Sejarah Invasi & Perang Uni Soviet di Afganistan



Helikopter pasukan pemerintah Afganistan. (rarehistoricalphotos.com)

Saat masih berdiri, Uni Soviet merupakan negara terbesar di dunia. Luasnya wilayah Uni Soviet lantas turut tercermin pada kedigdayaan militernya. Meskipun militer Uni Soviet terkenal kuat, mereka juga pernah mengalami kekalahan dalam sejarahnya. Tepatnya saat mereka terlibat dalam perang di Afganistan pada tahun 1979 hingga 1989.

Perang Uni Soviet di Afganistan bermula ketika pasukan Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979 dengan maksud menstabilkan kembali kondisi domestik Afganistan yang sedang kacau akibat meletusnya pemberontakan & timbulnya konflik di antara tokoh-tokoh pemerintahan Afganistan. Saat kondisi Afganistan tidak kunjung membaik, Uni Soviet terpaksa tetap menempatkan pasukannya di Afganistan hingga 1 dekade kemudian.

Perang Uni Soviet di Afganistan kerap dijuluki sebagai Perang Vietnam-nya Uni Soviet (USSR's Vietnam War) karena perang ini memiliki hasil akhir yang serupa dengan nasib Amerika Serikat (AS) dalam Perang Vietnam.

Di Vietnam, AS mengirimkan pasukannya dengan maksud melindungi Vietnam Selatan -  negara sekutu AS - dari ancaman Vietnam Utara & negara-negara sekutunya yang berhaluan komunis. Namun sebelum perang berakhir, AS malah menarik mundur pasukannya sehingga Vietnam Selatan pun berhasil ditaklukkan oleh Vietnam Utara tanpa bisa dicegah.

Afganistan & Uni Soviet (USSR) seperti yang terlihat pada peta.

Situasi yang kurang lebih serupa juga menimpa Uni Soviet di Afganistan. Awalnya Uni Soviet mengirimkan pasukannya untuk membantu pemerintah Afganistan yang berhaluan komunis. Namun seperti halnya Perang Vietnam, Uni Soviet malah menarik mundur pasukannya saat perang masih berkecamuk. Akibatnya, pasukan pemberontak pun berhasil keluar sebagai pemenang seusai perginya pasukan Uni Soviet.

Perang Uni Soviet di Afganistan merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam Perang Dingin. Pasalnya dalam perang ini, para mujahidin mendapatkan bantuan militer dari negara-negara Blok Barat, khususnya AS & Pakistan. Kemudian hanya berselang 2 tahun setelah Uni Soviet menarik mundur pasukannya dari Afganistan, Uni Soviet mengalami keruntuhan sehingga berakhirlah Perang Dingin dengan tumbangnya Blok Timur.

Perang Uni Soviet di Afganistan juga menjadi contoh mengenai bagaimana tidak kompaknya faksi-faksi komunis Blok Timur dalam Perang Dingin. Pasalnya saat dinvasi oleh Uni Soviet, Afganistan aslinya merupakan negara dengan sistem pemerintahan komunis & dipimpin oleh tokoh komunis. Namun karena pemerintah Uni Soviet merasa kalau pemimpin Afganistan terlalu sulit untuk diatur, invasi pun terjadi.

Cina selaku negara komunis tetangga Uni Soviet juga ikut terlibat secara tidak langsung dalam perang ini dengan cara memberikan bantuan senjata & pelatihan militer kepada kubu pemberontak anti-Soviet. Alasan kenapa Cina justru membantu kubu pemberontak adalah karena Cina & Uni Soviet sama-sama ingin menjadi negara komunis yang paling dominan di Blok Timur.



LATAR BELAKANG

Afganistan adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang berbatasan dengan Uni Soviet di sebelah utara, Pakistan di sebelah timur & selatan, serta Iran di sebelah barat. Baik Pakistan maupun Iran sama-sama berstatus sebagai negara sekutu Blok Barat. Supaya Afganistan tidak ikut jatuh ke dalam pelukan Blok Barat, Uni Soviet pun berambisi menjadikan Afganistan di bawah kendalinya.

