



PERBANDINGAN KEKUATAN BOLIVIA & PARAGUAY

Di atas kertas, Bolivia jauh lebih unggul dibandingkan Paraguay. Karena memiliki ekonomi yang lebih mapan, Bolivia bisa memborong aneka macam stok persenjataan termutakhir pada masanya. Mulai dari tank kecil Carden-Loyd, pesawat Vickers Vespa, pesawat Vicker Tipe 143, pesawat pembom buatan Perancis, lebih dari 100 unit meriam artileri, serta ratusan pucuk senapan mesin. Mayoritas stok persenjataan Bolivia dibuat oleh perusahaan militer Vickers yang berbasis di Inggris.

Dalam hal personil militer, Bolivia diperkuat oleh 6.000 tentara reguler & 30.000 tentara cadangan. Dan karena jumlah penduduk Bolivia mencapai 3 juta jiwa, Bolivia juga bisa menerjunkan ratusan ribu tentara tambahan lewat kebijakan wajib militer jika diperlukan. Sejak tahun 1911, militer Bolivia dilatih oleh petinggi militer asal Jerman yang bernama Hans Kundt. Namun saat Perang Dunia I meletus, Kundt terpaksa kembali ke Jerman untuk membantu negaranya dalam perang.

Tank Carden-Loyd. Tank ini banyak digunakan oleh pasukan Bolivia dalam Perang Chaco. (tanks-encyclopedia.com)

Senapan mesin Madsen. Senjata ini banyak digunakan oleh pasukan Paraguay dalam Perang Chaco (guns.fandom.com)

Paraguay tidak memiliki ekonomi sebaik Bolivia. Namun karena Paraguay enggan kehilangan wilayah lebih jauh usai mengalami kekalahan tragis dalam Perang 3 Aliansi, Paraguay pun mempertaruhkan segalanya untuk mempersiapkan dirinya menjelang perang melawan Bolivia. Paraguay membeli senapan Masuer dari Spanyol, senapan mesin Madsen dari Denmark, & senapan mesin Browning dari AS.

Karena tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli meriam artileri, Paraguay mengakalinya dengan membeli meriam mortir Stokes. Jika meriam artileri ukurannya kurang lebih sebesar gerobak atau mobil kecil, maka meriam motir panjangnya tidak sampai setengah meter sehingga daya rusaknya tidak sebaik meriam artileri, namun lebih mudah dibawa ke mana-mana. Sementara kalau di sektor angkatan udara, Paraguay diperkuat oleh pesawat-pesawat buatan Perancis seperti pesawat pembom Potez 25A.2 & pesawat tempur Wibault 73C.1.

Dari segi jumlah personil, Paraguay diperkuat oleh 4.000 tentara reguler & 16.000 tentara cadangan. Jika militer Bolivia dilatih oleh instruktur asal Jerman, maka Paraguay dilatih oleh instruktur militer asal Perancis sejak dekade 1920-an.

Para personil militer Paraguay juga dianjurkan untuk mempelajari taktik-taktik militer dalam Perang Dunia I. Pertempuran-pertempuran yang diikuti oleh Hans Kundt menjadi fokus tersendiri bagi Paraguay karena taktik militer yang bakal digunakan oleh Bolivia diperkirakan tidak akan berbeda dengan taktik militer yang biasa digunakan oleh Kundt.



BERJALANNYA PERANG

Dibuka dengan Invasi Bolivia

Bulan Juni 1932, Bolivia mengirimkan 6.000 tentaranya ke wilayah Chaco. Pasukan tersebut kemudian menduduki benteng milik Paraguay yang terletak di tepi danau kecil Pitiantuta, Chaco tengah. Sebulan kemudian, pasukan Paraguay melancarkan serangan balik & berhasil merebut kembali benteng tersebut. Bolivia lantas membalasnya dengan cara mengerahkan pasukan darat & udaranya untuk merebut Boqueron di Chaco selatan pada akhir Juli.

