Perang Tanzania-Uganda, Tumbangnya "Raja Terakhir Skotlandia"



Pasukan tank Uganda menjelang invasinya ke Tanzania. (myeastafricanjournal.wordpress.com)

Tanzania & Uganda adalah nama dari 2 negara bertetangga yang terletak di Afrika Timur. Uganda wilayahnya lebih kecil & berada jauh dari laut. Sementara Tanzania wilayahnya lebih besar & berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di sebelah timur. Baik Uganda maupun Tanzania juga sama-sama berbatasan dengan Danau Victoria, danau terbesar di Benua Afrika.

Sebagai akibat dari lokasi Tanzania & Uganda yang berbatasan langsung, sudah barang tentu kedua negara tadi menjadi sangat sering berinteraksi di mana interaksi antara keduanya tidak selalu merupakan interaksi yang positif. Contoh dari interaksi macam itu adalah Perang Tanzania-Uganda yang berlangsung pada tahun 1978 hingga 1979.

Perang Tanzania-Uganda adalah perang yang sesuai namanya, membenturkan militer Tanzania dengan militer Uganda. Namun pihak yang terlibat dalam perang ini sebenarnya bukan cuma militer Tanzania & Uganda semata.

Dalam perang ini, Tanzania mendapat bantuan dari milisi-milisi perantauan Uganda yang menentang pemerintahan berkuasa di negara asal mereka. Sementara Uganda mendapat bantuan dari Libya & milisi-milisi Palestina.

Perang Tanzania-Uganda bermula ketika pasukan Uganda menginvasi wilayah Tanzania pada tahun 1978. Ketika pasukan Uganda pada akhirnya berhasil dipukul mundur, perang kemudian berlanjut ke wilayah Uganda setelah pasukan Tanzania & sekutunya melakukan invasi balasan yang berlangsung hingga setahun sesudahnya.


Peta lokasi Tanzania & Uganda. (bbc.co.uk)


LATAR BELAKANG

Uganda awalnya dipimpin oleh Presiden Milton Obote. Namun sejak tahun 1971, pucuk pemerintahan Uganda dipegang oleh Idi Amin pasca timbulnya kudeta militer di tahun yang sama. Obote sendiri sedang berada di Singapura ketika peristiwa kudeta tersebut berlangsung.

Sadar kalau dirinya akan ditangkap oleh pemerintahan baru Uganda jika dia nekat pulang ke negara asalnya, Obote kemudian memilih untuk mengungsi ke Dar Es Salam, Tanzania. Kemauan Tanzania untuk menampung Obote lantas menjadi titik awal memburuknya hubungan Tanzania dengan Uganda.

Tahun 1972, Tanzania & Uganda nyaris benar-benar terlibat dalam perang terbuka pasca timbulnya baku tembak di perbatasan kedua negara. Konflik itu sendiri timbul setelah Julius Nyerere - presiden Tanzania - mendengar isu kalau Tanzania bakal diinvasi dari Uganda & koloni Portugal di Mozambik. Merespon isu tersebut, Tanzania lantas mengirimkan 300 orang tentaranya ke wilayah Uganda selatan.

Konflik bersenjata yang berlangsung selama sekitar 6 jam pun pecah & pasukan Tanzania terpaksa mundur kembali ke negaranya. Beruntung konflik tersebut tidak berlanjut lebih jauh setelah perwakilan kedua negara sepakat untuk sama-sama menahan diri, namun hubungan antara kedua negara sesudah itu tetap dipenuhi dengan rasa saling curiga.

Di Uganda sendiri, sejak dipimpin oleh Amin, Uganda bertransformasi menjadi negara kediktatoran yang cenderung rasis. Sebagai contoh, Amin mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup Uganda. Ia bahkan mengklaim dirinya sebagai "raja terakhir Skotlandia" sebagai wujud dukungannya atas ide Skotlandia merdeka.