Keinginan tersebut akhirnya berhasil terwujud setelah pada bulan April 1978, terjadi peristiwa kudeta bernama "Revolusi Saur". Pelaku revolusi tersebut adalah People's Democratic Party of Afganistan (PDPA; Partai Demokratik Rakyat Afganistan), partai berhaluan komunis yang dipimpin oleh Hafizullah Amin & Nur Muhammad Taraki. Akibat peristiwa ini, Afganistan berubah menjadi negara komunis yang memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet.

Peta Afganistan, Iran, & Pakistan.

Taraki terpilih menjadi presiden pertama Afganistan di era komunis. Sejak Afganistan berubah menjadi negara komunis, rezim baru Afganistan melakukan reformasi besar-besaran di segala bidang. Nama Afganistan berubah menjadi "Republik Demokratik Afganistan". Praktik peminjaman uang dengan memakai bunga dihapuskan. Rakyat Afganistan - termasuk kaum wanita - dianjurkan untuk mengikuti pendidikan di sekolah demi memberantas angka buta huruf.

Kebijakan rezim komunis Afganistan belum berhenti sampai di sana. Lahan-lahan pertanian luas yang tadinya dimiliki oleh golongan saudagar diambil alih & kemudian dibagi-bagikan kepada golongan petani kecil. Tujuannya supaya setiap rakyat Afganistan memiliki tanah suburnya masing-masing, sehingga kesenjangan sosial bisa dipangkas.

Dalam hal kebijakan luar negeri, Afganistan meresmikan perjanjian militer dengan Uni Soviet pada tahun 1978. Sepintas kebijakan-kebijakan tersebut terlihat menjanjikan. Namun realita di lapangan menunjukkan kalau pelaksanaan kebijakan-kebijakan tadi mendapat penolakan luas di seantero Afganistan.

Di sektor pendidikan misalnya, penolakan muncul karena masih kuatnya pola pikir kalau kaum wanita tidak perlu menempuh pendidikan. Penolakan juga timbul karena kurikulum Afganistan menggunakan pendekatan sekuler & sosialis yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Penolakan lebih besar muncul di bidang reformasi lahan. Golongan saudagar menolak kebijakan ini karena selain membahayakan kesejahteraan mereka, kebijakan pengambilalihan lahan ini tidak diikuti dengan pemberian ganti rugi yang sepadan. Saat lahan tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada golongan rakyat kecil, masalah kembali timbul karena tidak semua lahan memperoleh akses yang setara ke sumber air.

Kombinasi dari hal-hal tadi lantas berujung pada timbulnya gelombang aksi protes. Namun bukannya mendengarkan keluhan mereka, pemerintah Afganistan malah menanggapi protes tersebut dengan tangan besi.

Mereka yang menentang keputusan pemerintah Afganistan bakal ditangkap atau dibunuh. Kemudian jika ada 1 warga sipil dari desa tertentu yang berani menyerang aparat, semua penduduk di desa tersebut bakal dianggap sudah pantas untuk dibasmi. Tercatat ada sekitar 50.000 rakyat Afganistan yang tewas hanya dalam rentang waktu 1 tahun sejak rezim komunis Afganistan pertama kali didirikan.

Saat kondisi domestik Afganistan semakin memburuk, perpecahan pun mulai tumbuh di tubuh pemerintahan Afganistan. Pada bulan September 1979, saat Taraki berkunjung ke Moskow (Uni Soviet), Taraki menerima nasihat dari Leonid Brezhnev - presiden Uni Soviet - supaya ia segera membunuh Amin. Namun sebelum berhasil membunuh Amin, Taraki malah dibunuh duluan oleh Amin sekembalinya ia di Kabul, ibukota Afganistan.