Saat kondisi semakin memburuk, Paraguay menerjunkan 8.000 tentaranya ke wilayah sengketa. Bolivia lantas menanggapinya dengan mengirimkan 6.000 tentara tambahan ke Chaco, sehingga kini Bolivia memiliki jumlah tentara yang lebih banyak dibandingkan Paraguay.

Pasukan tersebut kemudian dikirim ke sisi barat Sungai Paraguay. Karena Asuncion - ibukota negara Paraguay - terletak di tepi Sungai Paraguay, Bolivia berharap kalau tindakan mereka ini bisa membuat Paraguay merasa tertekan & akhirnya menyerah.

Pasukan Bolivia saat memasuki wilayah Chaco. (greatmilitarybattles.com)

Bolivia pada awalnya mengira kalau Paraguay tidak akan berani mencegat pasukan Bolivia yang hendak menuju Sungai Paraguay karena pasukan Bolivia memiliki jumlah tentara yang lebih banyak. Terlebih lagi, mereka juga didukung oleh pesawat-pesawat militer yang giat melakukan pengintaian & bisa melakukan serangan udara jika diperlukan.

Rencana Bolivia adalah pasukannya berkumpul terlebih dahulu di Villa Montes, Chaco barat. Dari sana, mereka kemudian melakukan perjalanan ke arah timur menuju Boqueron. Jika pasukan Bolivia sudah berkumpul di Boqueron, barulah mereka melakukan serangan besar-besaran untuk merebut kota Puerto Casado yang terletak di tepi Sungai Paraguay. Jika Bolivia memerlukan tambahan logistik, mereka hanya perlu mengirimkan perbekalan ke Boqueron.

Rencana tersebut ternyata memiliki kelemahan fatal saat dilaksanakan. Wilayah Chaco memiliki suhu yang panas & tanah yang gersang, sementara Bolivia adalah negara pegunungan yang penduduknya sudah terbiasa untuk hidup dalam lingkungan bersuhu sejuk. Sebagai akibatnya, saat pasukan Bolivia melakukan perjalanan panjang sejauh lebih dari 400 km menuju Boqueron, banyak dari mereka yang kelelahan atau jatuh sakit.

Kelemahan lainnya adalah Bolivia mengandalkan tenaga kuda untuk mengangkut tentara & perlengkapan militer. Namun karena kuda-kuda Bolivia tidak tahan akan iklim kering Chaco & tidak dilengkapi dengan stok makanan ternak yang jumlahnya memadai, banyak dari kuda tersebut yang mati di tengah jalan.

Sebagai akibatnya, Bolivia terpaksa menggunakan truk angkut yang jumlahnya terbatas untuk mengangkut perbekalan. Sementara para prajurit Bolivia harus berjalan kaki sehingga mereka memerlukan waktu lama untuk tiba di garis depan.

Pasukan Paraguay tidak mengalami masalah serupa karena mereka hanya perlu menaiki kapal-kapal uap yang berlayar dari Asuncion menuju Puerto Casado di sebelah utara. Kemudian begitu tiba di Puerto Casado, pasukan Paraguay tinggal melanjutkan perjalanan ke arah barat dengan jalur rel yang sudah mereka bangun secara diam-diam. Sesudah, itu pasukan Paraguay menggunakan Isla Poi yang letaknya tidak jauh dari Boqueron sebagai markasnya. Dari sana, pasukan Paraguay kemudian menyebar di sekeliling Boqueron.

Peta lokasi Boqueron, Isla Poi, & Asuncion. (MacedonianBoy / wikipedia.org)

Memasuki bulan September, pasukan Paraguay akhirnya memulai serangan mendadaknya ke Boqueron. Saat pasukan terdekat Bolivia dikirim menuju Boqueron, pasukan Paraguay langsung mencegat & mengalahkan mereka.