Presiden Uganda, Idi Amin. (history.com)

Saat Amin masih berkuasa, puluhan ribu orang-orang keturunan Asia diusir dari Uganda & diambil paksa harta bendanya. Orang-orang kulit hitam yang bukan berasal dari etnis Kakwa - etnis asal Idi Amin - ditangkap & dibunuh secara membabi buta.

Dalam hal hubungan internasional, Uganda melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Inggris & mendekatkan diri dengan negara-negara Blok Timur seperti Uni Soviet & Libya. Lambat laun, gaya pemerintahan Amin yang brutal & memburuknya perekonomian Uganda akibat diusirnya para pengusaha asing menyebabkan pamor Amin kian meredup.

Mereka yang menentang Amin beramai-ramai mengungsi ke Tanzania & menjadikan negara tersebut sebagai markas perlawanan. Sementara mereka yang masih tinggal di Uganda beberapa kali melakukan upaya kudeta yang semuanya berakhir dengan kegagalan.

Maka, Amin pun menyiapkan pasukannya untuk menginvasi Tanzania dengan harapan kemenangan dalam perang melawan Tanzania bisa mendongrak kembali pamornya. Untuk melegitimasi ambisinya tersebut, Amin lantas mengeluarkan klaim kalau wilayah Tanzania yang berada di sebelah utara Sungai Kagera secara historis merupakan wilayah milik Uganda.



BERJALANNYA PERANG

Tanggal 9 Oktober 1978, pasukan Uganda akhirnya benar-benar menginvasi Tanzania & berhasil menguasai wilayah di sebelah utara Sungai Kagera tanpa kesulitan berarti. Rumah-rumah & kompleks pabrik di sepanjang rute yang dilewati pasukan Uganda dijarah & dihancurkan. Sekitar 1.500 warga sipil Tanzania dilaporkan tewas akibat invasi tersebut. Sementara mereka yang masih hidup dijadikan pekerja paksa.

Sebulan kemudian, pemerintah Tanzania akhirnya memerintahkan mobilisasi pasukan Tanzania secara besar-besaran untuk merebut kembali wilayah utara. Jumlah prajurit Tanzania yang diterjunkan untuk operasi militer tersebut mencapai 10.000 personil - jauh di atas jumlah pasukan milik Uganda yang hanya sekitar 3.000 personil.

Presiden Tanzania, Julius Nyerere. (britannica.com)

Unggul jumlah tentara & berperang di tanah airnya sendiri, pasukan Tanzania berhasil merebut kembali seluruh wilayah utara yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Uganda pada akhir November. Sementara pasukan Uganda mundur kembali ke wilayah negaranya sambil melancarkan tembakan artileri secara konstan ke wilayah Tanzania.

Maka, pada bulan Januari 1979 pasukan Tanzania kemudian melakukan serangan ke Mutukula. Mutukula memiliki nilai strategis karena lokasinya yang ada di dataran tinggi & perbatasan kedua negara membuat tempat ini sangat ideal bagi pasukan artileri Uganda untuk melakukan tembakan bertubi-tubi dengan memanfaatkan luasnya jarak pandang & jangkauan tembakan yang mereka miliki.

Pasukan Tanzania berhasil menguasai Mutukula tanpa perlu bersusah payah karena begitu pasukan Uganda melihat kendaraan-kendaraan lapis baja milik pasukan Tanzania, mereka langsung mundur tanpa memberikan perlawanan. Namun korban tewas tetap timbul karena pasukan Tanzania dilaporkan melakukan penembakan kepada warga sipil setempat sambil menghancurkan gubuk-gubuk tinggal mereka.

Sejak itulah, pihak Tanzania berbalik menjadi pihak penyerbu wilayah Uganda di mana jumlah pasukan Tanzania yang digerakkan ke wilayah Uganda mencapai 45.000 personil. Militer Tanzania bukanlah satu-satunya pihak yang terlibat dalam invasi Uganda. Orang-orang Uganda penentang rezim Amin yang bermukim di Tanzania juga membentuk kelompok bersenjatanya sendiri dengan nama Uganda National Liberation Army (UNLA; Tentara Pembebasan Nasional Uganda).