Nur Muhammad Taraki. (alchetron.com)

Hafizullah Amin. (nsarchive.gwu.edu)


Pada tanggal 14 September 1979, Amin menobatkan dirinya menjadi presiden baru Afganistan. Perkembangan situasi tersebut langsung membuat Uni Soviet merasa tersengat. Uni Soviet khawatir kalau naiknya Amin ke kursi presiden bakal membuat situasi Afganistan menjadi semakin tak terkendali, sehingga Uni Soviet kian sulit menancapkan pengaruhnya di Afganistan.

Uni Soviet merasa semakin gusar pada Amin karena Amin mencoba memperbaiki hubungan Afganistan dengan AS & Pakistan supaya tidak lagi terlalu bergantung pada Uni Soviet. Maka, sebagai tanggapan atas situasi tersebut, Uni Soviet pun menginvasi Afganistan pada bulan Desember 1979 supaya bisa menggulingkan Amin secara paksa & menggantinya dengan tokoh baru yang lebih mudah disetir oleh pemerintah Uni Soviet.



BERJALANNYA PERANG

Invasi yang Diikuti Perang Panjang

Pada bulan Desember 1979, pasukan darat & udara Uni Soviet yang diperkuat oleh 40.000 tentara memulai invasinya ke wilayah Afganistan. Dalam invasi tersebut, pasukan Uni Soviet berhasil menewaskan presiden Hafizullah Amin di ibukota Kabul pada tanggal 24 Desember.

Pasca tewasnya Amin, Babrak Karmal kemudian baik menjadi presiden baru Afganistan atas dukungan dari Uni Soviet. Sesudah itu, Uni Soviet kemudian fokus menguasai kota-kota besar Afganistan beserta bandara & jalan raya yang menghubungkan antar kota.

Di pihak yang berseberangan, masuknya pasukan Uni Soviet ke Afganistan mendapatkan penolakan besar-besaran dari rakyat Afganistan. Pasalnya mayoritas rakyat Afganistan sejak awal tidak menyukai rezim komunis Afganistan yang kerap bertindak semena-mena. Datangnya pasukan Uni Soviet ditakutkan hanya akan semakin memperparah perlakuan buruk aparat Afganistan kepada warga sipil.

Atas sebab itulah, aksi protes pun muncul di kota-kota yang sedang dikuasai oleh pasukan Uni Soviet. Pada tanggal 1 Januari 1980 misalnya, warga kota Kandahar beramai-ramai mengeroyok & membunuh para personil Uni Soviet.

Pada bulan Februari 1980, muncul aksi demonstrasi yang berujung rusuh di kota Kabul & Shindand. Akibat kerusuhan tersebut, sebanyak ratusan orang tewas & ribuan lainnya ditahan oleh aparat Uni Soviet serta Afganistan.

Peta kota-kota di Afganistan. (Degeorges Andre / researchgate.net)

Kerasnya respon yang ditunjukkan oleh aparat Uni Soviet menyebabkan perlawanan yang diberikan oleh warga sipil Afganistan menjadi semakin menghebat. Saat pasukan Uni Soviet sudah berhasil meredam perlawanan yang timbul di kawasan perkotaan, milisi-milisi pemberontak Afganistan kini fokus menyerang konvoi pasukan Uni Soviet yang sedang berada di kawasan pelosok.

Penolakan terhadap pasukan Uni Soviet bukan hanya datang dari kalangan warga sipil, tetapi juga dari sejumlah tentara pemerintah Afganistan yang tidak menyukai campur tangan Uni Soviet. Pada bulan Januari 1980 misalnya, pasukan Uni Soviet harus memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh pasukan infantri divisi ke-8 Afganistan.

Karena militer Uni Soviet jauh lebih unggul dalam hal kualitas persenjataan & pengalaman tempur, pemberontakan yang dilakukan oleh sejumlah tentara Afganistan dengan cepat berhasil ditumpas. Para tentara Afganistan yang selamat kemudian melarikan diri ke kawasan pelosok & bergabung dengan kelompok-kelompok pemberontak setempat.