Pemerintah Bolivia pada waktu itu masih belum mengetahui kabar kegagalan dari pasukan bala bantuan, sehingga respon pemerintah Bolivia pada waktu itu hanyalah mengirimkan pesawat untuk menjatuhkan perbekalan ke Boqueron. Namun upaya tersebut lagi-lagi tidak berjalan sesuai rencana. Pasalnya begitu pesawat-pesawat Bolivia mendekat ke Boqueron, pasukan Paraguay bakal langsung menembaki mereka.

Akibatnya, pesawat Bolivia hanya berani menjatuhkan perbekalan dari posisi yang begitu tinggi, sehingga banyak dari perbekalan tersebut yang hancur di ketinggian atau jatuh di lokasi yang salah. Saat persediaan amunisi & makanan yang tersisa di Boqueron semakin menipis, pasukan Bolivia di Boqueron terpaksa menyerah pada tanggal 29 September.


Datangnya Veteran Perang Dunia dari Jerman

Beredarnya kabar mengenai kekalahan pasukan Bolivia di Boqueron membuat pemerintah Bolivia begitu terkejut. Merasa kalau kekalahan ini terjadi akibat kecerobohan para petinggi militernya, pemerintah Bolivia mengirimkan pesan kepada Hans Kundt di Jerman & memintanya untuk memimpin pasukan Bolivia di Chaco. Permintaan tersebut ditanggapi positif oleh Kundt yang kemudian bertolak menuju Bolivia & tiba di kota La Paz pada bulan Desember 1932.

Kembalinya Kundt ke Bolivia ditanggapi dengan penuh gegap gempita oleh rakyat Bolivia. Pasalnya selain berjasa membantu melatih militer Bolivia, pengalaman Kundt dalam Perang Dunia I diyakini bisa membantu Bolivia memenangkan perang. Namun Kundt sendiri tidak mau berlama-lama terbuai dalam euforia tersebut. Ia langsung memerintahkan pasukan Bolivia untuk fokus menguasai wilayah Chaco bagian selatan.

Hans Kundt. (paraguaymipais.com)

Karena ibukota Asuncion terletak tidak jauh dari Chaco selatan, membludaknya pasukan Bolivia di Chaco selatan diyakini bakal membuat pemerintah Paraguay langsung merasa ketakutan & akhirnya menyerah. Maka, pada bulan Desember 1932 pasukan Bolivia memulai serangannya & berhasil mendesak mundur pasukan Paraguay hingga ke suatu lokasi di Chaco selatan yang dikenal sebagai "Kilometer 7".

Fokus berikutnya pasukan Bolivia adalah Nanawa yang terletak di sebelah tenggara Kilometer 7. Jika Nanawa berhasil ditembus melalui gelombang serangan besar-besaran, maka laju pasukan Bolivia menuju Asuncion bakal menjadi lebih mudah.

Pasukan Bolivia rencananya akan memulai serangannya ke Nanawa pada bulan Januari 1933. Namun sebelum serangan tersebut benar-benar terlaksana, rencana tersebut berhasil diketahui lebih dulu oleh mata-mata Paraguay yang ditempatkan di La Paz.

Paraguay lantas menanggapi rencana tersebut dengan membangun sistem perbentengan di sekeliling Nanawa. Sesudah mendirikan bunker & instalasi senapan mesin di lokasi-lokasi tertentu, sistem pertahanan tersebut langsung ditutupi dengan timbunan kayu & gundukan tanah supaya tersamar dengan kondisi sekitarnya. Pasukan Paraguay juga membangun bandara darurat di dekat Nanawa supaya bisa menerima perbekalan lewat jalur udara.

Jose Felix Estigarribia selaku pemimpin pasukan Paraguay merasa percaya diri kalau pasukannya bisa menghentikan laju pasukan Bolivia setelah mempelajari sifat-sifat Kundt. Pasalnya Kundt diketahui memiliki sikap keras kepala & enggan mendengarkan masukan dari para komandan bawahannya. Padahal Kundt memimpin pasukan Bolivia di Chaco tanpa pernah menginspeksi wilayah Chaco secara langsung. Kundt juga cenderung merasa gengsi untuk menarik mundur pasukannya jika serangannya gagal.