Peta lokasi Masaka & Mbarara. (britannica.com)

Bulan Februari 1979, pasukan Tanzania melanjutkan invasinya di mana kali ini yang menjadi target adalah kota Masaka & Mbarara. Pasukan Uganda sengaja menjadikan kedua kota tadi sebagai tempat untuk berlindung karena mereka berharap pasukan Tanzania tidak akan berani melakukan serangan besar-besaran ke kawasan yang dipenuhi warga sipil.

Namun kedua kota tadi ternyata sudah sejak lama ditinggalkan oleh warga sipil tidak lama setelah pasukan Tanzania memasuki wilayah Uganda. Akibatnya, taktik pasukan Uganda tidak berjalan & pasukan Tanzania bisa menghujani kota Masaka dengan tembakan artileri tanpa khawatir akan timbulnya korban dari kalangan sipil.

Hasilnya, pada tanggal 24 & 25 Februari, kota Masaka & Mbarara secara berturut-turut berhasil dikuasai oleh pasukan Tanzania. Keberhasilan menaklukkan sebagian wilayah Uganda lantas diikuti dengan semakin bertambahnya jumlah anggota UNLA.

Tanggal 2 Maret, pasukan UNLA terlibat pertempuran dengan kontingen pasukan asing di Uganda timur yang belakangan diketahui sebagai milisi-milisi Palestina / PLO. Seminggu kemudian, Libya menerbangkan ribuan pasukannya untuk membantu pasukan pemerintah Uganda.

Muammar Qaddafi selaku pemimpin Libya bahkan mengancam pemerintah Tanzania kalau Libya akan menyatakan perang kepada Tanzania jika pasukan Tanzania tidak ditarik mundur. Namun Nyerere selaku presiden Tanzania sama sekali tidak gentar. Dan sikap tidak gentarnya memang beralasan karena pasukan Libya yang diterjunkan di Uganda ternyata tidak sekuat yang digembar-gemborkan.

Akhir Maret 1979 contohnya, pasukan Tanzania berhasil mengalahkan pasukan Libya di Entebbe, Uganda tengah, sekaligus memaksa pasukan Libya & sisa-sisa pasukan Uganda untuk mundur ke Kampala.

Idi Amin (kanan) saat menginspeksi pasukan Libya. (myeastafricanjournal.wordpress.com)

Awal April 1979, pasukan Tanzania & UNLA sudah berada tepat di luar Kampala. Pasukan gabungan keduanya akhirnya benar-benar menyerbu Kampala pada tanggal 10 April. Hanya dalam waktu sehari, kota tersebut jatuh ke tangan mereka akibat minimnya perlawanan yang ditunjukkan pasukan Uganda & Libya. Seusai pertempuran, warga sipil Kampala langsung berhamburan ke jalan untuk menyalami pasukan Tanzania sekaligus menunjukkan kegembiraan mereka atas lengsernya Amin.

Amin sendiri berhasil lolos dari tangkapan pasukan Tanzania & UNLA setelah dirinya melarikan diri ke Libya dengan bantuan helikopter, sebelum kemudian pindah ke Arab Saudi setahun sesudahnya & menetap di sana hingga wafat pada tahun 2003. Dengan kaburnya Amin & jatuhnya Kampala ke tangan pasukan Tanzania serta UNLA, Perang Tanzania-Uganda pun berakhir dengan kemenangan pihak Tanzania.



KONDISI PASCA PERANG

Walaupun Perang Tanzania-Uganda hanya berlangsung selama beberapa bulan, dampak yang ditimbulkan perang tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari segi korban tewas misalnya, perang ini mengakibatkan sekitar 2.000 warga sipil kehilangan nyawanya di mana mayoritasnya merupakan warga Tanzania.

Di pihak militer kedua belah pihak, perang ini merenggut nyawa 373 tentara Tanzania, 1.000 tentara Uganda pendukung Amin, 150 prajurit UNLA, & 600 prajurit Libya. Di luar aspek korban tewas, perang ini juga berdampak pada hancurnya infrastruktur di Tanzania utara & Uganda selatan.