Membelotnya para tentara tersebut memberi keuntungan besar bagi para pemberontak karena dari para tentara pembelot itulah, para milisi pemberontak bisa mendapatkan pengetahuan baru mengenai taktik militer & cara mengoperasikan senjata. Lama kelamaan, jumlah tentara Afganistan yang membelot ke pihak pemberontak menjadi semakin banyak.


Pesawat-pesawat MIG-17 milik Uni Soviet di pangkalan udara kota Kandahar. (rarehistoricalphotos.com)


Bermain Kucing-Kucingan di Lembah Pandshir

Di pihak berseberangan, Uni Soviet sadar kalau para pemberontak harus dijauhkan dari ibukota Kabul supaya kelangsungan rezim komunis di AFganistan bisa dipertahankan. Maka, pada bulan Februari 1980, pasukan gabungan Uni Soviet & Afganistan pun melakukan penyerbuan ke Lembah Kunar, lembah yang terletak di sebelah timur kota Kabul & berbatasan langsung dengan wilayah negara Pakistan.

Bulan Mei 1980, giliran Lembah Pandshir yang terletak di sebelah utara Kabul yang diserbu oleh pasukan Soviet. Sebulan kemudian, pasukan Uni Soviet juga melakukan penyerbuan ke Lembah Ghazni yang terletak di sebelah barat daya Kabul.

Selama melakukan operasi militer, pasukan Uni Soviet kerap menggunakan taktik serangan udara membabi buta & menjatuhkan ranjau dari udara karena para pemberontak Afganistan pada awalnya tidak memiliki senjata untuk menembak jatuh pesawat.

Dari sekian banyak kawasan lembah di sekitar Kabul yang diserang oleh pasukan Uni Soviet & Afganistan, Lembah Pandshir / Panjshir merupakan kawasan yang paling sering menjadi sasaran operasi militer. Lokasinya yang strategis karena terletak di antara kota Kabul & perbatasan Uni Soviet menjadi penyebab utamanya. Antara tahun 1980 hingga 1985, tercatat ada 9 operasi militer yang dilakukan oleh pasukan Uni Soviet & Afganistan di Lembah Pandshir.

Peta lokasi Lembah Pandshir (Panjshir Valley). (bbc.com)

Meskipun sudah beberapa kali melakukan operasi militer, pasukan Uni Soviet & Afganistan tidak pernah benar-benar berhasil menguasai Lembah Pandshir. Pasalnya setiap kali pasukan udara Uni Soviet & Afganistan menampakkan diri, para pemberontak akan segera bersembunyi di celah-celah tebing. Namun saat pasukan udara tadi sudah pergi, para pemberontak akan kembali beraksi & melakukan serangan sembunyi-sembunyi ke fasilitas umum serta ke iring-iringan kendaraan Uni Soviet.

Memasuki tahun 1983, sebagai cara untuk memperluas jangkauan kekuasaan Uni Soviet di seluruh Afganistan, pasukan Uni Soviet melakukan serangan ke kota Herat, Afganistan barat. Dalam serangan tersebut, pasukan udara Uni Soviet pada awalnya melakukan pemboman besar-besaran sebelum kemudian menggerakkan pasukan daratnya ke dalam kota. Akibat serangan tersebut, separuh kota Herat berada dalam kondisi hancur.

Meskipun pasukan Uni Soviet & Afganistan jauh lebih unggul dalam hal persenjataan, perang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan usai. Terbatasnya jumlah tentara, kondisi geografis Afganistan yang bergunung-gunung, & seringnya milisi pemberontak membaur di antara warga sipil menyebabkan kawanan pemberontak Afganistan tidak pernah benar-benar bisa ditumpas hingga habis.