Dugaan Estigarribia tersebut terbukti jitu. Saat pasukan Bolivia berhamburan ke garis depan untuk menduduki Nanawa, pasukan Paraguay langsung memberondong mereka dengan senapan mesin. Hasilnya, pasukan Bolivia gagal menembus Nanawa hingga bulan Februari. Alih-alih mencoba mengubah rute penyerangannya, Kundt memilih untuk tetap melakukan serangan dengan metode serupa, namun dengan jumlah tentara & alutsista yang lebih megah.


Peta lokasi Pertempuran Nanawa. (greatmilitarybattles.com)


Petaka dari Balik Semak-Semak

Bulan Juli 1933, pasukan Bolivia memulai gelombang serangan barunya ke Nanawa. Meskipun mereka berada dalam kondisi jauh lebih kuat dibandingkan gelombang serangan pertama, pasukan Paraguay juga sudah memperkuat dirinya untuk menyongsong pertempuran ini.

Pasukan Paraguay langsung menghujani pasukan Bolivia dengan peluru mortir & senapan mesin. Karena bunker-bunker Paraguay dilengkapi dengan kamuflase yang begitu sempurna, pesawat-pesawat Bolivia tidak bisa berbuat banyak untuk menghancurkan bunker-bunker tersebut.

Banyaknya semak rimbun di Nanawa juga memberikan keuntungan tersendiri bagi pasukan Paraguay yang menggunakan meriam mortir. Saat hendak menggempur musuhnya, mereka hanya perlu menembakkan mortirnya dari balik semak-semak & kemudian pergi dengan cepat saat kondisi sudah tidak lagi menguntungkan.

Saat Bolivia mengerahkan pasukan tank miliknya untuk menembus garis depan, tentara Paraguay yang menggunakan senapan mesin akan melumpuhkan tank-tank tersebut dengan cara membidik tangki bahan bakar atau celah yang digunakan oleh pengemudi tank untuk mengintip keluar. Semak-semak rimbun di Nanawa sekali lagi memberikan keuntungan bagi pasukan Paraguay, karena pasukan tank Bolivia jadi sulit mengetahui dari arah manakah mereka ditembak.

Saat pasukan Paraguay tengah sibuk membendung serangan pasukan Bolivia yang terus berdatangan bak tsunami, Estigarribia mengutus komandan bawahannya yang bernama Rafael Franco untuk mencari celah yang bisa digunakan untuk menyerang balik pasukan Bolivia. Celah yang dimaksud berhasil ditemukan oleh Franco & pasukannya di Alihuata yang terletak tidak jauh di sebelah utara Kilometer 7.

Pasukan Paraguay di Alihuata. (Edcampo / wikipedia.org)

Melalui sebuah serangan cepat, pasukan Paraguay berhasil mengisolasi pasukan Bolivia di Alihuata dari pasukan Bolivia yang lain, sehingga pasukan Bolivia di Alihuata terpaksa mundur. Peristiwa tersebut tak pelak membuat pamor Kundt semakin merosot.

Pukulan telak bagi Kundt akhirnya datang pada bulan Desember 1933. Setelah menambah jumlah tentara Paraguay di Alihuata, pasukan Paraguay melancarkan serangan untuk memutus jalur logistik yang menghubungkan wilayah inti Bolivia dengan pasukan Bolivia di Chaco selatan.

Serangan tersebut terbukti sukses besar bagi Paraguay. Pada tanggal 11 Desember, sebanyak 2 divisi pasukan Bolivia mengibarkan bendera putih setelah berada dalam posisi terkepung selama 4 hari. Total ada 2.600 tentara Bolivia yang tewas dalam pertempuran di bulan Desember ini, sementara 7.500 orang lainnya ditangkap sebagai tahanan perang. Pasukan Paraguay juga berhasil mengamankan 8.000 pucuk senapan, 536 senapan mesin, 20 meriam artileri, & puluhan kendaraan militer dari tangan Bolivia.