Berakhirnya Perang Tanzania-Uganda tidak serta merta diikuti dengan membaiknya kondisi keamanan karena lengsernya Amin membuat Uganda kini terjerumus ke dalam konflik domestik bermotifkan perebutan kekuasaan. Sebagai gambaran singkat, antara tahun 1979 hingga 1980 Uganda sempat 3 kali berganti presiden.

Obote sendiri sempat menempati kembali kursi presiden pada tahun 1980. Namun ia tidak menempati posisi tersebut dalam waktu lama setelah pada tahun 1985, dirinya dikudeta oleh militer Uganda di tengah-tengah berlangsungnya perang sipil antara pasukan pemerintah melawan pasukan pemberontak pimpinan Yoweri Museveni. Nama yang disebut terakhir nantinya naik menjadi presiden Uganda sejak tahun 1986 hingga sekarang.

Pasukan Tanzania ketika memasuki Kampala, ibukota Uganda. (monitor.co.ug)

Bagi Tanzania sendiri, walaupun perang ini berakhir dengan kemenangan pihak mereka, perang ini juga membawa dampak negatif tersendiri. Dari segi politis contohnya, perang ini sempat membuat Tanzania menerima tekanan dari organisasi regional Organization of African Unity (OAU; Organisasi Persatuan Afrika) karena tindakan Tanzania menginvasi Uganda & melengserkan Amin secara paksa dianggap sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan.

Dalam aspek ekonomi, perang ini membuat Tanzania harus mengeluarkan biaya hingga 500 juta dollar AS. Jumlah yang sangat tinggi untuk negara berkembang macam Tanzania yang sektor ekonominya masih sangat didominasi oleh pertanian sehingga Tanzania pada periode tersebut sempat terseret ke dalam krisis ekonomi.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1978 - 1979
-  Lokasi : Tanzania, Uganda

Pihak yang Bertempur

(Negara)  -  Tanzania
(Grup)  -  UNLA
        melawan
(Negara)  -  Uganda, Libya
(Grup)  -  PLO

Hasil Akhir
-  Kemenangan pihak Tanzania & UNLA
-  Berakhirnya masa pemerintahan Idi Amin di Uganda

Korban Jiwa
-  Tanzania : 1.500 orang (sipil), 373 orang (militer)
-  UNLA : 150 orang
-  Uganda : 500 orang (sipil), 1.000 orang (militer)
-  Libya : 600 orang



REFERENSI

Acheson-Brown, D. G.. "The Tanzanian Invasion of Uganda".
(www.unomaha.edu/itwsjr/ThirdXII/AchesonBrownTanzaniaVol12.pdf)

Byrnes, R.M.. 1990. "Military Rule Under Amin".
(countrystudies.us/uganda/10.htm)

Lyons, M.. 2008. "Uganda". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.
  





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



5 komentar:

  1. Wuih...artikel penuh hiburan dan pengetahuan.seneng bacanya.

    BalasHapus
  2. gan ane kevinharahap05,mau nanya gan Idi Amin itu kok bisa mendapat kekuasaan lewat jalan apa ya gan,terus Tanzania itu persatuan Tanganyika sama Zanzibar ya gan???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lewat kudeta militer, saat presidennya Uganda (Obote) sedang berada di luar negeri.

      Hapus
  3. gan ane mau nanya,Tanzania itu persatuan Tanganyika dan Zanzibar kan ya gan,?? kalau iya apakah Zanzibar itu daerah otonom gan>>,soalnya kalau ngak salah Zanzibar itu bekas kesultanan kan gan,dan juga mayoritas penduduk di Zanzibar kan muslim
    Kevinharahap05

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Zanzibar itu daerah otonom. Makanya mereka punya parlemen serta presidennya sendiri & nama mereka turut disertakan sebagai akronim penyusun nama Tanzania.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.