Iring-iringan kendaraan lapis baja pasukan Soviet di Afganistan. (opendemocracy.net)


Membengkaknya Jumlah Tentara Uni Soviet

Saat perang yang terjadi di Afganistan semakin berkepanjangan, jumlah tentara Uni Soviet yang dikirim ke Afganistan pun semakin lama semakin banyak. Jika pada tahun 1979 ada 40.000 tentara Uni Soviet yang dikirim ke Afganistan, pada tahun 1985 jumlahnya sudah membengkak menjadi 118.000 tentara. Jumlah milisi pemberontak Afganistan di lain pihak diperkirakan berjumlah antara 47.000 - 173.000 personil.

Pasukan Uni Soviet memang turut dibantu oleh tentara pemerintah Afganistan yang jumlah totalnya mencapai 40.000 personil. Namun mereka seringkali tidak bisa diandalkan akibat minimnya semangat juang mereka. Pasalnya banyak dari tentara tersebut yang bergabung dalam kemiliteran akibat faktor keterpaksaan lewat kebijakan wajib militer, atau semata-mata karena mereka hanya ingin mendapatkan upah.

Akibat fenomena tersebut, Uni Soviet mau tidak mau harus mengandalkan militernya sendiri jika ingin melakukan operasi-operasi militer penting.

Sebagai cara untuk mengurangi beban pasukan Uni Soviet di Afganistan sambil meningkatkan kemandirian militer Afganistan, Uni Soviet mengeluarkan sejumlah kebijakan baru pada tahun 1984. Anak-anak Afganistan yang berusia 10 tahun ke bawah beramai-ramai dikirim ke Uni Soviet untuk menerima pendidikan selama 10 tahun. Harapannya, begitu mereka kembali ke Afganistan, penduduk Afganistan secara berangsur-angsur akan menjadi lebih bersimpati kepada Uni Soviet.

Tentara pemerintah Afganistan di kota Jalalabad, Afganistan timur. (smallwarsjournal.com)

Di sektor militer, pemerintah Afganistan atas panduan Uni Soviet menerapkan kebijakan pemberian bonus & kenaikan gaji kepada para tentara Afganistan yang berprestasi. Sistem wajib militer juga diperketat & batas usia minimumnya diturunkan supaya mereka lebih mudah ditempa untuk menjadi tentara yang memiliki semangat juang tinggi.

Di sektor politik, pemerintah Afganistan berupaya merangkul pihak-pihak non-komunis dengan cara mengizinkan kembali munculnya partai-partai politik. Namun kebijakan-kebijakan tersebut nyatanya tetap tidak banyak mengubah kinerja pasukan Afganistan di medan perang. Selain karena pemerintah Afganistan sejak awal memiliki reputasi buruk di mata rakyatnya sendiri, pasukan pemberontak Afganistan di lain pihak juga kian berevolusi.

Berkat pengalaman tempur yang mereka dapat selama bertahun-tahun & mengalirnya bantuan persenjataan dari negara-negara musuh Uni Soviet, para milisi pemberontak kini menjadi semakin sulit untuk dikalahkan.

Dampak paling terasa dari semakin meningkatnya kualitas tempur milisi pemberontak Afganistan adalah pasukan udara Uni Soviet - khususnya helikopter - kini tidak bisa lagi melakukan pemboman secara leluasa.

Penyebab fenomena tersebut adalah karena sejak tahun 1986, para pemberontak kini dilengkapi dengan rudal Stinger yang memiliki tingkat akurasi tinggi dalam menjatuhkan pesawat. Total, ada sekitar 270 pesawat & helikopter Uni Soviet yang berhasil ditembak jatuh oleh para pemberontak Afganistan sejak rudal Stinger mulai digunakan.


Mujahidin Afganistan yang sedang mengoperasikan meriam peluncur rudal Stinger. (rarehistoricalphotos.com)


Mundurnya Uni Soviet dari Afganistan

Lepas dari hal tersebut, milisi-milisi pemberontak Afganistan tetap tidak bisa mengusir keluar pasukan Uni Soviet karena mereka tidak memiliki persenjataan berat untuk menaklukkan pangkalan-pangkalan militer Uni Soviet yang berpengamanan tinggi.