Akibat peristiwa tersebut, presiden Bolivia mencopot Kundt dari posisinya sebagai komandan militer tertinggi Bolivia. Enrique Penaranda kemudian diangkat sebagai komandan tertinggi Bolivia yang baru. Di lain pihak, meskipun Paraguay berhasil mengalahkan Bolivia, Eusebio Ayala presiden Paraguay merasa khawatir kalau perang berkepanjangan akan membuat perekonomian negaranya sekarat. Maka, Ayala pun mengajukan gencatan senjata selama 3 minggu yang langsung disetujui oleh pihak Bolivia.


Gencatan Senjata & Meletusnya Kembali Perang

Saat periode gencatan senjata sudah berlalu tanpa adanya solusi damai yang bisa diterima oleh kedua belah pihak, Perang Chaco pun kembali berlanjut. Dengan memanfaatkan stok persenjataan hasil rampasan yang mereka dapatkan, pasukan Paraguay kini mengambil peran sebagai pihak penyerbu.

Namun seiring dengan semakin banyaknya wilayah yang berhasil mereka kuasai, jarak antara garis depan & kota-kota besar di Paraguay timur menjadi semakin jauh. Sebagai akibatnya, Paraguay kini merasa kewalahan saat harus mengirimkan perbekalan ke garis depan tepat waktu.

Situasi tersebut lantas dimanfaatkan oleh Bolivia untuk melancarkan serangan balik. Pada bulan Mei 1934, Bolivia memancing pasukan Paraguay untuk melaju ke arah Canada Strongest, Chaco barat. Saat pasukan Paraguay sudah sampai di sana, pasukan Bolivia langsung mengepung pasukan Paraguay.

Pertempuran sengit pun pecah. Pasukan Paraguay pada akhirnya memang berhasil keluar dari kepungan pasukan Bolivia, namun sebanyak 500 tentaranya harus gugur & 1.500 lainnya ditangkap oleh pasukan Bolivia. Pertempuran di Canada Strongest sekaligus menjadi pertempuran tersukses bagi pihak Bolivia dalam Perang Chaco.

Peta lokasi Canada Strongest & El Carmen. (greatmilitarybattles.com)

Kesuksesan tersebut sayangnya tidak banyak mengubah peruntungan pihak Bolivia di medan perang. Pada bulan November 1934, sebanyak 2.000 tentara Bolivia harus kehilangan nyawanya usai disergap oleh pasukan Paraguay di El Carmen, sementara sebanyak 4.000 lainnya berhasil ditangkap oleh pasukan Paraguay. Pertempuran ini juga menyebabkan pasukan Paraguay berjarak semakin dekat dengan wilayah inti Bolivia di sebelah barat.

Presiden Bolivia, Daniel Salamanca, menyalahkan para jenderalnya atas kekalahan ini. Namun para jenderal senior Bolivia tidak mau kalah & balik melakukan kudeta di bulan November. Sadar kalau pamornya di mata rakyat Bolivia sudah terlanjur anjlok, Salamanca pun mengalah & bersedia mundur dari jabatannya sebagai presiden. Jose Luis Tejada yang pada waktu itu menjabat sebagai wakil presiden kemudian naik menjadi presiden baru Bolivia menggantikan Salamanca.

Sementara itu di medan perang, konflik antara pasukan Bolivia & Paraguay masih terus berlanjut. Pasukan Paraguay bahkan sempat berhasil menerobos masuk ke wilayah inti Bolivia dengan cara menyeberangi Sungai Parapiti pada bulan April 1935. Namun mereka langsung berhasil dipukul mundur oleh pasukan Bolivia.

Pada tahap ini, perang bisa dibilang memasuki fase kebuntuan (stalemate). Bolivia yang tadinya ingin memperluas wilayahnya sekarang malah terancam mengalami penyusutan wilayah. Paraguay di lain pihak merasa kewalahan jika harus melanjutkan perang dengan jalur logistik yang semakin lama semakin panjang & jumlah tentara yang terbatas. Atas pertimbangan inilah, kedua belah pihak setuju untuk berhenti berperang pada tanggal 14 Juni 1935.


Timbunan tengkorak para korban tewas dalam Perang Chaco. (latinamericanstudies.org)


KONDISI PASCA PERANG

Berdasarkan kesepakatan damai di tahun 1938, mayoritas wilayah Chaco ditetapkan sebagai wilayah milik Paraguay, sementara sebagian kecil wilayah Chaco di sebelah barat ditetapkan sebagai wilayah milik Bolivia. Bolivia juga diperbolehkan menggunakan pelabuhan di Puerto Casado.

Supaya Bolivia bisa mendapatkan akses ke pelabuhan tanpa melanggar kedaulatan wilayah Paraguay, sebuah jalan panjang / koridor yang menghubungkan wilayah Bolivia dengan tepi Sungai Paraguay pun dibuat melewati wilayah Paraguay barat.

Perang Chaco merupakan konflik yang amat berdarah bagi kedua negara. Jumlah korban tewas di pihak Bolivia berkisar antara 60.000 hingga 65.000 jiwa, sementara jumlah korban tewas di pihak Paraguay dilaporkan mencapai 31.500 jiwa.

Selain korban tewas, perang ini juga membawa dampak negatif yang begitu besar bagi perekonomian kedua negara. Bolivia berada dalam kondisi nyaris bangkrut seusai perang karena harus mengeluarkan anggaran sebesar 200 juta dollar untuk membiayai perang.

Sudah disinggung sebelumnya kalau salah satu faktor pemicu Perang Chaco adalah adanya dugaan kalau wilayah ini kaya akan minyak. Maka sesudah berakhirnya perang, aktivitas pengeboran pun dilakukan di wilayah Chaco milik Paraguay. Namun meskipun sudah bersusah payah, ternyata tidak ada minyak yang ditemukan di sana.

Kondisi tersebut baru berubah setelah pada tahun 2014, ada cadangan minyak yang berhasil ditemukan di wilayah Chaco milik Paraguay. Namun karena cadangan minyak tersebut baru ditemukan belum lama ini & jumlah kandungan minyaknya juga belum jelas, masih belum diketahui apakah sumur minyak tersebut dari segi ekonomi bakal cukup menguntungkan untuk ditambang.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1932 - 1935
-  Lokasi : (mayoritasnya di) Paraguay utara

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Bolivia
        melawan
(Negara)  -  Paraguay

Hasil Akhir
-  Kemenangan pihak Paraguay
-  Mayoritas wilayah sengketa menjadi milik Paraguay
-  Bolivia diperbolehkan menggunakan pelabuhan sungai milik Paraguay

Korban Jiwa
-  Bolivia : 60.000 - 65.000 jiwa
-  Paraguay : 31.500 jiwa



REFERENSI

 - . 2008. "Chaco War". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

AP. 2014. "Report oil found in Paraguay; gov’t cautious".
(apnews.com/article/dd977eafb2b446629269703e1fca13ed)

Corum, J.S.. 2009. "The Chaco War 1932-1935: Battle in the Barrens".
(www.historynet.com/chaco-war-1932-1935-battle-barrens.htm)

G.E. Martin, dkk.. 2008. "Gran Chaco". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

GlobalSecurity.org. "Chaco War 1932-1935".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/chaco-war.htm)

Gomez, Jr., C.. 2013. "The Promise of Oil in Paraguay".
(www.americasquarterly.org/blog/the-promise-of-oil-in-paraguay/)

 





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



2 komentar:

  1. Bagus sekali uraiannya,sangat menambah wawasan saya tentang sejarah amerika selatan

    BalasHapus
  2. paraguay punya nasionalisme tinggi

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.