Dampaknya, perang di Afganistan pun kini memasuki fase kebuntuan (stalemate). Pasukan Uni Soviet & Afganistan masih menguasai kota-kota penting di Afganistan. Namun mereka bakal langsung menjadi sasaran empuk saat harus bepergian ke luar kota & ke kawasan pelosok.

Sementara itu di dalam Uni Soviet sendiri, perekonomian Uni Soviet juga tengah memburuk akibat menurunnya harga minyak bumi, komoditas ekonomi andalan Uni Soviet. Munculnya kebijakan glasnost (keterbukaan) juga menyebabkan media-media Uni Soviet bersikap semakin kritis terhadap perang di Afganistan. Pasalnya meskipun perang ini sudah menelan biaya & korban jiwa yang tidak sedikit, perang ini belum menunjukkan tanda-tanda akan usai dalam waktu dekat.

Menguatnya tekanan dari dalam & luar negeri menyebabkan Uni Soviet mulai menyusun rencana untuk menarik mundur seluruh pasukannya dari Afganistan. Sebagai langkah awal, perwakilan Uni Soviet & AS melakukan pertemuan pada bulan Desember 1987.

Dalam pertemuan tersebut, Uni Soviet bersedia untuk menarik mundur seluruh pasukannya dari Afganistan. Namun sebagai gantinya, AS harus berhenti memberikan dukungan materialnya kepada para pemberontak Afganistan.

Bulan April 1988, perwakilan Uni Soviet, Afganistan, Pakistan, & AS meresmikan kesepakatan damai. Lewat kesepakatan ini, Uni Soviet akan memulai penarikan mundur pasukannya dari Afganistan sejak bulan Mei 1988 dalam rentang waktu maksimal 9 bulan. Tanggal 15 Februari 1989, pasukan terakhir Uni Soviet resmi meninggalkan Afganistan. Dengan mundurnya pasukan tersebut, berakhir pulalah perang Uni Soviet di Afganistan.



KONDISI PASCA PERANG

Perang Soviet di Afganistan merupakan perang dengan jumlah korban tewas yang tinggi. Seringnya pasukan Uni Soviet melakukan taktik pemboman ke kawasan padat penduduk menjadi salah satu penyebab utamanya.

Jumlah total korban tewas dalam perang ini berkisar antara 1 hingga 2 juta jiwa, di mana mayoritasnya merupakan warga sipil Afganistan. Jumlah korban tewas di pihak Uni Soviet sendiri diketahui tidak sampai 15.000 jiwa. Selain korban jiwa, perang ini juga menyebabkan jutaan warga sipil Afganistan terpaksa mengungsi ke luar negeri.

Meskipun Uni Soviet sudah menarik mundur seluruh pasukannya dari Afganistan, rezim republik komunis Afganistan masih bisa bertahan hingga beberapa tahun kemudian karena mereka masih mewarisi persenjataan yang ditinggalkan oleh Uni Soviet. Republik Afganistan baru mengalami keruntuhan pada tahun 1992 setelah para mujahidin berhasil menguasai ibukota Kabul.

Mujahidin Afganistan di kota Kabul. (awm.gov.au)

Pasca runtuhnya republik komunis Afganistan, perang di Afganistan terus berlanjut karena kini para pemberontak malah terlibat konflik di antara sesamanya akibat sama-sama ingin menjadi penguasa baru Afganistan. Di tengah kekacauan inilah, muncul kelompok bernama Taliban yang kelak berhasil menguasai ibukota Afganistan pada tahun 1996.

Meskipun korban jiwa yang diderita oleh Uni Soviet di Afganistan nampak tidak seberapa, perang ini membawa dampak negatif yang amat besar bagi Uni Soviet. Dampak pertama adalah akibat perang ini, Uni Soviet dikucilkan oleh negara-negara Blok Barat & negara-negara berpenduduk mayoritas Islam. Saat turnamen Olimpiade digelar di Moskow, Uni Soviet, pada tahun 1980, Olimpiade ini diboikot oleh banyak negara.

Dampak kedua, perang ini menyebabkan kerugian finansial yang amat besar bagi Uni Soviet karena perang ini diperkirakan menelan biaya hingga 50 milyar dollar AS. Dan terakhir, karena Uni Soviet menarik mundur pasukannya dari Afganistan sebelum berhasil menumpas habis para pemberontak, perang ini menyebabkan anjloknya pamor pemerintah Uni Soviet di mata dunia internasional & rakyatnya sendiri.

Saat kondisi internal Uni Soviet tidak kunjung membaik, negara raksasa tersebut akhirnya benar-benar mengalami keruntuhan pada tahun 1991.

Di luar masalah Uni Soviet, perang di Afganistan juga dituding menjadi penyebab mengapa gerakan ekstrimisme berbasis agama bisa menjamur seperti sekarang. Pasalnya saat perang di Afganistan masih berlangsung, AS memberikan bantuan senjata & uang kepada para milisi pemberontak.

Saat pasukan Uni Soviet sudah ditarik mundur dari Afganistan, sebagian dari para pemberontak tersebut kemudian mendirikan kelompok Al-Qaeda supaya bisa melanjutkan perlawanan mereka ke seluruh dunia sambil menyebarkan pemikiran mereka.  -  © Rep. Eusosialis Tawon



RINGKASAN PERANG

Waktu & Lokasi Pertempuran
-  Waktu : 1979 - 1989
-  Lokasi : Afganistan

Pihak yang Bertempur
(Negara)  -  Afganistan, Uni Soviet
       melawan
(Grup)  -  milisi-milisi pemberontak

Hasil Akhir
-  Perang berakhir tanpa pemenang yang jelas
-  Uni Soviet mundur dari Afganistan pada tahun 1989
-  Perang antara pemerintah & pemberontak Afganistan terus berlangsung hingga tahun 1992

Korban Jiwa
-  Afganistan & warga sipil : < 2.000.000 jiwa
-  Uni Soviet : < 15.000 jiwa



REFERENSI

 - . 2008. "Amin, Hafizullah". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

 - . 2008. "Taraki, Nur Mohammad". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

BBC. 2004. "Al Qaeda's Origins and Links".
(news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/1670089.stm)

GlobalSecurity.org. "Anti-Soviet Mujahideen".
(www.globalsecurity.org/military/world/para/mujahideen.htm)

GlobalSecurity.org. "Group of Soviet Forces in Afghanistan".
(www.globalsecurity.org/military/world/russia/gsfa.htm)

GlobalSecurity.org. "Soviet Defeat in Afghanistan".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/afghanistan-1979-4.htm)

GlobalSecurity.org. "Soviet Occupation, 1982-89".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/afghanistan-1979-3.htm)

GlobalSecurity.org. "The Soviet Invasion of Afghanistan".
(www.globalsecurity.org/military/world/war/afghanistan-1979.htm)

Ibrahimi, N.. 2012. "Ideology Without Leadership: the Rise and Decline of Maoism in Afghanistan".
(www.afghanistan-analysts.org/wp-content/uploads/downloads/2012/09/NIbr-Maoists-final.pdf)

J.C. Dewdney, dkk.. 2008. "Union of Sovie Socialist Republic". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.

Schroeder, M.. 2010. "Stop Panicking About the Stingers".
(www.foreignpolicy.com/articles/2010/07/28/The_Taliban_Doesn’t_Have_Stingers)

Szczepanski, K.. 2019. " The Sino-Soviet Split".
(www.thoughtco.com/the-sino-soviet-split-195455)

Sword of the Motherland. "The Afghanistan War Timeline".
(www.russianwarrior.com/STMMain.htm?1979_timeline.htm&1)

Weinbaum, M.G.. 2008. "Afghanistan". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.
    






COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.